Tigaras | Gerbang Alternatif Baru Menuju Pulau Samosir

Sumatera Utara ba­nyak memiliki destinasi wisata yang tidak kalah indahnya dibandingkan tempat wisata lainnya, contohnya Pantai Tigaras dengan panorama menawan. Di Tigaras pengunjung akan merasakan keindahan natural.

Tigaras, yang terletak di tepi Utara Danau Toba, kini makin bersinar dan dikenal lebih banyak pengunjung dengan dibukanya pelabuhan Ferry di sana sejak 2011 lalu. Pelabuhan makin ramai dengan kendaraan, pantai makin ramai dikunjungi.

Sebelum pelabuhan ferry tersebut dibuka, pengendara kendaraan roda dua atau roda empat menuju Samosir harus melintasi Prapat, kemudian naik Ferry ke Tuktuk atau melalui jalan darat Tele, turun ke Pangururan.

Tiga Jalur dari Medan
Dari Medan menuju Tigaras, pengunjung bisa menempuh sedikitnya tiga jalur. Jalur pertama adalah yang kami lalui libur Lebaran lalu, tanggal 20 Juli 2015. Dari Medan, kami melakukan perjalanan melintasi Berastagi di daerah Karo, memasuki Simalungun perbatasan Karo-Simalungun–persis di Dolok Sipiso-piso-Saribudolok-Simarjarungjung, kemudian lanjut ke Tigaras.
Kami singgah sebentar dirumah Bolon Pematang Purba, dan kemudian menikmati alam sejuk di Simarjarungjung. Menuruni jalan berkelok, dan menyimpang ke kanan di perempatan Sibuntuangin, ke pantai Tigaras.

Jalur kedua adalah dari Medan melalui Pematangsiantar-Sidamanik-Tigaras. Melalui jalur ini, sebelum mencapai Tigaras, pengunjung bisa menikmati kebun teh Sidamanik. Jalur ketiga adalah Medan melalui Pematangsiantar masuk ke Simpang Raya, kemudian lanjut ke Tigaras. Jalur ketiga ini pengunjung dapat menyaksikan kebun teh yang sudah dijadikan perkebunan kelapa sawit, juga menikmati areal pertanian rakyat yang terdapat sepanjang jalan.

Pelabuhan Ferry Tigaras-Simanindo
“Kita perlu mengalami perjalanan yang ada di sekitar kita, supaya bisa menceritakan kepada yang lain dengan benar,” ujar salah seorang teman dalam rombongan sebanyak 9 orang itu.
Sebuah pengalaman baru betapa setiap sudut Danau Toba indah dikunjungi. Tiap titik Danau itu memang memberi nuansa keindahan yang khas.

Hari itu saya dan rombongan menikmati jasa Ferry Tigaras-Simanindo. Karena perjalanan kami tepat Libur Lebaran, maka susananya cukup ramai. Kami tiba di sana pukul 12.00 siang, menunggu kendaraan hingga berangkat, hampir 4 jam. Pasalnya, ferry yang beroperasi hanya satu yakni KMP Danau Toba 1. Kapal itulah yang melayani pengangkutan puluhan mobil yang sudah antri dan masih terus berdatangan.

Di depan kami puluhan mobil sudah antri berjajar untuk menyeberang. Parkir pelabuhan penuh, parkir di jalan raya menuju pelabuhan sudah berjajar puluhan meter. Perasaan kesal memang muncul di wajah para pemilik kendaraan. Tapi kebanyakan maklum, mengingat hari itu adalah liburan.

Bertanya sana-sini, ternyata ferry hanya satu dan itupun hanya mampu mengakut 12-14 kendaraan sekali jalan. Memang hari itu tidak seperti biasanya. “Kalau hari-hari biasa tidak seperti ini.” kata seorang pengguna rutin jasa ferry Tigaras-Simanindo.

