Melibatkan Lingkungan Menjadi Guru

Pendidikan Karakter

Di tengah aktivitas kehidupan moderen, kesadaran pentingnya peran langsung orangtua dan lingkungan terhadap pendidikan anak nyaris dilupakan. Orangtua merasa sudah sukses bertanggung jawab atas pendidikan anak bila bisa menyekolahkan mereka ke sekolah favorit. Padahal, sukses atau gagal pendidikan anak, keluarga dan lingkungan ikut berkontribusi.

Kesadaran itulah yang coba diterapkan dalam upaya member­hasilkan proses belajar-mengajar di SMP Negeri 38 yang beralamat di Jalan Marelan VII Medan. Kepala sekolahnya, Hj Rohanim SPd MM memberdayakan orangtua siswa bahkan lingkungan di sekitar sekolah, mulai penjaga sekolah, pemilik kantin, tukang becak hingga penjual jananan, agar turut serta memberikan edukasi kepada para siswa.
Kepada pedagang jajanan yang sering mangkal di sekitar sekolah, Rohanim selalu berpesan agar menjaga kebersihan lingkungan dan memperhatikan faktor kesehatan makanan yang dijajakan.

“Mereka juga kita libatkan untuk ikut serta mendidik anak-anak agar berlaku tertib dan disiplin saat antre memesan jajanan. Para pedagang kita minta untuk mengajarkan anak-anak dengan budaya antre dan menjaga ketertiban. Bungkus sisa jajanan harus dibuang di tempat sampah,”katanya.

Kerjasama juga dilakukan untuk mendidik karakter siswa dengan pemilik kantin sekolah bahkan tukang becak yang mengantar jemput siswa. Guna membentuk karakter jujur, SMP Negeri 38 Medan mempunyai program “Kantin Kejujuran”.

Kantin ini berkonsep swalayan, para siswa melayani sendiri makanan yang dibeli tanpa diawasi dan membayar ke tempat yang ditentukan. Di sini dituntut kejujuran siswa untuk membayar sesuai yang dimakan. “Alhamdulillah sampai sekarang kantin masih terus berjalan,” katanya.

Kerjasama dengan orangtua siswa juga terbangun dengan baik. Mereka memiliki grup media sosial sebagai media komunikasi orangtua dan guru serta pihak sekolah. “Grup media sosial ini membahas seputar perkembangan siswa dan sebagai alat guru mengontrol siswa di luar sekolah dan alat orangtua mengontrol kegiatan anaknya di sekolah. Guru dan orangtua akan bertukar informasi soal kegiatan anak didik, sehingga kegiatan mereka dapat terkontrol,”katanya.

Peran Keluarga
Diketahui, keluarga yang terdiri ayah, ibu dan anak merupakan unit sosial terkecil yang sebenarnya ikut mengemban fungsi pendidikan. Ketika pasangan suami-isteri (pasutri) dikaruniai anak akan memperoleh pengalaman baru mengasuh si buah hati termasuk mengurus pendidikannya. Dalam tahapan ini, sebagian orangtua alpa, khususnya ketika anak memasuki usia sekolah. Orangtua menganggap tanggungjawab mendidik anak telah terpenuhi jika mereka bisa menyekolahkan anak di sekolah favorit dan memberikan fasilitas belajar tambahan dengan membayar guru privat.

Seberapa banyak fasilitas yang diberikan kepada anak di sekolah terbaik berikut les tambahannya, tentu tidak dapat menggantikan peran orangtua yang mendampingi langsung proses tumbuh kembang pendidikan anak. Ki Hadjar Dewantara, seperti ditulis pakar pendidikan Bukik Setiawan, dalam bukunya “Anak Bukan Kertas Kosong” menyatakan, keluarga adalah pusat pendidikan. Orang tua mungkin bisa mendelegasikan pengajaran kepada kaum ahli, tetapi pendidikan anak tetaplah menjadi tanggung jawab orang tua. Peran orang tua tidak tergantikan oleh sekolah, lembaga pendidikan, ataupun lembaga bakat.

“Merujuk pendapat itu, penguatan peran keluarga sangat dibutuhkan dalam rangka mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga memiliki mental tangguh dan pribadi yang berakhlak mulia,”kata Rohanim.

Dia menceritakan, dewasa ini muncul berbagai keluhan menyangkut ulah oknum pelajar kita, mulai persoalan tawuran antarpelajar, tindak pidana pencurian, penyalahgunaan narkoba, hingga kekerasan seksual dan pornografi yang melibatkan pelajar. Keluhan-keluhan itu muncul di tengah pembangunan infrastruktur dan sistem pendidikan yang diperbaharui, prestasi akademik yang dipacu dan kegiatan belajar mengajar yang terus dimodernisasi.

“Fakta itu menjelaskan, lembaga pendidikan dengan keterbatasannya belum sepenuhnya menjangkau aspek pendidikan mental anak dalam menghadapi berbagai persoalan, mulai konflik personal di kelompok sosial mereka, hingga dampak minor gempuran globalisasi teknologi informasi berbasis internet yang nyaris tanpa filter,”katanya.

Di tengah kondisi inilah keluarga memainkan peran terdepan dalam rangka mendidik kepribadian, mental dan akhlak generasi muda serta membentengi mereka dari pengaruh negatif lingkungan, tanpa dibatasi jangka waktu periodeisasi pendidikan dan otoritas sekolah. Keluarga merupakan institusi pendidikan bagi anak sejak dilahirkan hingga mereka tumbuh dewasa dan kelak hidup mandiri membentuk keluarga yang baru.

“Sebagai pengemban fungsi pendidikan dalam keluarga, kedua orangtua merupakan guru yang mengajarkan anak pertama kali belajar berbicara, belajar berjalan, hingga mengenal nama benda dan warna-warni. Seiring waktu berjalan, orangtua juga mengajarkan budi pekerti, sikap mental dan akhlak mulia dengan metode persuasif, pendekatan kasih sayang dan keteladanan. Semuanya dilakukan secara ikhlas dan tak kenal lelah. Sedangkan sekolah mendidik anak dalam batas periode program masa belajar sesuai kurikulum dan tingkatan pendidikan,”bebernya.

Sekolah Lingkungan

Rohanim berpendapat, anak memiliki kesempatan lebih leluasa dalam menimba pengalaman lingkungan, termasuk di lingkungan keluarga. Lingkungan merupakan ‘sekolah’ yang memberikan anak pengalaman dan pembelajaran tidak terbatas. Apakah anak akan memperoleh pelajaran baik atau pelajaran buruk, tergantung dari pengalaman masing-masing anak di lingkungannya dan peran keluarganya.

“Proses pendidikan dalam keluarga berkontribusi cukup besar dalam menentukan perkembangan anak, baik secara mental dan intelektual. Keluarga juga merupakan pelaksana ‘otoritas’ pendidikan anak di rumah dan lingkungannya. Kesadaran ini perlu dibangun di kalangan orangtua guna mewujudkan generasi tangguh dan ideal di masa depan,”pungkasnya. (nasib ts)

Close Ads X
Close Ads X