Sekolah Negeri Butuh 707.000 Guru

Jakarta | Jurnal Asia

Rasio guru di Indonesia masih jauh dari angka ideal. Di sekolah-sekolah negeri saat ini terjadi kekurangan guru yang diperkirakan mencapai 707.000 orang.

Pemerintah didorong terus memperbanyak formasi guru dalam lowongan CPNS dan menggelar rekrutmen secara berkelanjutan. Dari data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), jumlah guru saat ini mencapai 3,1 juta orang yang terbagi antara guru negeri dan guru swasta.

Meski jumlah guru sudah mencapai jutaan orang, saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga pengajar sebanyak 707.000 guru mata pelajaran di sekolah negeri.

Banyaknya kekurangan ini terjadi karena jumlah guru yang memasuki masa pensiun tahun ini juga sangat besar. Rekrutmen formasi tenaga pendidik CPNS tahun ini dinilai juga belum menjawab kekurangan kebutuhan guru.

Dari 238.015 formasi CPNS yang dibuka Sep­tember ini, sekitar 122.000 di antaranya khusus untuk mengisi kebutuhan guru ataupun dosen. Untuk itu, rekrutmen secara rutin diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

“Kami berharap dengan adanya penerimaan (CPNS) guru ini menutupi kebutuhan 707.000 guru itu,” kata Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano, kemarin
Berdasarkan data Kemendikbud, jumlah guru yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemendikbud ada 1.629.560 guru. Jumlah sekolah di semua jenjang 219.050 unit dan jumlah peserta didik dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah luas biasa (SLB) mencapai 25.353.019 siswa.

Mantan direktur pembinaan SMP Ke­men­dikbud ini mengungkapkan, jumlah guru pun semakin berkurang sebab tenaga pengajar yang akan pensiun mencapai 300.000 orang. Ratusan ribu guru pensiun itu dihitung dalam lima tahun terakhir.

Menurut Supriano, di bukanya moratorium pengangkatan guru tahun ini diharapkan memecahkan masalah kekurangan tersebut sedikit demi sedikit.

“Ini sudah ada niat bagus pemerintah, dengan harapan akan dibuka lebih besar lagi (tahun berikutnya) karena terlihat kebutuhan yang ada sekarang,” harapnya.

Untuk memenuhi kekurangan, Kemendikbud pun, tandas Supriano, memetakan kebutuhan guru per sekolah. Pemetaan juga dilakukan terhadap kebutuhan guru Matematika dan di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3 T).

Namun, Kemendikbud tidak bisa berjalan sendiri untuk distribusi guru-guru tersebut sebab harus disesuaikan dengan data di Kemenpan dan RB.

Peneliti Center for Indonesian Policy Stu­dies (CIPS) Pandu Baghaskoro mengatakan, penerapan sistem redistribusi untuk guru lebih efektif daripada sistem zonasi.
Hal ini disebabkan guru-guru yang mengajar di wilayah padat dapat ditugaskan untuk mengajar ke wilayah-wilayah yang kekurangan guru.

Pandu menjelaskan, pemindahan dapat dilakukan berdasarkan kriteria dan kompetensi guru yang bersangkutan. Misalnya guru dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kriteria, yaitu guru baru (pengalaman mengajar kurang dari lima tahun), guru berpengalaman (pengalaman mengajar antara 5-10 tahun), dan guru senior (pengalaman mengajar lebih dari 10 tahun). Melalui pembagian ini, pemerintah dapat melihat proporsi penyebarannya dan meratakan penyebaran guru-guru tersebut.

“Penerapan sistem redistribusi guru membuat guru tidak bisa pilih-pilih tempatnya mengajar. Dengan begini, tujuan pemerataan yang menjadi tujuan penerapan sistem zonasi pada siswa dapat terlaksana,” jelasnya. (oz|swm)

Close Ads X
Close Ads X