“Kalau kendaraan segini banyak, kapan kita bisa berangkat, kalau ferry Cuma satu,” demikian seorang teman nyeletuk. Di hari libur Lebaran, Dinas Perhubungan katanya mengoperasikan dua Ferry, selain KMP Danau Toba 1, adalah KMP Danau Toba 2. Tapi sejak pagi hingga sore hanya satu kapal ferry yang beroperasi.

Para pemilik kendaraan sedikit lega, ketika sekitar pukul 15.45, KMP Danau Toba 2 sandar di Pelabuhan. Wajah para pemilik mobil sedikit lega. “Wah, kita tidak sampai kemalaman, sudah datang kapal satu lagi,” kata seorang pengguna ferry. Pasalnya kendaraan sempat numpuk di pelabuhan. Tentu saja hadirnya kapal ferry kedua melegakan hati pemilik kendaraan. Tumpukan kendaraan itu lebih cepat berkurang, karena kapasitas angkutnya sudah dua kali lipat.

Meski Ferry baru beroperasi empat tahun, namun sistem pengaturan pengangkutan kendaraan menggunakan jasa Ferry itu sudah cukup memuaskan. Setiap pengguna jasa ferry harus mendaftar terlebih dahulu kepada petugas. Keberangkatan diatur sedemikian rupa sesuai nomor urut pendaftaran. Semua sistem antri. Tidak boleh asal serobot atau saling mendahului. Yang datang belakangan akan diberangkatkan belakangan.

Memang, agak lama menunggu, karena volume kendaraan tidak seperti biasanya. Rombongan kami tiba di Tigaras, 20 Juli 2015, pukul 12.00. Karena menunggu antrian, maklum hari Lebaran. Ratusan mobil harus diangkut dengan kapal yang berkapasitas hanya 12-14 kendaraan.

Kami baru bisa berangkat ke Simanindo jam 16.00 WIB. Pelayaran menuju Simanindo merupakan pengalaman pertama dalam hidup saya, ketika mencapai usia 54 tahun. Pengalaman pertama juga bagi delapan orang lainnya dalam rombongan kami.

Perjalanan Tigaras-Simanindo yang hanya berjarak 5-6 kilometer itu, kita bisa bercanda ria di kapal, menikmati angin segar yang berhembus dari danau kebanggaan Sumatera Utara itu. Memandang ke arah Barat, Gunung Sipiso-piso, Tao Silalahi yang membiru melembutkan mata dan melepas penat setelah perjalanan panjang dari Medan. Kadang ngeri juga membayangkan berlayar di atas danau dengan kedalaman air sampai 400 meter. Indahnya ciptaanTuhan.

Memandang ke arah Timur, mata dipuaskan dengan melihat beberapa desa dan pemandangan alam di tepi pantai Danau Toba. Di samping Pantai Tigaras sendiri, terlihat Pantai Hoda, Pantai Garoga, Tanjung Unta. Ke arah arah Prapat. Di sekitar kota Prapat yang indah dikelilingi perbukitan dan gunung menjulang dan berwarna biru di kejauhan.

Perjalanan Tigaras-Simanindo hanya 30 menit. Kami sudah menjelang Simanindo sekitar pukul 16.30 WIB. Kapal merapat pelan-pelan, dan tiba di pulau Samosir. Inilah pertama kalinya dalam hidupku mencapai Simanindo dengan ferry dari Tigaras. Sebuah sensasi baru berlayar di Danau Toba.

Ferry yang kami tumpangi mengangkut 14 kendaraan yang sebagian besar adalah minibus, dan ada dua atau tiga truk. Tarif untuk mobil adalah Rp 109 ribu dan ditambah ongkos penumpang yang relatif terjangkau. Kini, Anda bisa menyeberang ke Samosir dengan alternative baru: pelabuhan Ferry Tigaras. Tidak ada salahnya Anda mencoba!

