Teka-teki Siti Aisyah

Dubes Malaysia untuk Indonesia Dato Seri Zahrain Mohamed Hashim menyampaikan keterangan kepada awak media terkait kondisi tersangka kasus pembunuhan Kim Jong Nam, Siti Aisyah di Kedubes Malaysia, Jakarta, Kamis (23/2). Dato Seri Zahrain Mohamed Hashim menyatakan berdasarkan aturan yang ada di Malaysia seorang tersangka belum bisa menerima tamu sampai investigasi selesai dan ia memastikan Aisyah di tahanan dalam kondisi baik. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/17.

Hari masih pagi, belum benar-benar beranjak siang di Terminal 2 Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Jam di dinding menunjukkan pukul 08.20 Senin pekan lalu. Kamera bandara merekam seorang laki-laki berkepala plontos dengan ransel hitam terselempang di pundak tengah berdiri tak jauh dari kedai kopi Starbucks dan restoran Puffy Buffy. Ada banyak orang di sekelilingnya.

Tiba-tiba dari belakang, seorang perempuan mengenakan kaus putih berlengan panjang dan rok pendek menghampiri dan membekapkan kain ke muka laki-laki itu. Satu perempuan lagi, menurut Fadzil Ahmad, Kepala Departemen Investigasi Kriminal Kepolisian Selangor, berdiri di depan laki-laki itu untuk mengalihkan perhatiannya.

Hanya dalam hitungan detik, bekapan kain itu menunjukkan efeknya. Laki-laki itu melapor kepada petugas telah disemprot sesuatu dan dibekap seorang perempuan. Dia mulai kliyengan. Petugas keamanan bandara segera membawanya ke Klinik Menara di kompleks bandara. “Tapi laki-laki itu masih merasa kurang enak badan,” kata Fadzil kepada Reuters. Dia buru-buru dilarikan ke Rumah Sakit Putrajaya. Tapi nyawanya tak tertolong.

Laki-laki itu memegang tiket pesawat AirAsia dari Kuala Lumpur menuju Makau. Nama yang tertera, Kim Chol, dan lahir pada 10 Juni 1970. Belakangan, setelah mencocokkan sidik jarinya, Dinas Intelijen Korea Selatan memastikan bahwa dia adalah Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un, pemimpin tertinggi Korea Utara. Jong-nam, yang sejak hampir lima belas tahun tinggal di Makau, lahir pada 10 Mei 1971. Ayahnya, Kim Jong-il, pemimpin tertinggi Korea Utara, meninggal lima tahun lalu. Jong-nam tiba di Kuala Lumpur dari Makau pada 6 Februari lalu.

Kepolisian Malaysia telah menangkap empat tersangka. Dua perempuan terekam dalam kamera bandara, Doan Thi Huong, 28 tahun, warga Vietnam, dan Siti Aisyah, 25 tahun, warga Indonesia kelahiran Serang, Banten. Dua orang lagi, Muhammad Farid bin Jalaluddin, 26 tahun, warga Malaysia teman dekat Aisyah, dan Ri Jong-chol, warga Korea Utara.

Masih ada empat orang tersangka lagi, semuanya warga Korea Utara, yang diburu Kepolisian Malaysia. Mereka adalah Ri Ji-hyon, 33 tahun, Hong Song-hac (34), O Jong-gil (55), dan Ri Jae-nam (57). Keempat orang ini telah meninggalkan Kuala Lumpur menuju Dubai, Uni Emirat Arab, lewat Jakarta, pada hari kematian Jong-nam. Dari Dubai, mereka terbang lagi ke Vladivostok, Rusia, sebelum tiba kembali di Pyongyang, Korea Utara, pada hari Jumat, 17 Februari, empat hari setelah Jong-nam terbunuh.

Sumber di Kepolisian Malaysia, kepada Channel News Asia, mengatakan keempat orang ini tiba di Malaysia antara 31 Januari dan 7 Februari lalu. Dia menduga empat orang inilah yang merekrut Aisyah dan Doan Thi Huong. “Merekalah yang merencanakan pembunuhan ini,” kata polisi itu.

Teringat Aisyah
Di rumahnya di kampung Rancasumur, Pabuaran, Serang, Banten, Asria dan istrinya, Benah, tak bisa tenang setelah menyimak berita pembunuhan Kim Jong-nam di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia, Senin pagi pekan lalu. Apalagi mendengar salah satu tersangka adalah seorang perempuan asal Serang, Banten. Mereka teringat Siti Aisyah, putri bungsunya, yang bekerja di Malaysia.

Benah mencoba menghubungi Aisyah beberapa kali, tapi ponselnya tak aktif. Pada dini hari dua hari kemudian, Aisyah menelepon ibunya. Telepon baru diangkat, di seberang terdengar tangisan putrinya. Aisyah mengaku ditangkap Polisi Diraja Malaysia. Benah ikut berurai air mata.

Benah bertanya apakah putrinya benar terlibat pembunuhan Jong-nam seperti di berita-berita. “Iya, Eneng (sapaan Aisyah) ditangkap. Pokoknya Emak jangan khawatir. Eneng kan nggak bersalah. Nggak tahu salah tangkap atau bagaimana. Semoga cepat keluar,” kata Benah menirukan kata-kata Aisyah. Sejak telepon singkat itu, tak ada lagi kabar dari Aisyah. Sejak hari itu, tak ada makanan yang terasa enak di lidah Benah dan Asria.

