Kenaikan sejumlah tarif tol yang sudah diterapkan pada bulan lalu dan yang akan diterapkan pada Desember 2017 ini juga tak luput dari komentar miring dari para pengguna setia jalan tol.
Seperti halnya, Sumarno, sopir angkutan barang pengguna ruas Tangerang-Merak yang menyayangkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Sebab, kenaikan tarif tol sebesar Rp3.000 tersebut nyatanya cukup memberatkan dirinya.
Ia pun merasa, kebijakan pemerintah justru semakin mempersulit masyarakat kecil sepertinya. Apalagi sebelumnya, dia juga belum selesai dengan disibukkannya kewajiban penggunaan uang elektronik untuk pembayaran tol.
“Belum selesai kemarin soal e-toll yang di mana pengguna masih bingung juga. Sudah ditambah lagi dengan kenaikan tarif. Harusnya, pemerintah dapat satu-satu menuntaskan atau menimbulkan aturan,” keluh Sumarno.
Pengguna lain tol Cikupa-Merak, Yoyo, justru setuju saja dengan adanya kenaikan tarif. Namun, nantinya harus terdapat peningkatan pelayanan.
“Kalau pelayanannya dapat meningkat lalu tidak macet tentu, kami setuju saja naik tarif,” ujarnya.
Sementara itu, untuk pengguna jalan tol dalam kota seperti Bayu Aji menilai, rencana kenaikan tarif tol dalam kota sebesar Rp500 pada 8 Desember nanti tak bisa ditolak begitu saja oleh masyarakat.
Terlebih, menurutnya, kenaikan tarif yang akan dilakukan pemerintah kali ini sudah berlindung di balik UU yang mengatur tentang jalan. Tentunya sangat dilematis bila ternyata tak mengikuti UU yang sudah dibuat.
“Ya, masyarakat kalau ditanya soal ini jawabnya pasti terpaksa, sebab kalau menolak dikatakan tak menjalankan UU. Jadi kita negara hukum, tapi hukumnya tak berpihak masyarakat, jadi kita yang bingung,” ujar Bayu yang tinggal di daerah Jatiwaringin itu.
(vn)