Dr.Grace Judio ‘Mencuci Otak’ Pasien Dengan Cara Gampang

Dr.Grace Judio, MSc, MH, CHt,1

Dr.Grace Judio, MSc, MH, CHt,
Dr.Grace Judio, MSc, MH, CHt, menekuni spesialisasi penurunan berat badan. Dokter yang mendirikan klinik LightHouse dan konsultan medis Shape Indonesia di Jakarta ini ‘mencuci otak’ para pasiennya dengan program yang gampang, menyenangkan, sekaligus sehat.

Grace mulai menekuni bidang manajemen berat badan atau weight control management ini sejak 2004. Untuk mendalami bidang ini, Grace telah mendapatkan Certificate & Weight Control and Obesity Management dari Human Nutrition Unit, University of Sydney, Australia. Grace sendiri adalah dokter dengan background S2 Neuroscience & Behaviour Science dari University of Tubingen, Jerman, yang mempelajari ilmu saraf dan perilaku.

Jadi yang ia pelajari antara lain apa yang terjadi di otak, cara kerja otak, dan saraf dari sisi psikologi, farmakologi, dan fisiologi. Setelah lulus, Grace pulang ke Indonesia dan bekerja di perusahaan farmasi asal Swiss. Di situ tugasnya mengedukasi para dokter dan membuat quick management program untuk para pasien yang membeli obat keluaran perusahaan itu.

Grace juga berkeliling ke Makassar, Surabaya, Bandung, dan Jakarta untuk meneliti para penderita obesitas selama 9-12 bulan untuk mengetahui bagaimana cara mereka menurunkan berat badan, apa efeknya dan seberapa banyak penurunannya.

Saat itu, Grace juga memanggil para profesor, dokter, dan ahli gizi untuk menerapi para pasien. Dari situlah ia mengamati, ternyata banyak orang gemuk yang masalahnya terletak di kepala mereka, tak termotivasi, dan orangnya juga banyak yang bandel. Meski mereka tahu rambu-rambunya agar berat badan turun, tapi mereka tidak melakukannya. Dokter dan ahli gizi pun dibuat kewalahan menghadapi mereka. Yang dimaksud masalah terletak di kepala pasien adalah menyangkut pola pikir dan kontrol dirinya yang buruk. Hal itu mungkin karena belum ada motivasi. Jadi, Grace melihat problemnya sangat kompleks.

Selama penelitian itu Grace mengamati cara dokter-dokter itu bekerja, apa saja terapi, resep, obatnya bila ada, dan treatment-nya. Grace sengaja mengundang para profesor dari luar negeri untuk mengajari mereka. Ia juga sempat membuat buku pedoman untuk dokter dalam terapi penurunan berat badan berjudul Practical Management of Obesity : A Guide for a Good Provider pada 2003 bersama Prof. Dr. Gary Wittert dari University of Adelaide, Australia. Setelah itu ia berpikir, kalau hanya dengan begitu saja caranya, ilmunya tidak akan berkembang.

Ada rasa penasaran dalam pemikiran Grace, mengapa pasiennya hanya diperlakukan begitu-begitu saja, padahal problem mereka berada di otak. Karena ia memiliki background ilmu perilaku dan saraf, ia berpikir sepertinya ilmu itu cocok dengan pekerjaan yang sedang ia tekuni. Dan setelah tiga tahun bekerja di perusahaan itu, Grace pun akhirnya memilih membuka praktik sendiri.

Buka Praktik
Keputusannya untuk membuka praktik sendiri dilandasi oleh rasa idealisme. Ia menginginkan nanti para pasiennya tidak lagi memerlukan obat dan terapi. Ia cukup mengajarinya makan saja. Namun, ternyata tahun-tahun pertama membuka praktik menjadi sesuatu yang sangat sulit baginya. Tidak ada orang yang mau dinasihati. Bahkan, ia pernah mendapati pasien yang tidur di depannya saat konsultasi. Selama 30-45 menit, Grace mengajari pasiennya makan. Selama itu pula, pasien bebas bertanya.

