Harga Elpiji 12 Kg Tembus Rp117 Ribu, Omzet Agen Anjlok

Pekerja sementara menata tabung gas elpiji 12 kilogram usai bongkar muat salah satu pemasok di Pulo Gadung, Jakarta, Rabu (10/9).
Medan | Jurnal Asia
PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk me­naikkan harga elpiji non subsidi kemasan 12 kilogram (kg), sebesar Rp1.500 per kg terhitung sejak Rabu (10/9) 2014 pukul 00.00 WIB. Pe­netapan ini menyusul tingginya harga LPG di pasar Internasional dan turunnya nilai tukar Rupiah, menyebabkan beban kerugian perusahaan akan semakin tinggi. Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata elpiji 12 kg dari Pertamina menjadi Rp7.569 per kg dari sebelumnya Rp 6.069 per kg. Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, seperti transport, filing fee, margin Agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300 per tabung dari sebelumnya Rp 7.731 per kg atau Rp 92.800 per tabung.
Nirma salah seorang pemilik pangkalan elpiji di Jalan AR Hakim mengatakan, sebelum harga naik ia menjual elpiji 12 kg dengan harga Rp95.000 per tabung dan saat ini Rp117.000 per tabung. Kondisi ini membuat penjualan gas 12 kg menurun drastis.
“Sudah naik, saya pun jual Rp117 ribu dan karena masyarakat belum tahu, mereka terkejut dengan harga tersebut dan langsung pulang semua. Sedangkan untuk stok ada elpiji 12 kg masih tetap aman namum pembelinya yang berkurang,” katanya.
Dilanjutkan Nirma, mungkin dikarenakan kenaikan masih terjadi satu hari, jadi belum berdampak signifikan terhadap peralihan ke elpiji 3 kg. Namun dampak yang terasa, yang biasanya dapat menjual 40 tabung dan hari ini (red) sangat sedikit sekali.
Sementara itu, salah seorang pengecer elpiji 12 dan 3 kg di daerah Medan Johor, Aji mengatakan, sebelum Pertamina resmi menaikkan harga dirinya sudah menjual elpiji 12kg Rp102 ribu per tabung. Padahal, beberapa waktu lalu harga gas ini masih berkisar Rp98 ribu hingga Rp100 ribu.
“Hari ini kan sudah naik, jadi saya menjualnya Rp123 ribu pertabung. Karena harganya naik, rata-rata pembeli sudah beralih ke elpiji yang 3 kg,” tandasnya.
Senior Supervisor External Relation PT Pertamina Marketing Operation Region I Fitri Erika mengatakan, kenaikan harga elpiji 12 kg sesuai dengan kebijakan korporasi ini ditetapkan setelah mendengarkan masukan pemerintah dalam rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian tanggal 8 September 2014. Sehingga Pertamina dapat menyesuaikan harga sesuai dengan Permen ESDM No 26 tahun 2009 tentang Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas.
“Apabila dibandingkan dengan harga keekonomian elpiji, harga jual tersebut masih jauh di bawah keekonomiannya. Berdasarkan rata-rata CP Aramco year or year (yoy) Juni 2014 sebesar USD891,78 per metric ton dan kurs Rp11.453 per USD. Ditambah komponen biaya seperti di atas maka harga keekonomian elpiji 12 kg saat ini seharusnya Rp15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung,” terangnya.
Dengan penyesuaian ini, diharapkan dapat menekan kerugian bisnis elpiji 12 kg pada tahun 2014 sebesar Rp452 miliar sehingga menjadi Rp5,7 triliun dari prognosa semula Rp6,1 triliun dengan proyeksi tingkat konsumsi Elpiji 12kg mencapai 907.000 metric ton. Kerugian ini masih melebihi proyeksi RKAP 2014 sebesar Rp5,4 triliun yang dipatok pada asumsi CP Aramco sebesar USD833 per metric ton dan kurs Rp10.500 per USD.
“Untuk menjamin kelancaran pasokan kepada konsumen, Pertamina memastikan ketersediaan suplai elpiji di masyarakat baik untuk elpiji 12 kg maupun Elpiji 3 kg. Antara lain dengan meningkatkan stok elpiji, di mana status hari ini dalam kondisi aman di atas 16 hari. Pertamina juga melakukan optimalisasi jakur distribusi Elpiji melalui SPBU dan juga modern outlet,” tandasnya.

-Elpiji 3 Kg Bisa Hilang
Kenaikan Elpiji 12 Kilogram Bakal Sumbang Inflasi 0,15 Persen, Ekonom Sumut yakni Gunawan Benjamin menilai, kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 per kg memang tidak akan begitu besar berdampak pada inflasi. Di bawah 0,15 persen kontribusinya terhadap inflasi, baik yang diakibatkan oleh kenaikan elpiji 12 kg itu sendiri maupun dampak bergandanya.
“Walaupun kontribusi besaran inflasinya kecil, namun bukan berarti pemerintah bisa mengabaikan dampak negatif lainnya. Kalau ada pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba mengambil kesempatan, maka elpiji 3 kg di pasar bisa hilang,” katanya.
Menurutnya, disparitas harganya terlalu lebar, sehingga harga elpiji 3 kg itu sendiri bisa mengalami kenaikan. Disisi lain ini bisa berdampak pada kontribusi laju tekanan inflasi. Belum bisa dihitung berapa kontribusinya, tergantung kepada kondisi pasar nanti, kita lihat saja.
“Industri UMKM maupun rumah tangga yang menggunakan elpiji 12 kg ini berpeluang untuk beralih ke elpiji yang bersubsidi. Sehingga hitung-hitungan penghematannya itu tidak akan sama dengan asumsi sederhana bila Pertamina menghitung kenaikan Rp1.500 per kg akan menekan kerugian sebesar X,” tuturnya.
Ia memperkirakan kerugian pertamina yang ditekan dengan kenaikan harga elpiji 12 kg tersebut akan lebih buruk dari angka X tersebut. Mungkin penyimpangannya (deviasi) akan lebih besar dari 10 persen.
Ditambahkannya, dampak dari kenaikan harga tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat. Memang kelas masyarakat menengah ke atas masih banyak, namun perlahan daya belinya mulai tergerus dan bisa berdampak pada penurunan kontribusi konsumsi terhadap pembentukan produk domestik bruto.
“Selain itu, kenaikan elpiji 12 kg juga akan menggiring persepsi masyarakat bahwa nantinya elpiji 3 kg juga akan dinaikkan nantinya,” tandasnya. (netty guslina)

Close Ads X
Close Ads X