Nelson Mandela Cinta Indonesia

Nelson Mandela, the former South AfricaWalau telah tiada,  Nelson Mandela   meninggalkan  kenangan manis bagi  banyak orang. Duta Besar Afrika Selatan (Afsel) untuk Indonesia, Noa Noel Lehoko, mengungkapkan betapa bangganya dia pernah berbicara langsung dengan mantan presidennya itu, yang lebih dikenal sebagai pejuang kemanusiaan dan anti diskriminasi rezim apartheid. Berikut paparan lengkap bincang-bincang dengan Lehoko, yang menjelaskan jasa besar Mandela bagi bangsanya, dunia, dan bagi hubungan pemerintah Afsel dengan Indonesia, serta bagaimana kedua bangsa telah menjalin hubungan sejak ratusan tahun lampau.

Bagaimana sosok Nelson Mandela di mata Anda?
Mandela merupakan sosok yang besar. Para pengikutnya di Afsel mengakui hal tersebut. Presiden-presiden selanjutnya setelah periode kepemimpinan Mandela bahkan tidak sebesar dia.
Dia merupakan seorang bintang dan magnet bagi banyak orang, rendah hati. Dia kerap mengatakan “keputusan saya dibuat berdasarkan para pemimpin di Kongres Nasional Afrika (ANC).” Jadi bukan oleh dirinya sendiri. Namun, dia memang orang yang pintar dan telah diberkahi sejak dia lahir. Mandela pernah bekerja menjadi pengacara.
Keputusan Mandela bagi publik dipengaruhi pemikirannya yang bersifat kolektif. Dia pemimpin ANC. Dia tetap dekat dengan rakyat walau setelah sekian lama pensiun sebagai Presiden.
Ketika berpidato dalam misa penghormatan bagi Mandela, Presiden AS, Barack Obama, mengucapkan terima kasih kepada publik Afsel karena telah berbagi Nelson Mandela kepada dunia. Apakah itu cukup menggambarkan besarnya jasa

Mandela, yang telah melampaui negara dan bangsanya sendiri?
Betul sekali. Begitu banyak orang yang tersentuh oleh Nelson Mandela. Tidak peduli apakah mereka masih muda, pelajar, kaum kaya dan miskin dan publik dari berbagai benua. Saya memiliki pengalaman ditanya oleh publik mengenai asal saya dan dijawab Afsel, mereka mengaku tidak tahu di mana lokasi negara tersebut. Tetapi ketika saya mengatakan Nelson Mandela, mereka baru menyadarinya.

Jadi Mandela jauh lebih populer ketimbang negaranya sendiri?
Ya, memang itu seperti paradoks. Dia figur yang besar dan dicintai oleh semua orang.

Dulu, dalam suatu diskusi oleh Partai Nasional dan ANC, ada pembicaraan mengenai apa yang selanjutnya akan terjadi?
Banyak ketidakpastian. Mereka takut, setelah Mandela tiada, maka hal tersebut dapat menghancurkan partai. Perpecahan di antara kaum kulit putih yang berada di sayap kanan dan kaum fanatik yang melawan ANC dipimpin  Eugene Terre’Blanche. Di sana banyak kaum kulit putih.
Mandela muncul ketika banyak ketidakpastian di negaranya. Kaum kulit hitam begitu marah setelah bertahun-tahun tertekan di bawah kepimpinan kulit putih. Rakyat Afsel juga disiksa oleh politik apartheid yang kejam. Mereka sangat marah kepada rezim kaum kulit putih itu.
Mandela berperan mendamaikan kemarahan itu di dua sisi. Kaum kulit putih turut kesal lantaran hak-hak istimewa mereka dilucuti. Mereka bersumpah tidak akan mengikuti dan menjadi kaum kulit hitam. Caranya tidak melegitimasi ANC. Namun, akhirnya Mandela menjadi pemimpin Afsel.
Anda tahu, kami harus memulainya dengan membongkar kehilangan yang besar, pemisahan di antara rakyat Afsel sendiri. Rasa kehilangan ketika hukuman mati diberlakukan. Semua sistem itu harus dihapuskan saat di era kepimimpinan Mandela.

Namun, walau terus ditekan, Mandela tetap memilih melawan penindasan apartheid dengan cara yang damai, bukan?
Betul sekali. Mandela selalu mengedepankan cara yang damai dan rekonsiliasi. Saya rasa itu juga menjadi taktik organisasi ANC, bahkan ketika  ANC sebelumnya dipimpin Albert Luthuli [peraih Nobel Perdamaian tahun 1960].
Luthuli juga sosok pemimpin yang hebat. Pria yang religius dan memiliki spiritual yang tinggi. Dia tidak menginginkan adanya tindak kekerasan.

