PLN Batal Dapat PMN Rp 10 Triliun | Kontraktor Proyek Listrik Swasta Ketar-ketir

Jakarta | Jurnal Asia
Pemerintah dan DPR sepakat tidak memasukkan Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap BUMN, termasuk ke PT PLN dalam postur APBN 2016. PMN akan dibahas dalam APBN Perubahan 2016 yang akan dibahas pada Februari 2016. Target tersedianya listrik 35 ribu megawatt pun terancam, tak luput kontraktor listrik swasta menjadi ketar-ketir karena proyek terhambat.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms Fabby Tumiwa mengatakan, kondisi ini berpotensi mengganggu upaya pemenuhan target listrik 35.000 Megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah dalam 5 tahun ke depan.

PT PLN (Persero) tertunda menerima suntikan dana berupa PMN akibat keputusan antara Pemerintah dan DPR tersebut. Padahal, BUMN listrik ini dipercaya pemerintah bisa menyediakan 5.000 MW dari target pemerintah 35.000 MW dan jaringan listrik ribuan kilometer.

“Kalau itu tidak cair maka pem­bangunan transmisi bisa te­r­hambat demikian juga pem­bangkit. Artinya kalau tugas 42.000 km, bisa saja tugas itu ng­gak jadi karena kurang uang-nya,” kata Fabby dalam diskusi be­rtajuk Energi Kita di Gedung De­wan Pers, Jakarta, Minggu (8/11).

Hal senada diungkapkan Ke­tua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Eddy Ganefo dalam acara tersebut. Ia mengatakan tak adanya PMN dalam postur APBN dikhawatirkan juga bisa menghambat perputaran roda ekonomi secara umum.

Pihak swasta yang sedianya bertindak sebagai kontraktor pelaksana pembangunan pembangkit dan jaringan listrik terancam tak bisa bekerja lantaran PLN batal mendapat suntikan dana untuk membiayai mega proyek tersebut. “Kalau PMN turun kan PLN butuh kontraktor. Nah kalau PMN nggak jadi, peluang swasta hilang,” katanya.

Namun hal tersebut, sambung dia, bukan tanpa solusi. Pem­bangunan pembangkit dan ja­ringan listrik yang sebelumnya dipercayakan kepada PLN bisa diserahkan ke investor swasta.
Cara ini akan lebih efektif me­­ngurangi beban anggaran pe­merintah karena di saat ber­samaan berbagai proyek infrastruktur dilakukan berbarengan.

Pemerintah pun tak perlu kha­watir masyarakat akan terbebani biaya tinggi karena pembangkit listrik dan jaringannya dibangun oleh swasta. “Justru akan ada persaingan usaha yang sehat dan mereka akan dapat harga yang rendah,” kata Eddy.

Ekonom Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfan Syafrian punya pandangan sama. Menurutnya, tidak masuknya PMN dalam Postur APBN bisa dimanfaatkan untuk mengumumkan bahwa sebenarnya pemerintah tak sanggup sendirian menanggung biaya pembangunan listrik 35.000 MW.

Momentum ini pun bisa dimanfaatkan untuk membuka peluang swasta bersaing dengan lebih adil. Menurutnya, keberadaan PMN selama ini membuat pihak swasta ciut untuk ambil bagian dalam proyek-proyek yang di dalamnya melibatkan BUMN.

“Karena dengan adanya PMN ini pemerintah terlalu berpihak kepada BUMN padahal swasta adalah penggerak. Bisa jadi swasta akan cemas karena jatah mereka berkurang. Harusnya berikan lapangan permainan yang sama antara pemerintah dan swasta,” katanya. Seperti diketahui dari Rp 40 triliun PMN yang diajukan pemerintah tahun depan, sebanyak Rp 10 triliun diusulkan untuk PT PLN.

Kadin Minta Swasta Berperan
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta agar penyediaan listrik di Indonesia tidak hanya dibebankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Setidaknya ada dua kelompok swasta yang bisa menjadi penyedia listrik.