Namun sayang, banyak pasien yang di depanya nampak mengerti apa yang tidak boleh di makan, tapi begitu keluar dari tempat praktiknya, ketika bertemu beragam makanan, mereka langsung lupa. Dari situlah Grace berpikir, bahwa mungkin diperlukan pula semacam obat, namun harus dipilih betul obat yang sesuai untuk pasien tipe tertentu sehingga dalam dosis tertentu tidak ada efek samping untuknya.

Sebelumnya, Grace menjelaskan dulu pada pasiennya, lalu mereka memberi tanda tangan sebagai persetujuan. Dari situlah, pasiennya mulai bertambah. Mereka pada dasarnya memang mencari cara cepat yang langsung terasa efeknya. Kalau ada pasien yang ingin melakukan dengan cara suntik, juga boleh saja. Asalkan obatnya harus tepat. Karena, banyak obat yang parallel import di pasaran untuk pelangsingan. Padahal, seringkali obat impor ilegal itu peruntukannya berbeda.

Selain soal manajemen berat badan, banyak ilmu lain yang juga Grace pelajari dan semuanya bersertifikat. Antara lain hipnoterapi. Di ilmu ini Grace sudah memperoleh sertifikat Certified Clinical Hypnotherapist dari Coastal Academy, Vancouver, Kanada dan menjadi anggota International Medical and Dental Hypnotherapist Association (IMDHA).

Grace berpikir, mungkin dengan dihipnoterapi pasien bisa jadi tidak suka ngemil. Proses hipnoterapi yang ia lakukan dengan memakai alat di mana gelombang otak pasien akan dilihat terlebih dahulu, sebelum dihipnosis. Jadi bisa jelas, apakah pasien tidur dengan pikiran ke mana-mana atau tidak. Ternyata setelah dipraktikkan, cara ini hanya cocok untuk pasien tertentu saja, terutama yang memiliki problem emotional eating. Sekitar 10 persen cara ini manjur. Akhirnya Grace berkesimpulan, para pasiennya ini memang perlu ‘dicuci otak’. Pada 2010, ia pun mulai mendirikan Light Weight, yaitu grup terapi yang pasiennya diajari cara makan, lengkap dengan peragaan.

Yang dimaksud dengan mengajari makan adalah, dengan mengajak pasien pergi bersama ke food court, lalu makanan diletakkan di depan pasien, kemudian mereka disuruh memilih mana makanan yang boleh dan tidak untuknya, lalu mengetes apakah mereka bisa mengontrol diri atau tidak, serta diajari pula berbagai macam tehnik. Misalnya mengajari pasien memasak makanannya. Karena memasak dilakukan bersama-sama pula, maka juga sekaligus menghitung kalorinya. Setelah selesai makanan akan dijejer di depan pasien, agar pasien bisa menebak kalorinya. Selain itu mereka juga pergi ke supermarket untuk membaca kemasan, sehingga pasien tahu makanan mana yang menggemukkan.

Lakukan Inovasi
Saat ini Grace pun terus melakukan inovasi, agar mengetahui mana cara yang manjur dan yang tidak. Dari sisi terapi dan obat, ia buat seaman dan seefektif mungkin. Light Weight ia kembangkan dengan membuat apps untuk meningkatkan kontrol diri pasien. Caranya, ketika datang, pasien dikasih tahu dulu cara memasak makanan yang bisa disantapnya.

Mereka diberikan buku lengkap dengan gambar cara memasaknya. Di situ, pasien bisa tahu berapa kalorinya, dan paham bahwa tahu dan sayur lebih bagus dibanding buah, daging merah juga harus lebih diwaspadai dibanding ayam. Selain itu pasien juga diajari berolahraga. Biasanya dari situ pasien menjadi lebih pintar. Sayangnya banyak yang hanya sampai tahap itu aja proses terapinya. Kalau motivasi pasien sedang tinggi, maka beratnya bisa turun dengan cepat.

Namun sebetulnya itu saja tidak cukup. Mereka tetap harus mengontrol diri lewat program yang ada di apps. Maka, kalau mereka melihat ada makanan di depan mata, bisa cepat mengetahui mana yang lebih bagus untuk penurunan berat badan.