Potensi Wisata dan Geliat Ekonomi
Sebelum berangkat ke Simanindo, sambil menunggu giliran berangkat, kami mengamati sepintas alam dan kehidupan ekonomi Tigaras. Sejenak kami makan siang di Hotel Garoga. Dari hotel ini kami mengamati pantai Garoga Tigaras dan pantai yang bebas keramba. Merupakan obyek wisata andalan Kabupaten Simalungun masa depan selain Parapat dan Haranggaol. Panorama Pantai Garoga Tigaras tidak kalah menariknya dengan Pantai Parapat. Malahan, pantai Garoga Tigaras masih natural dengan bebatuan khas Danau Toba.

Di desaTigaras terdapat pantai lain yakni Pantai Batu Hoda. Di Pantai Batu Hoda pengunjung bisa menikmati kealamian Danau Toba dengan Pingggiran Danau yang cukup Landai. Dari sini pengunjung dapat menyaksikan Tanjung Unta, sebuah daratan yang menjorok ke Danau. Secara kebe­tulan Tanjung tersebut yang mirip dengan pungguk Unta yang sedang beristirahat.

Tempat ini sebenarnya sangat potensial menjadi tempat transit, jadi sepanjang perjalanan kita dapat menjadikan satu paket mulai berwisata di Kota Pematang Siantar kemudian bisa hunting photo di Perkebunan Teh Sidamanik (kalau subuh kita juga bisa menikmati Sunrise dari Simanjarunjung). Kemudian kita ke TigaRas (termasuk Garoga, Batu Hodadan banyak tempat di pinggiran Danau Toba yang dijadikan pemandian untuk menikmati Danau Toba)- lalu dapat dilanjutkan dengan menyeberang ke Samosir untuk menikmati keindahan Pulau Samosir.

Di pantai ini kami menyaksikan banana boat yang dulunya hanya dikenal di kota Prapat. Hari itu kami menyaksikan banana boat hilir mudik di pantai Tigaras. Tentu saja dengan ada-nya wahana permainan ini, para pengunjung memiliki hiburan alternative, selain berenang di pantai.

Peran Tigaras sebagai peng-hubung ke Simanindo telah membuka mata para pengguna jasa ini menikmati alam desa yang terletak di pantai Utara Danau Toba, danau terbesar di Asia Tenggara itu.

Dibukanya pelabuhan Ferry sejak empat tahun lalu telah membuat ekonomi desa Tigaras menggeliat. Hotel-hotel dan hiburan pantai desa ini sudah berubah. Para pengunjung juga banyak yang menginap di Tigaras sebelum menyeberang ke Simanindo. Hotel-hotel sudah banyak bermunculan di sekitar pantai. Sebuah hotel menjulang tinggi beberapa ratus meter sebelum pelabuhan Ferry. Itulah hotel Garoga, dengan kamar-kamarnya yang bersih, serta menyediakan ruang pertemuan yang representative untuk pertemuan keluarga atau kegiatan keagamaan.

Para pedagang terlihat dengan wajah cerah menawarkan barang-barang dagangannya. Kedai-kedai kopi di sekitar pelabuhan Ferry ramai didatangi para pengunjung yang menunggu kendaraannya diangkut dengan ferry, dan para pengunjung yang menggunakansepeda motor, menunggu sepeda motornya diangkut dengan kapal penumpang.

Terbukanya jalur ferry telah menciptakan lapangan kerja bagi para tukang parkir. Lahan parkir pelabuhan yang tidak mampu menampung kendaraan menjadi mata pencaharian bagi penduduk yang memiliki lahan kosong yang mereka manfaatkan menjadi tempat parkir sementara. Tentu saja dengan tarif istimewa.

Prasarana pelabuhan ternyata membuka peluang wisata dan ekonomi daerah. Para pemimpin hendaknya memprioritaskan sarana dan prasarana yang dapat menunjang bertumbuhnya industry pariwisata dan ekonomi lokal.
(janerson girsang)

Close Ads X
Close Ads X