41 Gajah Mati Akibat Perburuan Ilegal

Tim Kedokteran Hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh memasang infus pada bayi gajah pasca evakuasi dari hutan Aceh Timur saat perawatan di Pusat Latihan Gajah, Saree, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (17/1). Bayi gajah berumur sekitar sembilan bulan dengan berat badan kisaran 350 kilogram yang ditemukan petugas BKSD bersama warga terpisah dari kelompoknya di hutan Aceh Timur itu mulai berangsur membaik setelah mendapat perawatan intensif. ANTARA FOTO/Ampelsa/foc/17.

Banda Aceh – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan 41 gajah mati pada rentang tahun 2012 hingga 2016. Kematian gajah liar tersebut disebabkan berbagai faktor, termasuk perburuan ilegal untuk diambil gadingnya. Buktinya, tidak sedikit gajah yang ditemukan mati tidak memiliki gading lagi.

“Angka ini cukup tinggi,” kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo di Banda Aceh, Selasa (17/1).

Sapto Aji menguraikan, pada kurun waktu 2014-2016 ada 26 gajah liar yang ditemukan mati di Aceh. Selebihnya, 15 ditemukan mati dalam rentang waktu 2012-2014. Menurut dia, kematian gajah liar tersebut disebabkan berbagai faktor, termasuk per­buruan ilegal untuk diambil gadingnya. Buktinya, tidak se­dikit gajah yang ditemukan mati tidak memiliki gading lagi.

“Sedangkan pada tahun 2017, sudah ditemukan seekor gajah jantan yang mati di Kabupaten Aceh Timur. Tingginya angka kematian gajah di Aceh ini meng­khawatirkan kami. Ini iba­rat gunung es yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan masalah,” kata Sapto Aji Prabowo.

Sapto Aji mengatakan, pihak­nya juga melaporkan ke polisi ji­­­­­­ka ada gajah yang ditemukan mati. Misalnya mati karena diracun maupun mati karena perburuan ilegal. Sebab, gajah merupakan satwa yang dilindungi undang-undang.

Namun, lanjut dia, tidaklah mudah mencari pelaku yang membunuh gajah-gajah ter­se­but. Karena itu, BKSDA menga­jak semua elemen masya­ra­kat mendukung kepolisian me­­ngung­­kap dan menangkap pela­ku pem­bunuhan gajah.

“Kami terus berupaya mem­bantu kepolisian mengung­kap kasus-kasus kematian gajah. Walau mengungkap kasus ter­sebut tidaklah mudah,” kata Sapto Aji Prabowo.

Selain kematian gajah, ka­­ta dia, BKSDA Aceh juga menangani konflik gajah dengan manusia. Seperti konflik yang dilaporkan masyarakat pada 11 Januari 2017, adanya gangguan gajah liar di Gampong Tuha Lala, Kecamatan Mila, Pidie.

“Ada 24 gajah di antara 18 dewasa dan enam anak gajah. Kawasan gajah liar ini akhirnya digiring menggunakan gajah jinak menjauhi pemukiman pen­duduk, sehingga tidak terjadi konflik dengan manusia,” kata dia.

Selain menggiring kawanan gajah liar tersebut, Sapto Aji Prabowo menyebutkan tim Fa­­­kultas Kedokteran Hewan Uni­versitas Syiah Kuala dibantu tim BKSDA memasangi alat pelacak posisi atau GPS Collar.

“Dengan alat ini, kami men­dapat data posisi kawanan gajah tersebut setiap empat hingga lima jam. GPS tersebut dipasangi di seekor gajah betina dalam kawanan tersebut,” kata Sapto Aji Prabowo. (ant)

Close Ads X
Close Ads X