Luhut Bikin Hakim MKD Mati Kutu | Tepis Tudingan Papa Minta Saham Freeport

Jakarta | Jurnal Asia
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan tampil begitu tenang saat menghadapi persidangan etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (14/12). Jawaban yang disampaikan Luhut pun dilaku­kannya dengan intonasi tegas, ringkas, dan padat.

Hal ini membuat sejumlah ang­gota MKD mati kutu menggali informasi dari mantan Komandan Pen­didikan dan Latihan TNI Ang­katan Darat itu. Salah satunya terjadi saat ang­gota MKD dari Fraksi PAN Ahmad Bakri mencecar Luhut soal bentuk ko­­munikasi Luhut dengan Presiden Jo­ko­wi setelah kasus pencatutan na­ma presiden dan wakil presiden mencuat.

Luhut hanya menjawab normatif. Dia mengaku belakangan ini tidak membicarakan Freeport secara spesifik dengan Presiden Jokowi. Isu-isu yang dibahas, lanjut dia, lebih soal inefisiensi anggaran, penyerapan anggaran, hingga nar­koba dan terorisme. Luhut pun tidak ambil pusing dengan kasus yang membuat heboh tersebut.

Mendengar jawaban Luhut yang cukup datar itu, Ahmad Bakri tidak puas sehingga dia membuat kesimpulan sendiri. “Pak Luhut marah, Presiden ma­rah, rasanya enggak masuk akal bapak bicara dengan Presiden tidak mendalam soal hal ini. Tapi baiklah, itu hak Anda untuk berbicara demi­kian,” ungkap Bakri.

Belum selesai Bakri menuntaskan kalimatnya, Luhut langsung menginterupsi. “Interupsi. Bapak ingat, saya ini di bawah sumpah, sehingga semua perkataan saya ini ada di bawah sumpah. Saya mohon Yang Mulia bisa juga mengukur dengan itu dalam bertanya,” kata Luhut.

Wakil Ketua MKD yang memimpin jalannya sidang, Sufmi Dasco Ahmad, menengahi dan mengingatkan Bakri. “Pak, saya kira kita semua punya cara untuk menggali informasi, tidak langsung ke fokus,” kilah Bakri yang tak lagi mencecar Luhut dengan pernyataan yang sama.

Tidak hanya Bakri, anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faizal pun sempat “ditegur” oleh Luhut karena memberikan kesimpulan yang dianggap salah. Saat itu, Akbar ingin menggali soal memo Luhut kepada Presiden Jokowi agar membahas perpanjangan kontrak Freeport pada tahun 2019.

Menurut Akbar, langkah Luhut itu terkesan berbeda dengan Menteri ESDM Sudirman Said yang mulai membahas kontrak itu. “Pertanyaan saya, apa yang Anda laporkan kepada Presiden dalam bentuk memo ini berbeda dengan yang dilakukan Menteri ESDM?” tanya Akbar. “Silakan tanya saja ke Menteri ESDM,” ujar Luhut yang enggan menjelaskan lebih rinci. “Artinya, ada ketidaksinkronan dalam pemerintah sendiri ya,” cecar Akbar lagi.

“Saya koreksi, sarat staf presiden bisa berbeda di lapangan, tapi pada akhirnya keputusan ada di presiden. Jadi, berbeda bukan berarti pecah,” ucap Luhut dengan intonasi tinggi.
Mendapat respons dari Luhut seperti itu, Akbar memilih mencari pertanyaan lain.

Di dalam persidangan kali ini, MKD menggali informasi dari Luhut karena nama Luhut disebut sebanyak 66 kali dalam percakapan antara Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin.
Namun, Luhut lebih banyak menjawab “tidak tahu” dan “tidak ambil pusing” soal penyebutan namanya itu. Sesekali, Luhut bahkan memberikan penegasan soal sikapnya yang loyal kepada Presiden Jokowi dengan latar belakangnya sebagai prajurit TNI.

Kahar Beropini
Politikus Golkar Kahar Muzakir melontarkan opini pribadi di tengah sidang MKD. Patutkah hal semacam ini dilakukan oleh Wakil Ketua MKD DPR yang mulia? Tak seperti anggota lainnya yang melontarkan pertanyaan kepada Luhut Pandjaitan yang hari ini diundang sebagai saksi di sidang MKD, Kahar justru pernyataan pribadinya. Pernyataan Kahar Muzakir begitu tajam menuding pelapor dan kasus papa minta saham yakni Menteri ESDM Sudirman Said dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Kahar mengawali pernyataannya dengan tudingan keras bahwa laporan Sudirman Said ke MKD terkait dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres terkait negosiasi saham Freeport oleh Ketua DPR Setya Novanto adalah aduan sadis dan penuh tendensi.

“Aduan ini sangat sadis, seorang menteri menuduh Ketua DPR menjanjikan suatu penyelesaian dengan meminta saham kemudian disebutkan juga mencatut nama Presiden dan Wapres. Setya Novanto mengatakan itu tidak benar mencatut nama Presiden,” kata Kahar Muzakir dalam sidang MKD dengan agenda pemanggilan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/12).

Dalam sidang di MKD DPR memang Novanto telam membantah mencatut nama Presiden dan Wapres, Waketum Golkar itu juga menampik meminta saham Freeport. Padahal rekaman pembicaraan antara Novanto, Reza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin sudah berulangkali diputar di sidang MKD, sejumlah anggota MKD bahkan sudah menyimpulkan Novanto melanggar kode etik. Novanto tak pernah membantah isi rekaman ini, meski ia menyatakan rekaman ini ilegal.

