Resmi Tersangka, Abraham Samad Siap Mundur 22 Petugas KPK Menyusul

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad melepas kacamatanya usai menggelar jumpa pers terkait penetapannya sebagai tersangka dugaan pemalsuan dokumen di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/2) malam.
Jakarta | Jurnal Asia
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulselbar telah menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sebagai tersangka terkait pemalsuan dokumen. Sedangkan 22 anggota komisi anti rasuah lainnya disebutkan juga menyusul, akibat lalai dalam pengurusan izin senjata api (senpi) yang sudah kadaluarsa.

Penetapan status tersangka terhadap Abraham Samad diungkapkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulselbar Komisaris Besar Endi Sutendi saat menggelar konferensi pers di Markas Polda Sulselbar, Jalan Perintis Kemerdekaan, Selasa (17/2).

“Setelah gelar perkara di Bareskrim yang dihadiri penyidik Polda Sulselbar, Abraham Samad telah ditetapkan seba­gai tersangka pemalsuan dokumen. Pene­tapan tersangka tersebut pada tanggal 9 Februari 2015,” ujar Endi.

Menurut Endi, penyidik melihat per­kara tersebut sudah cukup bukti. Ada­pun barang bukti yang disita berupa kartu keluarga (KK), KTP Feriyani Lim, dan paspor Feriyani Lim yang diduga palsu.

“Jadi, sampai sejauh ini, penyidik telah memeriksa 23 saksi, baik dari pihak imigrasi, kecamatan dan kelurahan, maupun pihak terkait lainnya. Dalam kasus ini, Abraham Samad sebagai kepala keluarga dan Feriyani Lim sebagai famili,” kata Endi.

Sebelumnya telah diberitakan, Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat, menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada tahun 2007 lalu, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

21 Penyidik KPK Terancam 2 Tahun Penjara
Sebanyak 21 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terancam masuk penjara. Mereka akan dijerat dengan kasus kepemilikan senjata secara ilegal. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Budi Waseso, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 17 Februari 2015. Menurut Budi, anggota Polri yang ditugaskan di KPK itu belum mengembalikan senjata api yang selama ini mereka kuasai.“Ya jelas salah, dia menguasai senjata ilegal. Melanggar undang-undang. Pelanggaran berat atau nggak, yang jelas 12 tahun penjara,” ujar Budi Waseso.

Mengapa kasus ini baru ditangani oleh Bareskrim Polri, Komjen Budi Waseso mengatakan, kasus ini didasari atas laporan dari masyarakat. “Pelanggaran hukum kita tegakkan. Kita harus menegakkan hukum sejelas jelasnya,” Budi menegaskan.

Penyidik Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus kepemilikan senjata ilegal ini. Saat ini, beberapa senjata api milik penyidik KPK itu sudah diamankan sebagai barang bukti.
Lalu, apakah penyidik KPK yang berasal dari Polri itu bisa memperpanjang izin kepemilikan senjatanya?

“Boleh, tapi bukan berarti menggugurkan pelanggaran itu, karena sudah lewat batas waktunya. Di saat sekarang ini dia sudah menggunakan senjata ilegal,” kata Budi Waseso.
Kata Budi, dampak tidak memperpanjang izin kepemilikan senjata api bagi anggota Polri adalah pelanggaran berat. Oleh sebab itu, setiap personel yang bertugas di mana pun, harus memperhatikan masa izin kepemilikan senjata apinya. Termasuk penyidik di KPK.

“Aturan kepemilikan senjata memang demikian itu ya. Punya amunisi berapa, dipakainya untuk apa saja, dan harus dibikin berita acara untuk mempertanggung jawabkan peluru itu,” kata Budi Waseso.

-Siap Mundur dari KPK
Ketua KPK Abraham Samad siap mundur dari jabatannya, menyusul penetapan tersangka polisi atas dirinya terkait pemalsuan dokumen. Seorang perempuan yang disebut Samad tak dikenalnya, Feriyani Lim pada 2007 lalu membuat kartu keluarga dengan nama Samad sebagai kepala keluarga.“Standar bagi pimpinan KPK dan tidak ada masalah untuk hal itu,” jelas Samad di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (17/2).

