PLTU Pangkalansusu Pakai Pekerja Ilegal

Medan | Jurnal Asia

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dikerjakan oleh PT Guangding Power Engineering (GPEG) menuai masalah. Pasalnya perusahaan Tiongkok ini terungkap selama bertahun-tahun mempergunakan tenaga asing yang masuk secara ilegal ke Indonesia.
“Sedikitnya ada 122 orang tenaga kerja yang masuk dari Tiongkok dipekerjakaan oleh PT GPEG dan kami dapat informasi 89 di antaranya ilegal, namun pihak Imigrasi yang seharusnya menjadi intansi yang paling bertanggungjawab terhadap keluar masuknya warga asing terkesan sengaja melakukan pembiaran,” kata anggota Komisi A DPRD Sumut Raudin Purba.
Disinyalir, kata Raudin praktik keluar masuk tenaga kerja ilegal untuk pembangunan proyek ini berulang kali dilakukan melalui kerjasama dengan oknum yang ada di instansi imigrasi.
Temuan yang diketahui saat reses anggota DPRD Daerah Pemilihan (Dapil) Langkat tersebut, akhirnya dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan, Komisi A, D dan E, Kamis (11/7).
RDP dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumut H Muhammad Affan, serta dihadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Sumut, Bukit Tambunan RDP dan manajer PT GPEG, Yao Hong, warga negara Tiongkok yang sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia dan Inggris. Kalangan anggota DPRD Sumut, pada pertemuan tersebut juga sangat menyayangkan ketidakhadiran pihak Imigrasi Sumut, padahal sudah diundang bahkan dihubungi berkali-kali.
“Harusnya syarat orang asing bisa menjadi tenaga kerja di Indonesia bisa berbahasa Inggris. Itu merupakan syarat perundang-undangan,” kata Kadisnakertrans Sumut, Bukit Tambunan.
Menurut Tambunan proyek pembangunan PLTU Pangkalan Susu sudah dimulai sejak 2007 sampai dengan 2010. Proyek tersebut, jelasnya, sudah mempunyai Memorandum of Understanding (MoU). “Namun soal tenaga kerja ilegal ini, saya tidak mengetahuinya karena saat itu, pimpinannya Cheng Seng Lee bersama 89 tenaga kerja ilegal lainnya sudah ditangkap oleh pihak Imigrasi dan dipulangkan ke Tiongkok, namun saat ini kembali lagi ada tenaga kerja ilegal dengan jumlah yang sama,” katanya.
Kadisnaker Kabupaten Langkat, Syaiful Abdi memaparkan jumlah tenaga kerja asing dari Tiongkok dipekerjakan PT GPEG untuk proyek pembangkit listrik tersebut sejak Mei 2013, berjumlah 122 orang dengan rincian 115 orang laki-laki dan tujuh perempuan.
Untuk bulan Juni kembali bertambah menjadi 126 orang dengan rincian 119 laki-laki dan tujuh perempuan. “Laporan per 10 Juli 2013, data yang sampai kepada kami berjumlah 130 orang, 123 laki-laki dan tujuh orang perempuan,” katanya.
Sementara itu, Yao Hong melalui penterjemahnya mengatakan alasan mempekerjakan tenaga asal Tiongkok karena proyek tersebut hasil kerjasama pemerintah Indonesia dengan Tiongkok. “Proyek yang telah ditandatangani kontraknya 30 Oktober 2007 ini menggunakan tehnologi dari Tiongkok,” katanya.
Sehingga alasan mempekerjakan tenaga asing untuk mengejar target agar proyek tersebut cepat selesai hingga November 2013. “Kontrak proyek selesai hingga Desember 2013,”ujarnya.
Proyek pembangkit uap yang dikerjakan oleh PT GPEC, membangun dua mesin pembangkit yang mampu menghasilkan daya masing-masing sebesar 200 Megawatt (MW).
Menurut Yao Hung alasan memperkerjakan tenaga kerja ilegal, karena lambannya prosedur pengurusan izin dari Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta. “Izinnya sudah diurus namun belum juga selesai, kendalanya di kementrian,” katanya.
Pihaknya terpaksa menambah tenaga kerja untuk mengejar target penyelesaian pekerjaan karena salah satu perusahaan yang juga mengerjakan proyek tersebut sudah dikeluarkan dari kontrak.
“Makanya PT GPEC harus menambah Man Power. Namun karena pengurusan izin tenaga kerja lambat keluar dari pihak kementerian, maka dilakukanlah pemakaian tenaga kerja dengan menggunakan visa bisnis karena pembangkit Unit I dengan daya 200 MW harus selesai bulan Desember 2013 ini,” paparnya.
Namun penjelasan Yao Hung dibantah Bukit Tambunan yang mengatakan, untuk memperoleh izin bekerja dari Kementerian Tenaga Kerja harus memenuhi tiga syarat yakni pendidikan dan pengalaman calon tenaga kerja asing, minimal lima tahun telah bekerja di Indonesia, harus ada pernyataan menyediakan tenaga pendamping untuk alih teknologi dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja lokal, dan yang paling penting harus dapat berbahasa Indonesia.
“Syarat-syarat itu yang belum dipenuhi oleh PT GPEC sehingga izin bekerja para tenaga kerja mereka tidak diterbitkan oleh pihak kementerian,” tegas Tambunan.
Kalangan anggota DPRD Sumut sangat menyesalkan persoalan tersebut, karena menurut mereka untuk mengejar target harusnya tidak sampai melanggar aturan. “Pimpinan dewan harus segera merekomendasikan agar pengusaha PT GPEC segera ditangkap oleh instansi kepolisian karena telah melanggar peraturan yang tentunya telah melawan hukum dan perundang-undangan,” kata anggota komis A H Bustami. (Isvan)

Close Ads X
Close Ads X