Dua PTS Terindikasi Edarkan Ijazah Palsu | Kampus di Medan, Kasus Bergulir ke Poldasu

Medan | Jurnal Asia
Dua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Medan terindikasi mengeluarkan ijazah palsu, bagi ratusan alumni yang sudah tersebar di berbagai wilayah, baik di dalam dan luar Sumatera Utara. Tuduhan tersebut bahkan sudah dilaporkan ke Poldasu oleh pihak Kopertis bersama bukti-bukti pendukung.

Hal itu diungkapkan Koor­di­nator Kopertis Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto MPd MA MSc,Phd, kemarin menyahuti geb­rakan yang dilakukan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof.M Nasir terhadap ke­beradaan perguruan tinggi swasta yang mengeluarkan ijazah palsu.

Menurut Dian, kedua per­gu­ruan tinggi illegal tersebut se­lain memberikan ijazah sarjana (S1) juga magister (S2), kepada lu­lusannya tanpa mengikuti pro­ses perkuliahan seperti pada umumnya.

Diakui Dian, keberadaan PTS ile­gal itupun telah dilaporkannya ke polisi, karena pihaknya tidak ber­wenang untuk menutup. Hal itu sesuai dengan peran Kopertis sebagai pengawas, pengendalian pembinaan (wasdalin) terhadap PTS yang terdaftar atau punya izin. “Jika PTS itu tidak terdaftar, apa yang mau ditutup. Karena me­mang tidak ada izinnya. Jadi itu tugasnya pihak kepolisian untuk menindak,” ungkap Dian.

Pada proses pengaduannya, Dian mengaku sudah dimintakan ke­terangannya sebagai saksi terha­dap kasus ijazah palsu diduga dike­luarkan Universitas Sumatera yang berada di Jalan Taud Medan (sekitar kawasan Pancing-red). Demikian juga dengan pihak bersangkutan sudah menjalani pemeriksaan. “Kita tunggu saja bagaimana lanjutan proses penyidikan pihak Poldasu. Sebab kasus ini sudah lama juga kita laporkan,” katanya.

Sedangkan terhadap Uni­versitas Ge­nerasi Muda Medan, di­akui Dian saat ini perguruan tinggi itu mu­lai mengajukan proses izin ke Direk­torat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).
“Namun sebelum izin keluar, PTS tersebut tidak dibenarkan me­nerima mahasiswa baru atau proses perkuliahan, apalagi wi­suda. Jadi ijazah yang telah dike­luarkannya kepada para lulus­annya itu tidak sah,” tegas Dian.

Sementara itu adanya infor­masi tentang keberadaan Uni­versity of Berkley yang berada di kawasan Jalan Sei Padang Medan yang disebut juga menjual ijazah palsu, diakui Dian tidak diketahuinya, karena lembaga tersebut memang tidak terdaftar.

“Jadi jika memang lembaga itu mengeluarkan ijazah sarjana, maka ijazahnya palsu. Karena itu bagi masyarakat yang me­ra­sa dirugikan diharapkan agar melapor ke polisi atau ke Ko­pertis,” imbau Dian.

Menurut Dian, dalam UU Sis­diknas No 20 tahun 2005 dan UU Nomor 12 Tahun 2012, tentang Pen­didikan Tinggi dengan tegas di­nyatakan bagi lembaga pendidikan ting­gi memberikan ijazah palsu dan pe­makai, serta yang membantu pem­buatan ijazah palsu tersebut akan dikenakan hukuman pidana 5 sam­pai 10 tahun kurungan dengan den­da Rp 500 juta hingga Rp1 miliar. Su­paya terhindar dari penipuan PTS ile­gal, sebaiknya calon mahasiswa per­lu memperhatikan beberapa hal antara lain dengan mengakses web­site kopertis, BAN-PT maupun Dikti.

“Dalam website tersebut, calon mahasiswa bisa mengetahui PTS yang terdaftar dan resmi memiliki izin penyelenggaraan. Walaupun su­dah menyelenggarakan per­ku­liahan, sebab belum tentu izinnya ada,” tegas Dian Armanto.

Dian menyebutkan, peredaran ijazah palsu juga tidak tertutup kemungkinan dikeluarkan PTS yang memiliki izin atau ijazahnya dipalsukan. Untuk itu pihaknya mewajibkan PTS setiap per semester agar melaporkan evaluasi program studi berbabis evaluasi diri (EPSBED), dan pangkalan data perguruan tinggi (PDPT) ke Kopertis.

Sudah 10 Tahun Beroperasi di Indonesia
Menteri Ristek dan Dikti M Nasir geram dengan banyaknya ijazah palsu yang beredar. Ia pun menyidak institusi pendidikan yang mencurigakan. Salah satunya University of Berkley di Menteng, Jakarta Pusat.