“Bapak mah tidur sebentar, Ibu mah kebangun terus. Kepikiran Eneng,” ujar Benah. Dia dan suaminya masih tak percaya Aisyah terlibat dalam pembunuhan kakak tiri pemimpin Korea Utara itu. “Saya minta tolong, Bapak Presiden Jokowi dan Pak Jusuf Kalla, anak Ibu nggak bersalah, tolong dibebasin.”

Sehari sebelum Aisyah ditangkap, dia sempat menghubungi Iqbal, 23 tahun, keponakannya, lewat video call. Kepada Iqbal, Aisyah mengaku tengah sakit dan berada di salah satu apartemen. Ia berjanji akan pulang ke Serang pada 24 Februari 2017. Tapi Aisyah malah meringkuk di sel tahanan polisi. Dia ditangkap polisi di Hotel Flamingo By The Lake, kawasan Ampang, Selangor, Kamis, 16 Februari, pukul 02.00 waktu setempat.

Kepada Iqbal, Aisyah menuturkan sedang terlibat dalam pembuatan acara reality show. Aisyah berperan mengisengi orang. Dia mendapat honor Rp 2-3 juta. Iqbal tak tahu persis acara apa yang dimaksudkan Aisyah. Dia juga tak tahu apa perusahaan yang mempekerjakan bibinya itu. Aisyah mengatakan produser program acara itu melarangnya mengetahui hasil syuting. “Kata produsernya, ngapain kamu lihat. Kalau kamu lihat, juga sia-sia,” Iqbal menirukan Aisyah.

Lama Diancam Bunuh
Sudah lama Korea Utara bukan lagi rumah bagi Kim Jong-nam. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di Makau, kota kasino di Cina. “Dia sering terlihat makan dan minum-minum di restoran Makau dan berjudi,” harian South China Morning Post menulis sepuluh tahun lalu.

Salah satu tempat hiburan malam yang jadi langganan Jong-nam adalah klub malam di Hotel Lisbon. Menurut sejumlah sumber yang dikutip koran itu, sehari-hari Jong-nam bepergian dengan naik taksi. Tak ada pengawal yang menyertai. Jong-nam tampak menikmati betul hidup bebas di Makau. Kadang dia tampak di Makau, kadang beredar di Singapura atau Paris, pernah pula dia bersantai di Jakarta.

“Jong-nam pernah mengatakan dia lebih bahagia di Makau ketimbang di kampung halamannya,” ujar seorang sumber. Walaupun tak punya pekerjaan yang jelas, menurut teman-temannya, Jong-nam tak pernah kekurangan uang. Jong-nam sendiri juga bukan tipe orang yang hidup bermewah-mewah. “Seleranya sangat merakyat…. Kadang malam-malam dia berhenti di tengah jalan dan nongkrong di pinggir jalan.”

Sebagai putra sulung Kim Jong-il, dulu Jong-nam pernah digadang-gadang akan jadi penerus rezim. Pada awal 2000-an, dia sudah menempati sejumlah posisi strategis di Pyongyang. Tapi, setelah tertangkap memakai paspor palsu saat mendarat di Bandara Narita, Jepang, pada Mei 2001, Jong-nam tersingkir dari garis takhta Pyongyang. Insiden itu membuat malu ayahnya. Gara-gara kejadian itu, Kim Jong-il membatalkan kunjungannya ke Cina.

Kepada Chosun Ilbo beberapa waktu lalu, Jong-nam mengatakan tak lagi jadi favorit ayahnya setelah pulang dari sekolah di Swiss. “Sikapku makin jauh dari ayahku…. Aku menghendaki reformasi dan keterbukaan pasar,” kata Jong-nam. Tak hanya makin jauh dari sang ayah, hubungannya dengan adik tiri, Kim Jong-un, juga makin renggang. Apalagi setelah Jong-nam berkali-kali melontarkan kritik kepada penguasa Pyongyang.

Salah satu kritiknya adalah soal kekuasaan turun-temurun Dinasti Kim di Korea Utara. “Suksesi model dinasti ini jadi lelucon di dunia luar,” kata Jong-nam. Dia juga punya ramalan untuk nasib Kim Jong-un, adik tiri yang menggantikannya sebagai penerus waris rezim Kim. “Kekuasaan Kim Jong-un tak akan berumur panjang.” Dalam bukunya yang ditulis oleh wartawan Jepang, Yoji Gomi, Jong-nam kembali mengkritik adik tirinya.

Kepada wartawan BBC empat tahun lalu, Yoji mengatakan keyakinannya bahwa buku itu tak akan membahayakan hidup Jong-nam. “Menurut teman-temanku, dia tinggal di Makau dan baik-baik saja,” kata Yoji. Tapi menurut seorang teman sekolah Jong-nam di Swiss, Anthony Sahakian, beberapa tahun belakangan, sebenarnya Jong-nam mulai cemas dengan nyawanya.

“Dia ketakutan dan dia jelas khawatir,” kata Sahakian kepada Guardian beberapa hari lalu. Padahal, kata dia, Jong-nam bukan ancaman bagi penguasa Pyongyang. “Dia tak pernah tertarik pada kekuasaan.” Entah Kim Jong-un atau bukan yang memerintahkan pembunuhan, tapi kini kekhawatiran Jong-nam terbukti.
(dtx)

Close Ads X
Close Ads X