Apa Itu Retardasi Mental?

Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi men­tal yaitu Ke­lemahan atau ketida­k­mam­puan kognitif mun­cul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; keterampilan merawat diri, keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-lain.

Ketidakmampuan ini muncul sebelum berusia 18 tahun. Sekitar 2-3% dari populasi dunia mengalami retardasi mental. Retardasi mental dapat muncul sebagai salah satu gejala dari gangguan atau penyakit lain.

Gejala anak retardasi mental :
1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat mempunyai ketebatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya : memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain.

Penyebab Retardasi Mental
Faktor Prenatal
Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat menimbulkan gangguan pada anak yang mereka lahirkan yang disebut dengan fetal alcohol syndrome. Faktor-faktor prenatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk.

Penyakit ibu yang juga menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature juga menimbulkan resiko retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak yang terkena racun, seperti cat yang mengandung timah, juga dapat terkena retardasi mental.

Faktor Psikososial
Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental.

Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi .•

Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial.

Faktor Biologis Pengaruh genetik
Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen majemuk (lebih dari satu gen) .
Salah satu gangguan gen dominan yang disebut tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60% penderita gangguan ini memiliki retardasi mental .

Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran . Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine yang terdapat pada banyak makanan. Asam Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.

Pengaruh kromosomal
Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu . Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.

Down syndrome
Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan trisomi 21.

Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50. Menyatakan abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.

Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.

Tingkatan Retardasi Mental
Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang dipakai adalah intelligence quotient (IQ), Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih, dan Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional). Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat diklasifikasikan berat-ringannya retardasi mental yang menurut PPDGJ adalah sebagai berikut.:

•Retardasi Mental Taraf Perbatasan meliputi Intelligence Quotient : 68 – 85 (keadaan bodoh/bebal), Patokan social: Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah dan Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD
Retardasi Mental Ringan
a. Intelligence Quotient : 52 – 67 (debil/moron/keadaan tolol)
b. Patokan sosial: Dapat mencari nafnah sendiri denganmengerjakan sesuatu yang sederhana dan mekanistis.
c. Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada sekolah khusus (SLB) Tidak selalu dapat dibedakan dengan anak-anak normal sebelum mulai bersekolah.

• Retardasi Mental Sedang
a. Intelligence Quotient : 36 – 51 (taraf embisil/keadaan dungu)
b. Patokan sosial: Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Dapat melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya(mandi, berpakaian, makan, dst.).
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididih, hanya dapat dilatih.Memiliki kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal

• Retardasi Mental Berat
a. Intelligence Quotient : 20 – 35
b. Patokan sosial: Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Kurang mampu melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya. Dapat mengenal bahaya.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih untuk hal-hal yang sangat sederhana.
Umumnya memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi
• Retardasi Mental Sangat Berat
a. Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan pander)
b. Patokan social: Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung dari pihak lain.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih .Membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar mengalami abnormalitas fisik yang berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemanapun.

Penanganan Retardasi Mental
Pendekatan Medis
Penggunaan Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan tingkah laku.

Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program penanganan residential, yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak. Mereka akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan hukuman untuk perilaku yang tidak tepat.

Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa konflik sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan tantangan terhadap kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan. Anak-anak ini dilatih menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik untuk berpikir & berbicara kepada diri sendiri, tujuannya adalah menghambat perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan mencoba solusi yang tidak mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial.

Pendekatan Keluarga-Lingkungan (Family ecological approach).
Pendekatan ini dikembangkan oleh Hanggeler, yang didasarkan pada teori ekologis dari Urie Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam berbagai sistem sosial (keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan bahwa anak-anak/remaja yang melanggar peraturan itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem sosial yang berinteraksi dengan mereka. Teknik yang digunakan adalah berusaha mengubah hubungan anak dengan berbagai sistem, untuk menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.

Close Ads X
Close Ads X