Temuan saat sidak itu menunjukan tak ada kompleks universitas di Lantai 2 Gedung Yarnati, Jl Proklamasi, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Ditambah nama universitas dari Amerika Serikat itu seolah hanya klaim Lembaga Manajemen Internasional Indonesia (LMII).

“Tidak ada fisik (University of Berkley). Itu hanya menumpang nama LMII,” kata Rektor University of Berkley alias LMII, Prof DR Liartha S Kembaren saat dihubungi, Minggu (24/5).
Menteri Nasir pun melaporkan LMII ke Kapolri karena diduga menerbitkan ijazah palsu. Sementara Liartha mengaku heran mengapa lembaga yang ia pimpin dilaporkan ke polisi. “10 Tahun sudah di Indonesia. Ini untuk program studi MBA, PhD dan MM, post graduate,” ujar Liartha.

“Saya herannya, semua pesertanya itu dari kedutaan semua dan tidak pernah komplain. Sekarang baru ngoceh, ini kan (mahasiswa dari) kedutaan seluruhnya. Melalui LMII, ini untuk University of Berkley,” tambahnya.

Liartha menyatakan peserta program studinya wajib menguasai bahasa Inggris. Ia menambahkan, para peserta program studinya melakukan kegiatan belajar mengajar melalui koneksi internet, tak ada fisik. “Betul, ini perguruan tinggi dari internet, kan nggak perlu izin. Kalau dia (Universitas Berkley) menumpang kantor di LMII,” kata Liartha.

Ratusan Alumni
Lembaga Manajemen Internasional Indonesia (LMII) menggunakan nama University of Berkley asal Amerika Serikat sebagai identitas kampus. Rektor LMII Liartha S Kembaren mengklaim ada 200 alumni Universitas Berkley di bawah LMII tersebut, mulai dari gubernur hingga jenderal. “Ada 200 alumni dari Sabang sampai Merauke, seluruh Indonesia,” kata Liartha, Minggu (24/5).

Selain di Jakarta, LMII membawa nama Universitas Berkley di cabangnya di Medan, Surabaya dan Bandung. Namun ketika didatangi, tak ada kompleks universitas yang megah, yang ada hanyalah ruko yang tertutup rapat.

Sehingga saat disidak, Menteri Ristek dan Dikti M Nasir tampak geram dan melaporkan LMII ke Kapolri atas dugaan pemalsuan ijazah. Liartha mengaku heran atas hal tersebut karena sejak 10 tahun lalu beroperasi, ia tak pernah mendapatkan masalah, terutama dari para peserta program studinya.

“Selama ini, baru pertama ini kan begini. Tentu mengganggu, kegiatan (belajar mengajar) dijalankan melalui internet jadi dari mana saja bisa. Mahasiswa kita kadang-kadang 20-an orang,” ujar Liartha.

“Ini resmi, karena kalau tidak resmi kenapa seluruh kedutaan mengirimkan anak-anaknya kuliah di sini? Antara lain murid saya itu mantan jaksa agung, gubernur, Kapolda dan jenderal pensiunan,” tambahnya.

Atas laporan ke pihak kepolisian itu, Liartha berencana berdiskusi dengan pengacaranya untuk mempertimbangkan upaya hukum. Namun ia menyinggung para alumninya yang diam terhadap dugaan pemalsuan ijazah tersebut. “Saya sedang rundingkan dengan pengacara, tapi semua alumni juga diam kok,” ucap pria yang menyandang 8 gelar akademik tersebut.

Bisa Diancam Pidana
Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Badrodin Haiti menegaskan bahwa oknum pemalsu ijazah bisa terancam pidana. Badrodin mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek) M Nasir. Ia menuturkan kemungkinan dalam satu atau dua hari ini, Kemenristek akan memberikan data kepada kepolisian.

“Termasuk mungkin ada salah satu bukti yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, dari situ kami akan melakukan penyelidikan. Jika memang ada unsur pidananya bisa kami lakukan ke tingkat penyidikan,” ujar Badrodin, Minggu (24/5).

Badrodin menyampaikan, pihaknya belum memutuskan apakah akan dibentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini. Menurut dia, kepolisian harus menunggu laporan yang diberikan oleh Kemenristek terlebih dahulu.

Ia pun menjelaskan, Menristek telah mengunjungi beberapa kampus untuk langsung mengecek dan hasil kunjungan itu akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan kepolisian.
“Pelanggaran, jika ada pidananya, kami proses secara pidana,” kata Badrodin menegaskan.(swisma/dtc/cnn)

Close Ads X
Close Ads X