Drama Riwayat Buddha Gautama Pukau Ribuan Penonton

Sejumlah Bhiksu melakukan pradaksina atau mengelilingi candi membawa Api Dharma dengan obor yang diambil dari Api abadi Mrapen Kabupaten Grobogan saat prosesi penyemayaman Api Dharma Waisak 2016 di Candi Mendut, Mungkit, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (20/5). Prosesi penyemayaman api abadi merupakan rangkaian dari ritual menjelang hari raya Waisak 2560BE/2016.ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/ama/16
Sejumlah Bhiksu melakukan pradaksina atau mengelilingi candi membawa Api Dharma dengan obor yang diambil dari Api abadi Mrapen Kabupaten Grobogan saat prosesi penyemayaman Api Dharma Waisak 2016 di Candi Mendut, Mungkit, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (20/5). Prosesi penyemayaman api abadi merupakan rangkaian dari ritual menjelang hari raya Waisak 2560BE/2016.ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/ama/16

Magelang | Jurnal Asia
Pementasan drama Riwayat Buddha Gautama memukau ribuan penonton yang hadir dalam Perayaan Trisuci Waisak Nasional di pelataran Candi Borobudur Magelang Provinsi Jawa Tengah, Sabtu (21/5) malam.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Agama Lukman Ha­kim Saifuddin, Menteri Pen­dayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Yuddy Chris­­nandi, Gubernur Jawa Te­­ngah Ganjar Pranowo, dan para duta besar negara sahabat tu­rut menyaksikan pertunjukan tersebut.

Menurut Ketua Panitia Pe­­rayaan Trisuci Waisak Nasional 2016 Dasikin, riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai dari kelahirannya sebagai Siddharta Gautama, putera mahkota Ke­­rajaan Soka, menikah pada usia enam belas tahun, lalu pergi bertapa di usia 29 tahun selama enam tahun.

Pada usia 35 tahun, Siddharta mendapatkan pencerahan bod­­disatva dan menjadi Buddha yang penuh kebijaksanaan. Hingga akhirnya, Buddha Gautama meninggal dunia me­nuju Nirwana pada usia 80 tahun di Bulan Waisaka. “Ketiga peristiwa tersebut menjadi satu kesatuan Trisuci Waisak,” kata Dasikin lagi.

Rangkaian acara perayaan Waisak 2016 dimulai dengan prosesi pembawaan air suci dari Temanggung dan api suci dari Klaten ke Candi Mendut, kemudian ke Candi Borobudur pada Sabtu siang.
Acara Perayaan Trisuci Waisak Nasional 2016 ditutup dengan pelepasan 20 ribu lampion ke angkasa di Taman Lumbuni Candi Borobudur.

Menag Lepaskan Lampion
Menteri Agama Lukman Ha­kim Saifuddin, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya mengawali pelepasan lampion Waisak 2560 BE/2016 di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5) malam.

Pelepasan sebanyak 5.000 lampion tersebut berlangsung di Lapangan Gunadharma kom­­pleks Candi Borobudur usai Dhar­­masanti Waisak nasional di Taman Lumbini Candi Borobudur yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pelepasan lampion sebagai simbol memberikan penerangan kepada alam semesta. Sebelum pelepasan lampion dibacakan parita-parita suci oleh umat Buddha. Kemudian penyalaan ribuan lilin dan doa permintaan umat.

Bhikkhu Sri Panyavaro Maha­­thera dalam pesan Waisak me­­nyampaikan cinta kasih tidak sekadar emosional tetapi cinta kasih itu tanggung jawab se­bagai manusia untuk tidak mengganggu yang lain. Tidak berbuat buruk karena keburukan itu menghancurkan dirinya dan orang lain,” katanya.

Ia juga mengingatkan bah­­wa Pujangga Buddhis Mpu Tantular dengan sangat bijak me­­nerjemahkan cinta kasih itu menjadi ungkapan yang dike­nal Bhinneka Tunggal Ika de­ngan menerima perbedaan, menghargai perbedaan dengan ketulusan hati.

Perbedaan itu tidak mungkin dilebur, dibuang begitu saja dijadikan satu, tetapi menerima dengan ketulusan hati karena di antara perbedaan itu hakikatnya adalah tunggal. “Apakah yang tunggal itu. Kemanusiaan adalah universal, kebenaran yang hakiki adalah tunggal. Itulah yang membuat kita untuk menerima perbedaan, menghargai perbedaan dan ke­tulusan hati,” katanya.

Ia menuturkan Bhinneka Tung­gal Ika tidak hanya dimulai 600 tahun sejak Mpu Tantular menulis di lontar Sotasoma, tetapi dengan yakin moral Binneka Tunggal Ika itu sudah menjadi darah daging jati diri nusantara ratusan tahun sebelum Mpu Tantular. “Jadi itulah yang menjadi sifat dasar bangsa Indonesia hingga kini, kami ingin memberikkan moral Bhinneka Tunggal Ika kepada dunia,” katanya.

Bangkit Dari Keterpurukan Moral
Sementara itu, Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama, Dasikin, menuturkan sudah saatnya bangsa dan negara ini bangkit dari keterpurukan moral dan spiritual untuk kemudian menjadi bangsa yang berkarakter mulia.

“Perilaku korup, menyalah­­gunakan narkoba, kesenjangan sosial ekonomi menjadi masalah yang belum terselesaikan, tetapi jangan biarkan bangsa ini terpuruk mentalitasnya,” katanya pada detik-detik Waisak 2560 BE/2016 di pelataran Candi Borobudur, Magelang, Minggu (22/5).

Ia mengatakan boleh mis­kin secara materi tetapi jangan miskin harga diri dan kehormatan. “Jangan biarkan ana-anak bangsa ini menjadi tukang me­nengadah tangan, kita harus bisa mewujudkan bangsa yang berdikari,” katanya.

Menurut dia, hal ini menjadi tugas semua pihak untuk mema­­dukan seluruh potensi masyarakat, bagaimana secara bersama-sama merajut kembali karakter bangsa Indonesia. Ia mengatakan mari tanamkan kembali kebanggaan sebagai anak bangsa yang bermartabat, berdaulat dan berkepribadian mulia. “Marilah kita tanamkan nilai-nilai kepribadian bangsa melalui pranata-pranata sosial di masyarakat dengan berbagai pendekatan yang bersifat kultural melalui kegiatan keagamaan, pemberdayaan dana sosial ke­agamaan, pemberdayaan eko­nomi umat di tempat ibadah atau sejenisnya serta kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lannya,” katanya.

Ia mengatakan mulailah dari penanaman nilai sosial, dari hal kecil untuk tidak menjadi peminta-minta agar kelak setelah menjadi pemimpin negara tidak menjadi peminta harta negara.
Biasakan memberi daripada menerima, jauhkan diri dari sikap-sikap lembek, lemah pendirian dan skap plin-plan, katanya.

“Didiklah semua anak bangsa di semua lini untuk menjauhkan diri dari aji mumpung, korupsi, merusak alam, menjarah aset negara dan larut dalam pe­nyim­pangan dan hinaan,” katanya.
Ia menuturkan ajari mereka untuk menjadi bangsa yang cerdas, memilki kepribadian pokok. “Isilah peran dan kete­ladanan para tokoh agama dalam membangkitkan kesadaran untuk menjadi bangsa yang berkarakter kuat dan mulia,” sebutnya. (ant)

Close Ads X
Close Ads X