Apakah Anda pernah berkomunikasi langsung dengan Mandela?
Ya, saya sudah pernah bertemu Mandela. Saat itu saya bertemu Mandela di sebuah tempat, ketika jabatan Presiden tak lagi disandangnya. Saya juga pernah menjadi dokternya di sebuah rumah sakit militer. Mandela saat itu datang ke RS karena memiliki permasalahan dengan punggungnya.
Saat itu kami merawat Mandela dengan sebuah metode tertentu. Saya bekerja di sana selama tiga tahun, sejak 1997-2000. Tahun 2000, saya bergabung dengan Kementerian Luar Negeri dan menjadi Dubes Afsel untuk Republik Ceko. Secara de facto dia memang pasien saya. Tetapi dia merupakan sosok yang sederhana.

Apakah dia termasuk pasien yang patuh terhadap perintah dokter?
Tentu saja. Dia bahkan mewajibkan kami untuk mengingatkan dia mengkonsumsi obat. Dia tidak mengeluh dan mematuhi semua saran dokter. Selain itu, saya juga pernah mengoperasi sopirnya lantaran mengalami kecelakaan. Sopirnya patah tulang, sehingga kami melakukan tindakan medis yang sesuai. Saat itu, Mandela meminta penjelasan mengenai tindakan medis yang kami ambil.
Lalu kami turun ke lantai bawah untuk menjemput Mandela dengan menggunakan lift dan meminta dia menggunakan kursi roda. Dia menolak duduk di kursi roda dan lebih memilih berjalan pelan-pelan dari dan ke mobilnya. Tapi dia sosok yang sehat. Pada usia 70 tahun, dia menggunakan hak suaranya untuk kali pertama. Kami tidak pernah mengikuti pemilu sebelumnya saat itu. Tapi ketika kami mengikuti pemilu, Mandela terpilih sebagai Presiden kulit hitam pertama Afsel. Usia yang cukup senja untuk menjadi Presiden.

Apa dampak yang dirasakan rakyat Afsel saat Mandela terpilih sebagai presiden pada 1994 untuk lima tahun berikut?
Dia berhasil menyatukan Afsel. Bendera nasional kami, yang memiliki banyak warna, turut mencerminkan tema Nelson Mandela. Lagu kebangsaan kami terdiri dari tiga bahasa, yaitu dua bahasa Afrika dan Inggris.
Mandela bersikeras, ketiga bahasa itu harus dimasukkan ke dalam lagu dan dinyanyikan bersamaan. Dia pernah mengunjungi selnya di bulan Mei, dia bertemu dengan istri yang mencetuskan politik apartheid. Mandela juga pernah makan siang bersama hakim ketua, Percy Yutar, yang memberinya vonis bui selama puluhan tahun. Kejadian itu terjadi pada awal Pemerintahan Afsel.
Beberapa peristiwa tadi menjadi bukti nyata semangat perdamaian dan rekonsiliasi yang dibawa oleh Mandela. Dan berdasarkan pengalaman itu, kami akhirnya membentuk sebuah Komisi yang membidangi rekonsiliasi dan perdamaian (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi-TRC), sebagian besar dipimpin Uskup Desmond Tutu dan Alex Boraine.  Apabila para jenderal, menteri-menteri pada era rezim apartheid bersedia memberi informasi, maka mereka berhak memperoleh amnesti. Namun, beberapa pihak tetap diproses hukum.
Itu juga merupakan sebuah pencapaian, karena para pelaku politik apartheid yang telah menyebabkan penderitaan kaum kulit hitam, apabila mereka mengakui tindakan tersebut, maka mereka akan diberikan amnesti. Mereka juga tidak akan dieksekusi. Namun, ada beberapa figur yang kasusnya tetap diproses, karena tindakan mereka merupakan pelanggaran HAM berat.

Anda sebelumnya menyinggung soal sepak bola. Apakah olah raga ini kerap dimainkan sehari-hari oleh warga Afsel?

Mengingat Afsel pernah menjadi negara tuan rumah Piala Dunia tahun 2010 lalu?
Itu semua juga berkat Nelson Mandela. Sepak bola juga merupakan olah raga segregasi seperti hal lainnya. Kaum kulit putih cenderung memilih bermain rugby dan tenis. Kedua olah raga itu menjadi favorit bagi kaum kulit putih. Jenis olah raga itu pula yang kerap memperoleh sponsor dari institusi seperti perbankan, apabila diadakan pertandingan.
Intinya, apabila ingin olah raganya didanai, maka harus digemari oleh kaum kulit putih. Mereka masih mendiskriminasikan kaum kulit hitam. Saat itu, kaum kulit hitam tidak memainkan rugby sesering kaum kulit putih. Berbeda dengan rugby, sepak bola menjadi olah raga pilihan kaum kulit hitam. Dulu, memang pernah ada beberapa kaum kulit putih yang bergabung dengan tim nasional. Tapi kini tidak lagi. Selain itu keberhasilan Afsel menjadi tuan rumah Piala Dunia sesuai dengan amanat FIFA, merupakan pengakuan terhadap kebesaran Mandela. Kami bangga bisa memperoleh kepercayaan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.

