Ulambana, Momentum Membalas Jasa Kebajikan Kepada Para Leluhur

Oleh: Pdt. D.M. Peter Lim, S.Ag, MBA, M. Sc

“Memberi makanan, seseorang memberikan kekuatan; memberi pakaian, seseorang memberikan keindahan; memberi penerangan, seseorang memberikan penglihatan; memberi angkutan, seseorang memberikan kesenangan; memberi perlindungan, seseorang memberikan semuanya; tetapi seseorang yang mengajarkan Dharma, ajaran Sang Buddha yang istimewa, orang seperti itu memberikan makanan surgawi” Samyutta Nikaya, I : 32.

Pada zaman dulu, ada seorang Bhikkhu yang bernama Yang Mulia Bhikkhu Moggalana. Dia merupakan salah seorang dari 10 siswa utama Sang Buddha. Moggalana adalah siswa Sang Buddha dengan kesaktian No. 1 (di bawah Sang Buddha). Yang Mulia Bhikkhu Moggalana pada suatu ketika, dengan mata bathinnya melihat ibunya yang telah meninggal dunia, berjalan bersama dengan sekelompok hantu kelaparan. Dengan maksud menolong ibunya, lalu dia mengisi nasi ke dalam sebuah mangkok, untuk memberi makan ibunya. Siapa sangka, begitu nasi akan disuapkan ke mulut ibunya, nasi tersebut berubah menjadi bara api yang panas membara. Yang Mulia Bhikkhu Moggalana dengan menggunakan kesaktiannya mencoba berkali – kali tetapi setiap kali hendak masuk ke mulut ibunya, nasi tersebut berubah menjadi bara api. Yang Mulia Bhikkhu Moggalana terkejut dan melapor kepada Sang Buddha. Sang Buddha bersabda : “Karma jelek ibumu terlalu berat. Dengan hanya mengandalkan kekuatan kamu seorang, tidak akan bisa membebaskan penderitaan ibumu…”. Lalu Yang Mulia Bhikkhu Moggalana memohon kepada Sang Buddha : “Mohon beri petunjuk, bagaimana baru bisa menolong ibu saya agar terbebas dari lautan penderitaan dan tidak bersama dengan para hantu kelaparan itu lagi”. Sang Buddha memberikan petunjuk. Dia pertama sekali harus memberi dana paramita kepada Para Arya Sangha dan setelah itu, memohon Para Arya Sangha untuk mengadakan suatu upacara guna menolong ibundanya. Sang Buddha bersabda : “Mengenai hal ini, membutuhkan kekuatan para Bhikkhu di 10 penjuru. Persiapkan bermacam-macam sayur dan buah-buahan untuk dipersembahkan. Dengan kekuatan orang- orang yang berkebajikan, barulah bisa membebaskan penderitaan semua hantu kelaparan”. Yang Mulia Bhikkhu Moggalana dengan penuh rasa bakti, segera melaksanakan petunjuk Sang Buddha. Dia persembahkan dana paramita dari hasil Pindapatta – nya kepada Para Arya Sangha dan kemudian memohon Para Arya Sangha agar mengadakan upacara penyaluran jasa untuk menolong ibundanya. Setelah menerima dana paramita dari Yang Mulia Bhikkhu Moggalana, Para Arya Sangha kemudian mengadakan upacara dengan membaca mantra, dharani dan ayat-ayat suci, yang mana semua jasa dan pahala dari upacara ini disalurkan kepada ibunda Yang Mulia Bhikkhu Moggalana dan juga kepada makhluk-makhluk lain di tiga alam sengsara. Sewaktu upacara dilaksanakan, terjadilah berbagai keajaiban. Segala penderitaan berubah menjadi kegembiraan dan kedamaian. Makhluk-makhluk di alam setan kelaparan, terbebaslah dari penderitaannya. Ibunda Yang Mulia Bhikkhu Moggalana segera tertolong dan tumimbal lahir di alam yang lebih baik, begitu pula makhluk-makhluk di tiga alam sengsara lainnya, ikut menikmati hasil jasa dan pahala dari diadakannya upacara ini sehingga merekapun dapat tumimbal lahir ke alam lain sesuai dengan kondisi karmanya. Sedangkan upacara Pattidāna berdasarkan kejadian ketika Raja Bimbisara di Rajagaha mengundang Sang Buddha dengan para siswa – Nya santap siang. Karena sangat bahagia, raja lupa untuk melimpahkan jasa kebajikan kepada para leluhurnya yang terlahir di alam peta sehingga pada malam hari mendapat gangguan dari peta-peta tersebut. Keesokan harinya raja mengundang kembali Sang Buddha dan melimpahkan jasanya kepada leluhurnya. Jadi upacara Pattidāna dapat dilakukan kapan saja bila kita mendapat kesempatan berbuat baik dan pikiran sedang bahagia. Upacara Pattidāna bukan ”upacara duka”. Paritta Avamaïgala dibaca atau diulangi agar yang mendengar dan setelah tahu artinya bisa berubah pikiran dari bersedih menjadi bijaksana dan rela melepas orang yang dicintai. Semua makhluk turut bersuka cita atas peristiwa ini. Sang Buddha menamakan upacara ini dengan nama Upacara Ullambana, yaitu suatu upacara untuk menolong makhluk-makhluk yang karena karma buruknya tumimbal lahir dan menderita di 3 alam sengsara. Selanjutnya upacara ini dilakukan tiap tahun sampai sekarang. Demikianlah asal mula diadakannya Upacara Ulambana yang tetap diperingati setiap tahun sampai sekarang.

Sabbe satta sabba dukkha pamuccantu – Sabbe satta bhavantu sukhitata : Semoga semua makhluk terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia, sadhu…Sadhu…Sadhu…

Close Ads X
Close Ads X