Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan bahwa pemerintah, khususnya Polri, harus terbuka dengan data pengurusan surat kendaraan.
Ia khawatir kenaikan tarif tersebut justru menjadi wadah baru terjadinya praktik korupsi. “Ada celah untuk tidak transparan. Jangan sampai jadi praktik korupsi baru,” ujar Roy di Jakarta, Selasa (10/1).
Roy mengatakan, saat ini saja Polri kurang terbuka dengan jumlah pembuatan maupun perpanjangan surat kendaraan. Hal yang dilaporkan hanya pendapatan negara bukan pajak yang diakumulasi per tahun.
“Keterbukaan antara kebijakan dan implementasi tidak mudah. Ini berdampak pada pengelolaan yang tidak akuntabel,” kata Roy.
Semestinya, menurut dia, data tersebut dilaporkan per tahun di situs Polri. Isinya berupa jumlah surat kendaraan yang diurus dan pendapatan yang didapatkan.
Dengan demikian, masyarakat bisa memantau seberapa besar pendapatan yang diterima dan peruntukannya untuk kas negara. Terlepas dari itu, Roy menganggap kenaikan tarif ini terlalu tinggi dan memberatkan masyarakat.
“Peraturan pemerintah ini sebaiknya di-review atau ditinjau ulang kembali dari aspek transparansi dan konsepnya untuk diberlakukan,” kata dia.
Kenaikan tarif pengurusan surat-surat bermotor diberlakukan seiring terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atau Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan baru tersebut terdapat kenaikan tarif pengurusan, antara lain pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.
Besaran kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan ini mencapai dua sampai tiga kali lipat dari sebelumnya. (kc)