Tak cukup menuding laporan tersebut sadis, Kahar juga bicara di luar konteks. Dia mencoba mencari kesalahan Sudirman Said. Baginya Sudirman Said melanggar Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 menegaskan Freeport tidak diizinkan mengekspor konsentrat sejak Juli 2015. “Di mana diizinkan oleh Saudara Sudirman Said. Jadi di sini bisa dilihat siapa yang tak punya etika,” kata Kahar membacakan sebuah pernyataan dari kertas di mejanya, padahal harusnya kahar menyampaikan pertanyaan ke Luhut.

Menjelang akhir pernyataannya, Kahar kembali melontarkan tudingan keras ke Sudirman Said, kali ini ditambah soal persekongkolan dengan Maroef Sjamsoeddin. Mungkin bagi Kahar Muzakir tudingan itu tidak sesadis laporan Sudirman ke MKD.

“Yang tidak punya etika itu adalah saudara pengadu. Bukti yang diberikan sampai saat ini tidak ada. Bersekongkol dengan siapa, ya saksi (Maroef). Karena Maroef yang bilang mau memberikan rekaman asli tapi sampai sekarang masih dititipkan di Kejaksaan,” kata Kahar.

Dan di akhir kalimatnya, istilah persekongkolan diubah jadi konspirasi. “Jadi siapa yang tidak punya etika, siapa yang bohong, siapa yang melanggar Undang-undang, ini adalah konspirasi antara Maroef Sjamsoeddin dengan Sudirman Said dengan cara yang tidak beretika, melanggar Undang-undang, dengan menjanjikan kontrak Freeport,” pungkasnya menegaskan bahwa Ketua DPR RI Setya Novanto tak pernah salah dalam kasus papa minta saham.

MKD Tak Panggil Riza Chalid
Pasca rapat internal Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), akhirnya memutuskan tidak akan melakukan panggilan ketiga terhadap pengusaha M. Riza Chalid. Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan terjadi perdebatan antar anggota terkait pemanggilan. Dia pun mengklaim bahwa hanya dirinya yang meminta Riza dihadirkan.

“Permintaan saya untuk meminta menghadirkan M. Riza chalid menurut sebagian besar teman-teman tidak diperlukan lagi. Tapi saya minta dicatat bahwa saya bersikeras untuk tetap dihadirkan,” kata Junimart di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin malam (14/12).

Politikus PDI Perjuangan itu menjelaskan keputusan dalam rapat internal tadi tidak dilakukan secara voting. Setiap anggota MKD diberikan kesempatan bicara untuk persetujuannya terhadap pemanggilan Riza.

Junimart menyebutkan pertimbangan dari anggota MKD agar tidak memanggil Riza karena mendesaknya waktu untuk menyelesaikan perkara pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto.
“Mereka mengatakan berpacu dengan waktu. Saya bilang kenapa tidak? Kita kan mau mendapatkan hasil persidangan yg betul-betul bisa memuaskan semua orang,” kata Junimart.

Anggota Komisi Hukum ini juga bersikeras bahwa keterangan Riza di persidangan diperlukan karena dianggap mengetahui anatomi pertemuan Setya, Maroef dan pengusaha minyak tersebut.
Sehingga, Junimart menilai tanpa kesaksian Riza, MKD tidak akan menemukan kualitas pelanggaran yang dilakukan Setya. “Kita tidak akan menemukan kualitas perbuatan kalau terbukti, apabila tidak meminta kesaksian saudara M. Riza,” ucap Junimart.

Anggota MKD Saling Lapor
Di sisi lain, anggota MKD Akbar Faizal kaget dalam rapat internal MKD yang digelar tertutup tadi, tiba-tiba disodorkan surat berisi pengaduan Ridwan Bae atas namanya karena membocorkan hasil rapat internal MKD pada persidangan Novanto.

Atas hal itu, Akbar Faizal akan laporkan balik kolega Novanto itu ke MKD karena dianggap melanggar etik menghadiri jumpa pers Luhut Pandjaitan. Luhut saat jumpa pers berstatus akan dipanggil sebagai saksi kasus Novanto.

“Besok staf saya adukan Ridwan Bae ke MKD atas menghadiri panggilan Menko Polhukam Bapak Luhut Pandjaitan dalam jumpa pers, menyangkut kasus ini. Itu pelanggaran etika,” kata Akbar di depan ruang sidang MKD gedung DPR, Jakarta, Senin (14/12).

“Hakim di mana di dunia ini menghadiri acara seseorang yang dianggap bagian yang diperiksa? Dan saudara Ridwan Bae bersama dua temannya (Kahar dan Adies Kadir-red) menghadiri itu,” imbuhnya.

Akbar heran dengan adanya pengaduan Ridwan Bae yang ditandatangani pimpinan DPR Fahri Hamzah itu. Belum jelas betul statement Akbar mana yang dianggap Ridwan bocorkan rahasia rapat MKD, usai persidangan mendengar keterangan Novanto.

“Ya memang dia perumit masalah. Dia minta kasus Novanto ditutup tapi dia adukan saya. Jadi ini upaya luar biasa. Wahai pemilih Ridwan Bae di Sulawesi Tenggara, lihat wakil anda. Saya akan hadapi!” kata Akbar dengan nada tinggi.

Tak hanya itu, Akbar menyebut akan mengungkit masalah hukum yang pernah menjerat Ridwan Bae melalui Kejaksaan Agung. Tak dirinci masalah yang dimaksud apa. “Saya di komisi III akan minta aparat kejaksaan untuk membuka kembali case menyangkut orang ini pada masa lalu,” tegas politisi yang satu provinsi dengan Ridwan itu. (dtc/kc)

Close Ads X
Close Ads X