Samad dalam jumpa pers didampingi Chatarina Girsang dari biro hukum KPK serta Deputi Pencegahan KPK Johan Budi serta pengacaranya. “Pesan terakhir saya, seluruh media massa dan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke menilai bersama kasus ini, semoga Allah SWT memberikan pencerahan untuk bisa melihat kebenaran itu, walau kebenaran itu ditemukan di dalam kegelapan,” jelas dia. “Saya tegaskan bahwa saya tidak mengenal seorang wanita yang bernama Feriyani Lim,” ujar Abraham lagi.

Saat pengajuan permohonan pembuatan paspor pada 2007 lalu, Feriyani Lim diduga memalsukan dokumen dengan memasukkan namanya dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Padahal, kata Abraham, alamat yang tertera dalam KK tersebut bukanlah alamat rumahnya. “Alamat tadi yang disampaikan sejak 1999, saya beralamat di rumah saya di jalan Mapala. Saya pribadi bingung dengan KK yang dimaksud karena itu adalah ruko,” kata Abraham.

Direktorat Reskrimum Polda Sulselbar menetapkan Abraham sebagai tersangka kasus tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana administrasi kependudukan. Abraham mengaku tidak melakukan apa yang telah dituduhkan kepadanya sehingga ditetapkan sebagai tersangka.

“Dalam hati kecil saya, saya tidak dapat menerima karena apa yang dituduhkan kepada saya sama sekali tidak pernah melakukan dan tidak mengetahui persangkaan ini,” ujar Abraham.
Abraham menduga, sejak awal ia telah menjadi target kriminalisasi oleh pihak lain. Apalagi, sejak penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Ia menyadari bahwa penetapannya sebagai tersangka merupakan risiko yang menghalangi jalan KPK dalam upaya memberantas korupsi. “Saya sadar memberantas korupsi yang begitu masif korupsinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi saya yakin Insya Allah kebenaran akan muncul,” kata Abraham.

-Surat Panggilan Bermasalah
Ketua KPK Abraham Samad telah menerima surat panggilan dari Polda Sulselbar untuk diperiksa sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen. Namun, karena surat panggilan bermasalah, tim kuasa hukum menyarankan agar Samad tak memenuhi panggilan.

“Tadi saya sudah ketemu Pak AS untuk bicarakan tentang surat panggilan yang sudah diterimanya dan dia sudah melakukan pengecekkan terhadap data-data yang menjadi dasar tuduhan dan saya sendiri sudah melihat surat panggilan. Surat panggilan itu lagi-lagi tidak ada sprindiknya dan surat penetapan tersangka juga tidak dicantumkan di sini juga,” kata kuasa hukum Samad, Nursyahbani Katjasoengkana di KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (17/2).

Kejanggalan lain dalam surat panggilan itu adalah tidak adanya keterangan kapan terjadinya tindak pidana yang dituduhkan. Sehingga, tim pengacara menyarankan agar Samad tak memenuhi panggilan sebelum surat panggilan diperbaiki.

“‎Mengenai tempus delicti-nya tidak disebutkan dalam surat panggilan ini. Oleh karena itu saya sebagai kuasa hukum yang sudah diberikan surat kuasa sejak kemarin menyarankan untuk tidak dulu menghadiri surat panggilan sebelum ada kejelasan dan memenuhi syarat-syarat sebagai surat panggilan yang benar,” jelas Nursyahbani.

Menurut pengacara senior itu, dalam surat panggilan memang telah tercantum pasal-pasal yang disangkakan ke Samad. Namun lagi-lagi, pasal yang disangkakan juga dianggap janggal.
“Pasal sangkaannya itu pasal 264 ayat 1 sub pasal 266 ayat 1 KUHP atau, ini pakai atau ya, padahal nggak boleh pakai kata atau, jadi ini tidak jelas, atau pasal 93 UU no 23 tahun 2006 yang diperbaharui UU no 24 tahun 2013‎,” tutur Nursyahbani.

“‎Surat panggilan tidak lengkap dasar-dasarnya, tidak disebutkan tempus delicti-nya sehingga dia tidak tahu perbuatan yang kapan, dan ini kan hanya menyangkut tindak pidana administrasi. Jadi tidak akan hadiri panggilan sampai ini (menunjuk surat panggilan) ada kejelasan lebih lanjut‎,” tegasnya. (ant/kcm/vv)

Close Ads X
Close Ads X