Mahasiswa UGM Ciptakan Aplikasi untuk Cek Keaslian Vaksin

Sleman – Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan aplikasi untuk memeriksa keaslian vaksin. Aplikasi ini diberi nama APLISIN yang merupakan kependekan dari Aplikasi Pengecekan Keaslian Vaksin.

“Aplikasi ini kami beri nama APLISIN, kepanjangan dari Aplikasi Pengecekan Keaslian Vaksin,” ujar salah seorang mahasiswa Novrizal Dwi Rozaq kepada wartawan di Ruang Fortakgama UGM, Jumat (11/8).

Selain Novrizal, ada empat mahasiswa lainnya di dalam tim yang berasal dari Fakultas Teknik UGM ini. Mereka adalah Anggito Kautsar, Musthafa Abdur Rosyied, Aditya Laksana Suwandi, dan Almantera Tiantana.

Novrizal menerangkan, motivasi mereka membuat APLISIN karena beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia digemparkan dengan beredarnya vaksin palsu. Karena menimbulkan keresahan, akhirnya mereka melakukan penelitian selama enam bulan, hingga akhirnya berhasil menciptakan APLISIN.

Dia menilai beredarnya vaksin palsu tersebut karena pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sulit dilakukan. Oleh sebab itu dia dan teman-temannya memutuskan diperlukan sebuah alat untuk memeriksa keaslian vaksin yang bisa dimiliki masyarakat.

Sampai akhirnya muncul APLISIN, yang bisa memeriksa keaslian vaksin berbasis Internet of Things (IoT).

APLISIN berhasil dikembangkan melalui program kreativitas ma­hasiswa (PKM) UGM 2017. Novrizal menegaskan dengan aplikasi ini pihaknya bisa mengecek keaslian vaksin dengan mudah.

“Keunggulan APLISIN yakni dapat mengecek keaslian sebuah vaksin secara mudah dan praktis,” klaimnya.

Mereka beharap dengan dite­mu­kannya APLISIN, masyarakat bisa terbantu. Sebab kini masyarakat bisa mengecek keaslian vaksin secara mandiri. Pihaknya berharap setelah ini tidak ada ketakutan lagi di tengah-tengah masyarakat. Sehingga masyarakat juga bisa semakin yakin dengan program vaksinasi.

APLISIN bekerja dengan cara melakukan scan QR Code yang ada pada botol vaksin. Hasil pemindaian akan diverifikasi aplikasi ini, sistem juga akan melakukan konfirmasi apabila QR Code terdaftar pada basis data. Bila OR Code tidak terdaftar di basis data, bisa disimpulkan vaksin terebut palsu.

“Kemungkinan ketiga bisa juga vaksin tersebut telah digunakan, artinya penggunaan (botol) vaksin yang telah berulang. Kalau dipastikan vaksin palsu, masyarakat bisa lapor ke BPOM,” lugasnya.

Namun Novrizal mengakui aplikasi ini masih belum sempurna. Sebab aplikasi ini hanya berfungsi bila di botol vaksin ada OR Code. Padahal selama ini kebanyakan botol vaksin hanya ada nomor registrasi BPOM. Oleh sebab itu pihaknya berharap semua pihak termasuk perusahaan vaksin memasang OR Code.

“Yang penting pembuat (perusahaan) vaksin bisa bekerjasama dengan kami, untuk meletakkan OR Code di setiap kemasannya. Selama ini yang ada hanya nomor registrasi dari BPOM. Harapannya kami dari UGM, BPOM, dan juga pelaku industri bisa berkolaborasi (memasang OR Code),” tutupnya.

(rep)

Close Ads X
Close Ads X