Terapi Sel Punca, Model Pengobatan Masa Depan

Jakarta | Jurnal Asia

Dokter pengembang terapi sel punca meraih Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Innovation Award 2018. Penghargaan ini diberikan kepada para inovator perorangan maupun perusahaan yang berhasil mengembangkan inovasi yang berdampak pada kemajuan teknologi.

BPPT Innovation Award (BIA) merupakan penghargaan yang diberikan pertama kalinya. Penghargaan ini melengkapi apresiasi BPPT setelah sebelumnya memberikan Penganugerahan Gelar Perekayasa Kehormatan dan BJ Habibie Technology Award (BJHTA).

Peraih BIA kategori perorangan untuk inovasi teknologi kesehatan Dr dr Ismail Hadisoebroto Dilogo, SpOT(K) mengungkapkan, penghargaan yang diraihnya itu akan semakin memecut dirinya untuk terus berkarya bagi bangsa.

Ismail mengatakan, sejak tahun 2004 pihaknya telah memulai penelitian. Pria kelahiran 28 Januari 1969 ini, meneliti pemanfaatan sel punca (stem cell) di bidang orthopaedi.

“Penyakit saat ini dengan pengobatan konvensional kadang hasilnya kurang memuaskan. Berbagai penyakit degeneratif, kanker, trauma hebat dan penyakit metabolik banyak terjadi,” kata Ismail di Auditorium BPPT, Jakarta.

Sebagai alternatif dan solusi baru, pengobatan sel punca atau sel induk (sel nenek moyang) yang mampu memperbanyak diri menuju sel yang dituju, menjadi harapan untuk pengobatan masa depan.

Ismail mencontohkan, saat menemukan sel yang hancur, sel induk bertransplantasi, melakukan regenerasi dan menggantikan sel yang hilang. Begitu pula untuk penyakit degeneratif seperti pengapuran sendi lutut, dengan stem cell mampu memperbaharui sel yang telah haus tersebut.

“Terapi stem cell yang kini sudah riset klinis ini, juga tidak hanya dikembangkan di Indonesia. Seluruh dunia pun mengembangkannya. Kita memberi kontribusi kepada dunia dengan pengembangan riset sel punca dengan memberikan bukti-bukti,” ucapnya.

Jika hasilnya sudah bagus akan ditetapkan organisasi profesi, dibuat standar treatment, diakui Kementerian Kesehatan (Kemkes) lalu pengobatannya bisa ditanggung BPJS atau asuransi kesehatan.

“Ini bisa jadi terapi baru. Karena, selama ini dengan pengobatan konvensional hasilnya kurang bagus,” katanya.
(bs/put)

Close Ads X
Close Ads X