Di Masa Depan, Daging Bisa Diperoleh Tanpa Memotong Hewan

Bayangkan memasak rendang daging sapi di rumah tanpa harus membeli bahan bakunya ke pasar ataupun membunuh hewan. Mungkinkah?

Jawabanya adalah ya. Dengan menggunakan beberapa sel bibit dan bejana pembuatan, di masa depan kita bisa membuat sendiri daging mentah tersebut.

Begitulah kira-kira visi Isha Datar, CEO untuk New Harvest, suatu organisasi nirlaba yang bertujuan menciptakan segala produk daging dari sel.

“Temuan itu seperti merancang suatu semesta baru,” ujar Isha dilansir dari New Scientist pada Sabtu (14/1) mengutip pernyataannya kepada Hello Tomorrow.

Hello Tomorrow adalah suatu perhelatan yang mempertemukan para wiraswasta. Event yang terkini berlangsung di Paris, Prancis, beberapa bulan lalu.

Daging buatan bukanlah gagasan baru dan biasanya lebih fokus kepada produksi massal daging sapi dan babi. Pada 2013, pencicipan burger buatan laboratorium di London bahkan ramai diberitakan.

Tapi, harga daging buatan laboratorium itu terbilang tinggi. Sekitar 300 ribu euro atau sekitar Rp 4,25 miliar dan memerlukan waktu 1 tahun untuk pembuatannya. Soal rasa tak kalah dengan daging aslinya. “Mirip dengan daging, tapi kurang gurih”.

Menciptakan daging dari sel-sel dalam jumlah besar di masa depan memang memungkinkan, tapi seperti kata Isha, “masih diperlukan banyak terobosan.”

Ketebalan Daging
Salah satu masalah terbesar dalam penciptaan daging buatan adalah ukuran yang cukup tebal. Hamburger yang diciptakan untuk dipamerkan kepada wartawan saja memerlukan kombinasi beberapa bagian kecil yang dibuat di lab. Cukup rumit.

Daging kebanyakan terbuat dari otot, sehingga proses yang ada sekarang melibatkan penggunaan sel punca otot dari tubuh hewan. Sel-sel yang memperbaharui diri itu diaktifkan setelah ada cedera untuk menyembuhkan kerusakan.

Sel-sel itu kemudian dirangsang untuk bertambah banyak dalam lab dengan cara meniru tugas sel-sel darah yang memberikan gizi dan oksigen. Selama ini digunakan tatakan berlapis, tapi pasokan kepada setiap sel semakin sulit ketika dagingnya bertambah tebal.

Ada beberapa jenis daging yang lebih mudah dikembangkan. Paul Mozdziak dari North Carolina State Universty dan rekan-rekannya mencoba menggunakan daging kalkun.

Mereka mendapati bahwa sel-sel burung mungkin tidak terlalu sulit untuk dikembangkan, bahkan bisa menggunakan bejana seperti gentong atau bioreaktor yang memungkinkan pemakaian lebih banyak sampel.

Menurut Isha, sel-sel burung sepertinya mampu lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dibandingkan dengan sel-sel sapi, sehingga sel-sel burung dianggap lebih kondusif untuk pembiakan sel di rumah.

Tahun lalu, New Harvest mulai mendanai karya daging kalkun yang dilakukan Mozdziak. Berbeda dengan pendukung pembuatan daging lab yang terdorong oleh alasan kesejahteraan hewan, Mozdziak termotivasi untuk kemajuan ilmu pangan.

Ia cukup senang jika bisa mencapai tahapan ketika bagian-bagian daging itu bisa dimakan. Katanya, “Saya penasaran dengan rasa dan kelembutannya. Seharusnya teksturnya mirip daging, tapi kita belum tahu secara pasti.”

Soal Rasa
Masalah rasa memang merupakan isu yang cukup rumit bagi para peneliti yang mencoba merekayasa daging, karena ada berbagai hal yang ikut andil dalam penentuan rasa. Daging tidak semuanya terbuat dari otot dan kandungan lemaknya menjadi daya tarik kuliner.

Tapi Mozdziak dan timnya mendapati bahwa suatu jenis sel tertentu dari kalkun yang bisa dirangsang, untuk mengembangkan lemak bersamaan dengan otot dalam suatu kondisi tertentu. Prosesnya bisa diatur untuk menghasilkan otot dan lemak dengan konsistensi tertentu.

Namun demikian, mungkin akan lebih mudah meniru tekstur nugget daripada mencoba teknik tersebut untuk meniru irisan lembut daging sapi.

Kuncinya adalah pada eksperimen, walaupun kendala utamanya adalah mendapatkan sel-sel untuk memulai prosesnya.

Sekarang ini, sel-sel punca otot paling mudah didapat dari daging segar di rumah jagal atau dari hewan hidup, terutama yang masih muda dengan sel punca yang masih banyak. Pengumpulan sel-sel itulah yang sulit.

Isha berharap mengubah hal itu dengan menyediakan sel-sel yang bisa dipesan dari katalog pasokan laboratorium, atau dengan bekerja sama dengan para peneliti sehingga mereka yang memiliki kultur bisa berbagi. Mirip seperti orang berbagi adonan awal roti agar bisa dibuat menjadi roti.

Menurut istilah Isha, “nantinya itu akan seperti perangkat lunak sumber terbuka (open-source). Sel-sel diandaikan seperti kode-kode perangkat lunak.”

Mozdziak berpendapat bahwa purwarupa daging buatan untuk pembiakan mungkin tersedia dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Kendati demikian masih perlu lebih lama lagi sebelum dijual di swalayan.

Yang jelas, setelah prosesnya dimatangkan, daging akan diciptakan ulang. Misalnya dengan penciptaan rasa-rasa baru atau konsistensi tertentu. Kata Mozdziak, “Tentu saja kita dimungkinkan untuk mencoba-coba rasa dan teksturnya.”
(lp6)

Close Ads X
Close Ads X