Setelah Nelson Mandela tiada, apa yang kini menjadi perhatian Afsel?
Kami akan meneruskan warisan yang ditinggalkan Presiden Nelson Mandela. Presiden kami, Jacob Zuma dan anggota Kongres Nasional Afrika (ANC) sepakat mengenai hal itu. Kami akan terus memerangi kemiskinan, membantu warga mengakses listrik, air bersih dan membangun sarana infrastruktur yang baik. Program infrastruktur merupakan salah satu prioritas Presiden Zuma dan telah masuk agenda nasional.
Setiap Presiden yang menjabat dan masuk ke ANC selalu menghormati Mandela dan kontribusi yang telah diberikan kepada Afsel. Sehingga saya pikir warisan itu akan tetap hidup. Namun, saya tidak dapat memprediksi setelah dia berpulang, apakah akan ada partai politik baru atau tidak. ANC sejauh ini masih menjadi parpol tertua di Afsel dan di dunia, karena dibentuk tahun 1912. Kami juga telah merayakan seratus tahun gerakan ANC tahun 2012 lalu.  Sehingga saya rasa idealnya yakni meneruskan warisan yang ditinggalkan Nelson Mandela.

Anda sebelumnya pernah mengatakan Nelson Mandela telah berkunjung ke Indonesia sebanyak empat kali, 1990, 1994, 1997 dan 2004. Apakah ada momen yang berkesan dari Mandela ketika mengunjungi Indonesia?
Ada sesuatu berbeda yang dia rasakan ketika berkunjung ke Indonesia. Saat menyambangi Indonesia untuk kali pertama dan bertemu mantan Presiden Soeharto, Mandela belum menjadi Presiden. Salah satu agenda kunjungan Mandela saat itu untuk meminta dana dan dukungan bagi Kongres Nasional Afrika (ANC). Indonesia diketahui kerap mendukung perjuangan ANC dan kaum kulit hitam Afsel. Saya ingat ada beberapa negara di kawasan Asia yang sempat mendikriminasikan Afsel, kendati banyak penduduk Asia yang bermukim di Afsel. Padahal tokoh besar dari India, Mahatma Gandhi, sebelumnya juga pernah tinggal di Afsel.

Bagaimana Mandela bisa “jatuh cinta” terhadap batik?
Saya tidak begitu tahu detail awal mengenai kisah perkenalan Mandela dengan batik. Tetapi saya pernah bertemu dengan seseorang. Dia kenal dengan desainer yang kala itu menghadiahkan batik kepada Mandela sebagai cinderamata. Karena batik yang dikenakan oleh Mandela tidak dibuat di Afsel. Itu semua dibuat di Indonesia. Bahkan, beberapa bulan sebelum Mandela meninggal, sekretaris pribadinya memesan sekitar tiga atau empat stel kemeja batik dari Indonesia. Namun saya tidak tahu untuk apa.
Anda tahu ketika gerakan-gerakan Pembebasan Afrika masih berlangsung beberapa waktu yang lalu, para pemimpin mengidentifikasi dirinya dengan apa yang mereka kenakan. Ada yang memilih mengenakan pakaian khas Tiongkok seperti yang digunakan Mao Zedong. Ada juga kala ketika publik ramai-ramai mengenakan topi khas Lenin dan ada juga momen saat publik ramai memakai pakaian khas orang India.
Oleh sebab itu, beberapa pemimpin negara tertentu ada yang mengidentifikasikan dirinya dengan baju tertentu dan mengatakan saya sangat menyukainya. Pemimpin lainnya mengenakan kemeja lengkap dengan jas dan bergaya elegan.  Batik merupakan bahan yang bagus, sangat lembut. Saya pun juga menyukai batik dan dapat membayangkan Presiden Mandela ketika menyatakan bahwa dia suka kain tersebut. Dia mengatakan, “Biarkan saya memilikinya,” namun tanpa mengubah hak intelektual bahwa sejak awal itu buatan Indonesia.
Para warga Afsel ramai-ramai menyebut kemeja yang dikenakan Mandela sebagai “Madiba Shirt,” padahal istilah itu bukan datang dari Mandela. Dia tidak pernah menyebut bahwa kemeja batik yang dikenakannya sebagai “Madiba Shirt”. Dia menghormati bahwa batik memang kemeja khas asal Indonesia.
Jadi, menurut saya, dia mencintai Indonesia tanpa alasan tertentu. Seperti saya pribadi yang menyukai batik, tidak perlu alasan khusus untuk menyukai itu. Itu terjadi begitu saja, karena batik merupakan kain yang bagus. (VN)

Close Ads X
Close Ads X