Siapa Bilang Jodoh Tak ke Mana

Berangkat pagi, pulang sudah larut malam. Begitu hidup Dian Apsari, 28 tahun, selama sekian tahun. Hiruk-pikuk Jakarta dan kesibukan kerja memakan tenaga dan pikirannya. Jodoh pun luput dari pikirannya.

“Saya sudah seperti juru kunci kantor, datang paling awal dan pulang belakangan,” kata Dian beberapa hari lalu. Umur Dian sebenarnya masih terhitung muda, tapi teman-temannya di kantor kadang usil bertanya. “Mbak, kok kerja terus sih, memang nggak pengin menikah?” dia menirukan pertanyaan teman-temannya.

Mencari suami mulai jadi pikiran. Tapi lantaran hidup Dian hanya kantor dan rumah, dia kesulitan juga mencari calon suami. Apalagi di perusahaannya, salah satu bank pemerintah, sesama karyawan tak diperkenankan menikah. “Salah satu harus keluar,” kata Dian.

Dia sempat meminta tolong orang tua untuk mencarikannya pasangan. Tapi dia merasa kurang cocok dengan calon suami yang dipilihkan orang tua. Lalu harus cari ke mana lagi?

Kata orang, jodoh tak akan lari ke mana. Jadi tak usah cemas. Tapi apa iya, tanpa usaha, jodoh akan datang sendiri ke rumah untuk melamar?

Nyatanya ada lumayan banyak orang, laki-laki maupun perempuan, karena satu dan lain hal, yang kesulitan mendapatkan pasangan.

Kata Razi Thalib, pendiri dan bos Setipe.com, ada banyak hal yang membuat orang masih melajang. Ada yang punya harapan kelewat muluk, menginginkan pasangan yang harus ini dan itu, sehingga tak ketemu-ketemu yang cocok dengan seleranya. Ada pula yang kelewat sibuk mengejar karier sehingga tak punya waktu bergaul.

“Bahkan ujung-ujungnya, ada yang sampai memutuskan lebih baik hidup melajang ketimbang terpaksa menikah tapi tak bahagia,” kata Razi.

Tak di Jakarta, tak di Surabaya, di Los Angeles, atau New York, masalahnya kurang-lebih sama. Dulu perjodohan yang diatur orang tua bisa jadi jalan keluar ketika sang anak susah mendapatkan teman hidup.

Tapi sekarang bukan zaman Sitti Nurbaya ala novel Marah Rusli. Jika “pilihan” di sekeliling terlalu sedikit, ada banyak sekali situs kencan dan cari jodoh di Internet. Setipe, yang sudah berumur empat tahun, hanya satu di antaranya.

Yang “berbendera asing” misalnya Tinder, OkCupid, eHarmony, Match, dan Hinge. Ada pula situs jodoh berbasis kesamaan agama, seperti Qiran, Muslima, dan Jdate. Situs jodoh yang berbendera Merah-Putih selain Setipe antara lain, AyoNikah, BelahanJiwa, Meetra, JodohSakinah, dan AsmaraKita.

Setipe, kata Razi, sudah punya lebih dari 800 ribu pengguna. Supaya tak dipakai “main-main”, Razi dan timnya menyaring pengguna Setipe lewat 100 pertanyaan yang wajib diisi oleh pencari pasangan. Selain sebagai filter, 100 pertanyaan itu juga merupakan alat Setipe untuk memetakan siapa pemakainya, juga keinginan dan kebutuhannya.

“Semua wajib dijawab…. Kalau ada yang tak diisi, dia tak akan dipertemukan dengan siapa pun,” kata Razi. Di situs ini, calon jodoh memang dicarikan dan dipertemukan oleh “mesin” Setipe.

Tak ada fitur search ala Google di Setipe. Salah satu pertimbangannya adalah melindungi privasi pemakainya. Sampai hari ini, sudah ada 201 undangan pernikahan dari penggunanya yang diterima tim Setipe.

Undangan pertama yang diterima Razi berasal dari pasangan yang tinggal di BSD, Tangerang Selatan, pada 14 Januari 2015.

Sekarang, berkat Setipe, Dian sudah menemukan “belahan jiwa”-nya, Ahmad Fauzi, 31 tahun. Mereka, kata Dian dan Fauzi, sama sekali tak merasa malu memakai situs jodoh untuk mendapatkan jodoh.

“Mengapa harus malu…. Kami sama-sama lajang dan serius mau menikah,” kata Dian. Sembilan bulan setelah Fauzi mengucapkan salam perkenalan di Setipe, “assalamualaikum”, pada 13 Juni 2016 mereka menikah di Bekasi.

Situs jodoh memang bukan lagi sesuatu yang mesti bikin malu. Di Amerika Serikat, menurut penelitian Pew Research Center pada 2016, lebih dari 15 persen orang dewasa memakai situs jodoh untuk mencari pasangan.

Sebagian besar warga Amerika juga tak lagi memandang situs kencan dan jodoh dengan negatif. Rata-rata warga Amerika berpendapat situs seperti Tinder dan Match banyak menolong mereka berkenalan dengan orang baru.

Bukan hanya mereka yang sudah berumur yang memakai situs jodoh. Ada 27 persen pengguna yang masih berumur 18-24 tahun. Di Setipe, mayoritas pengguna berumur 25-35 tahun. Tapi pengguna berumur kurang dari 24 tahun juga makin banyak.

Di antara yang serius cari istri atau suami, tentu saja ada pula yang sekadar “bermain-main”. Di antara yang serius misal nya Amy Giberson dan Justin Pounders, keduanya 34 tahun dan sama-sama warga Florida. Mereka dipertemukan oleh Match.

“Aku melihat foto dia dan langsung tersedot,” kata Justin dikutip People. “Aku tak bisa menjelaskan, tapi aku merasa harus mengenalnya.” Mereka menikah setahun lalu.

(dtx)

Close Ads X
Close Ads X