Riset Listrik Tenaga Nuklir Tidak Akurat

Jakarta | Jurnal Asia
Pemerintah melalui Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maupun Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) belakangan gencar mengkampanyekan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) ke masyarakat. Klaim instansi pemerintah yang menyatakan bahwa tenaga nuklir aman untuk digunakan di Indonesia sebagai sumber energi listrik baru, dinilai pengamat energi sebagai sesuatu yang menyesatkan.
\
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa mengatakan per­nyataan-pernyataan dari instansi pemerintah mengenai PLTN ba­nyak yang tidak akurat. Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang dibuat terhadap PLTN pun seringkali tidak akurat. Sementara Fabby menilai, semestinya pem­bangunan PLTN didasari restu masyarakat.

“PLTN itu mestinya keputusan masyarakat, bukan segelintir ahli. Keputusan yang baik itu dasarnya informasi yang baik,” ujar Fabby dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (7/6).
Fabby juga menyebut PLTN sebagai pilihan yang mahal dan berisiko. “Nuklir itu bukan pilihan murah,” ujarnya.

Dia menjelaskan, sebuah PLTN memang dapat beroperasi selama 40 tahun dan bahkan bisa diperpanjang hingga 50 tahun. Namun, buntut pengoperasian PLTN ini dapat memakan biaya yang lebih besar. “Oke, memang bisa hingga puluhan tahun, tapi limbahnya ribuan tahun. Kita bisa cek lewat internet kasus di negara-negara yang punya PLTN,” kata dia.

Tidak hanya Fabby, bahkan Anggota Dewan Energi Nasional Ri­naldy Dalimi menegaskan hal serupa. Menurut Rinaldy, banyak informasi yang digunakan oleh instansi pemerintah tidak menggunakan sumber yang te­pat. Hal tersebut membuat para pejabat di instansi tersebut me­ngalami salah kaprah atas nuklir.

Sebagai contoh, dia mengaku pernah bertemu dengan Wakil Gubernur dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangka Belitung, salah satu tempat di mana akan dibangun PLTN. Pihak pemerintah daerah tersebut, menurutnya, menyatakan akan membangun PLTN bertenaga Torium karena Uranium terlalu berbahaya. Namun, pada kenya­taannya, justru tidak demikian.
“Ternyata PLTN Uranium yang akan dibangun. Maka diterimalah oleh masyarakat yang tidak tahu,” kata dia.

Dukungan Masyarakat
Menurut Yarianto, jajak pen­dapat sudah dilakukan sejak 2010. Pada tahun pertama, Batan mendapati 60 persen warga menyetujui pembangunan PLTN. Ang­ka tersebut sempat turun pada 2011 lantaran musibah reaktor nuklir Fukushima di Jepang pada 2011, namun kembali meningkat pada 2012 hingga 72 persen. “Memang tidak mungkin 100 persen, tapi angka itu sudah cukup bagus bagi pemerintah untuk memulai proyek PLTN,” kata dia.

Ketika ditanyai soal nilai inves­tasi yang diperlukan, Yarianto pun mengakui PLTN akan memakan banyak biaya. “Masalah investasi saya katakan sejujurnya memang bisa dua kali lipat dibanding pembangkit listrik biasa. Tapi operasinya murah, karena bahan bakarnya sangat kompak,” ujar­nya. (cnn)

Close Ads X
Close Ads X