“Swasta ini bisa diambil dua kelompok sebagai investor listrik dan kontraktor listrik,” ujar Ketua Umum Kadin Edi Ganefo, di Gedung Dewan Pers. Ia menilai, hal tersebut penting mengingat pemerintah memiliki proyek pembangunan tenaga listrik sebesar 35.000 megawatt (MW). Menurut Edi, hal ini bisa menjadi celah bagi swasta untuk masuk membangun listrik di Tanah Air. “Proyek ini bisa diambil oleh swsata tapi tinggal bagaimana pemerintah itu menarik swasta, supaya swasta mau masuk untuk bangun listrik di Indonesia,” jelas dia.

Dirinya menambahkan, keterlibatan swasta dalam membangun listrik di Indonesia juga akan memberikan harga yang lebih murah. Pasalnya, selama ini harga listrik dimonopoli oleh PLN. “Diswastakan saja sehingga tidak ada monopoli dari listrik. Pemerintah hanya mengurus distribusi listriknya. Sehingga ada persaingan harga di sana,” pungkasnya.

Menteri ESDM Tak Khawatir
PT PLN (Persero) tertunda menerima suntikan dana berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) akibat keputusan antara Pemerintah dan DPR saat pengesahan UU APBN 2016. Padahal, BUMN listrik ini dipercaya pemerintah bisa menyediakan 5.000 MW dari target pemerintah 35.000 MW dan jaringan listrik ribuan kilometer.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan masalah ini belum mengkhawatirkan terkait target percepatan proyek listrik 35.000 MW hingga 2019. “Saya masih punya harapan bahwa pada akhirnya kita punya solusi dan sekarang saya belum perlu khawatir. Toh kalaupun kemarin disepakati PMN masuk APBN 2016, tetap butuh waktu juga untuk pencairannya. Sehingga saat ini belum perlu dikhawatirkan,” kata dalam acara konferensi pers ‘Membangun Lanskap Baru Sektor ESDM 1 Tahun Capaian Kinerja Kementerian ESDM di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/11)

Sudirman mengatakan PMN yang dialokasikan ke sektor energi antara lain ke PLN sekitar Rp 10 triliun dan ke anak usaha Pertamina Rp 1,6 triliun. Jadi semuanya sekitar Rp 11,6 triliun. Sedangkan total PMN yang sempat diajukan pemerintah tahun depan Rp 40 triliun. “PMN ini kan sifatnya Jangka panjang. BUMN dapat suntikan baru punya kemampuan financial baru dan program yang kita agendakan dapat terlaksana,” katanya.

Sebelumnya Dirut PLN Sofyan Basir tak khawatir dengan tertundanya pengalokasian PMN untuk PLN. Sofyan beralasan PLN bisa meminjam ke berbagai sumber pembiayaan lain.
PLN Monopoli

Sementara, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) sebagai penyedia listrik di negara ini dianggap terlalu memonopoli harga listrik. Padahal, kemampuannya melayani masyarakat masih kurang sehingga pemerintah diminta membuka peluang bagi swasta agar penyedia listrik bisa lebih kompetitif.

Kendati demikian, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, penyediaan listrik yang kompetitif tidak langsung berdampak pada harga listrik yang lebih murah bagi masyarakat. “Saya sudah melakukan review di banyak negara di Amerika dan Asia. Semua yang listriknya fully competitive itu pasti murah, itu nonsense,” ujarnya.

Dirinya mencontohkan, negara tetangga Indonesia, yaitu Filipina yang telah menerapkan sistem kompetitif penuh bagi penyediaan listrik justru memiliki harga jual listrik per Kilo Watt Hour (kWH) yang lebih mahal dibandingkan Indonesia. “Hari ini harga listrik di Filipina itu 8,5 sampai 9 peso. Sekitar Rp2.700 rupiah per Kwh, dua kali lipat harga di sini,” pungkas dia. (dtf/mtv)

Close Ads X
Close Ads X