Hunian Menengah-Bawah Masih Bergerak di 2019

Wakil Kadin Sumatera Utara Bidang Infrastruktur dan Properti, Tomi Wistan.Netty

Medan | Jurnal Asia
Hunian kelas menengah-bawah masih menjadi pasar paling seksi yang diburu para pengembang dan investor properti di 2019 ini. Meski masih di tengah ketidakpastian perekonomian, sektor ini masih tetap berpotensi untuk bergerak.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Sumatera Utara Bidang Infrastruktur dan Properti, Tomi Wistan mengatakan, masih ada angin sepoi-sepoi yang berhembus walaupun tidak banyak pada properti untuk menengah ke bawah di 2019 ini. Dan hal tersebut akan dirasakan para pengembang hingga triwulan ketiga.

Menurutnya, tren saat ini untuk hunian yang cepat terserap pasar adalah serentang Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Penyerapan itu tergantung dari lokasi masing-masing.

“Seperti Jakarta misalnya, yang terserap  mungkin hunian dengan harga sekitar Rp1 miliar ke bawah. Sementara Medan di bawah 500 juta tapi yang paling laku itu di rentan Rp200-300 juta,” katanya di Medan, Selasa (19/3).

Dilanjutkannya Tomi, kelas menengah ke atas, mungkin pergerakannya sedikit lebih lambat karena tidak banyak pengembang yang “menyentuh” sektor ini. Hanya beberapa developer terkemuka yang sudah memiliki lokasi yang bagus dan mendukung baru berani melanjutkannya.

“Tetapi pada dasarnya untuk kelas ini sangat sedikit boleh dibilang persentase pergerakannya sangatlah minim. Kita lihat nanti pertumbuhannya setelah Pilpres,” tegasnya.

Sedangkan untuk segmen menengah ke bawah sudah mulai dikembangkan walaupun pertumbuhannya tidak terlalu cepat di mana pertumbuhan sudah mulai terasa dan diharapkan bisa tumbuh lebih di atas 10 persen.

Sedangkan segmen subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), katanya, segmen ini sangat penting. Selama 5 tahun properti melambat, FLPP tetap bertahan dan justru terjadi penjualan yang luar biasa yakni sektor MBR atau subsidi dengan   FLPP 5 persen.

“Di sektor ini terjadi peningkatan luar biasa, di 2014 hanya tercapai 300-400 ribu dan terakhir bisa mencapai 700 an ribu unit,” ucapnya.

Ia menambahkan, selama ini program 1 juta unit rumah dianggap rumah subsidi tetapi sebenarnya seluruh segmen rumah yang ada dari segmen atas hingga FLPP. Ia merinci, pada 2014 persentasi antara FLPP dan komersial sekitar 50-50 persen, 2016, 60 persen FLPP dan 40 persen komersil dan untuk tahun selanjutnya hingga sekarang  70 banding 30 persen.

‘Tadinya kita pesimis di 2018, program ini tidak bisa terwujud tapi ternyata di awal Desember mencapai 1,1 juta unit rumah. Berarti sudah tembus di angka yang menjadi target pemerintah,” tegasnya.

Sebagai pengembang, sambungnya, di 2019 ia berharap bisa mencapai 1,1 juta unit rumah yang terserap. Tetapi jika bisa terserap diangka 1,2-1,3 juta unit rumah maka hal tersebut lebih baik.

Agar hal tersebut dapat terwujud, sambungnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja optimal. Misalkan saja, perizinan yang dipercepat dan harga murah maka dengan begitu pertumbuhan yang lebih baik akan terwujud.

“Kebutuhan masyarakat akan rumah FLPP semakin meningkat dan mereka semakin paham dan sadar untuk membeli rumah. Ditambah lagi dengan banyaknya kemudahan yang diberikan tentunya dapat mempermudah masyarakat membeli rumah,” tandasnya.(nty)

Close Ads X
Close Ads X