Caranya juga tidak sulit. Nanti di layar tablet akan ditunjukkan sejumlah makanan yang harus pasien pilih. Latihan ini adalah untuk mengetahui apakah mereka bisa mengontrol diri atau tidak. Lalu mereka akan dikontrol dan dimonitor oleh ahli gizi. Setelah bisa mengontrol diri lewat pilihan jari, mainan ini lalu akan disambungkan ke alat yang dipasang ke bagian otak untuk menyadap gelombang otaknya. Jadi, pasien bermain game ini bukan dengan tangan lagi, melainkan kekuatan pikiran.

Begitu melihat risoles di layar apps, misalnya, akan terlihat apakah dia bisa mem-push sampai risolesnya hilang. Sementara kalau soto masih boleh di-put. Setelah pasien mengetahui benar caranya, akan diberikan simulasi. Misalnya, ketika ditawari pempek atau saat meeting ada makanan, akan dilihat bisa atau tidak mereka mengatasi situasi di depan mata itu. Setelah mereka bisa, akan dibawa ke foodcourt sesungguhnya, lalu akan banyak makanan yang diletakkan di depan mereka. Di situ akan dilihat, apakah pasien bisa memilih yang tepat.

Hal itu bukan bermaksud melarang pasien makan, tapi harus tahu kapan mereka harus makan dan kapan harus tidak makan. Begitu berat badan mereka sudah turun agak banyak, mereka baru dibebaskan makan apa saja, asal tetap mengontrol diri.

Menurut Grace cara ini jauh lebih mempan daripada sekedar hipnoterapi. Grace menambahkan, bahwa program apps ini juga bisa diunduh sendiri. Namun bila tanpa latihan, program ini tentu tidak akan berhasil. Jadi, ia juga mengajari cara makan lewat program yang segampang mungkin dan menyenangkan. Grace pun masih berusaha mengembangkan banyak inovasi sampai sekarang. Baik untuk obat, dan jenis treatmentnya. Selain itu di kliniknya juga mempunyai light meal dan snack rendah kalori untuk camilan. Ada pula makanan siap saji. Namun ia tidak membuka layanan catering, karena misinya memang adalah untuk mengedukasi.

Resep dari menunya sengaja ia berikan ke pasien, juga diajarkan cara memasaknya. Di sini Grace berusaha ingin memberi kailnya, bukan ikannya. Yang perlu diperjelas lagi adalah, bahwa kliniknya bukanlah slimming center, melainkan LightHouse Bariatric & Eating Disorder Center.

Bariatric adalah ilmu yang menangani berat badan. Karena menurut Grace turun berat badan itu tidak bisa hanya bicara soal gizi saja. Tapi menurunkan berat badan juga bicara soal kalori. Hal ini melibatkan psikologi yang bersangkutan. Selain itu juga harus dibarengi dengan berolahraga. Grace menambahkan, banyak pula orang yang sering menderita eating disorder. Jadi bila hanya diet biasa, tapi eating disorder yang menjadi akar pemasalahan seperti lapar mata tidak disembuhkan, akan percuma.

Dengan obat saja pun malah tidak akan selesai. Untuk bidang ini, Garce juga telah menjadi anggota dari International Association of Eating Disorder Professional (IAEDP). Pasien yang sering ditangani di kliniknya antara lain, yang kebablasan makan, anoreksia, yang bila stess larinya ke makanan, yang lapar mata, bulimia, kecanduan pencahar, sampai yang takut makan karena dulunya gemuk. Ini semua termasuk eating disorder. Harusnya, porsi makan itu berada di tengah-tengah. Tidak lebih, tidak kurang. Ada juga yang menderita ortoreksia, yakni yang tidak berani makan karena takut tidak sehat. Makanannya haruslah yang organik. Kebanyakan penderita ini berada di rentang usia 40-50 tahun. Sedangkan penderita anoreksia berada di bawah usia 20 tahun. Dari ribuan pasien yang sudah Grace tangani, kebanyakan berusia 20-45 tahun, 40-50 persen di antaranya lulus S1, 35 persen lulus S2. Penderita dari usia inilah yang kebanyakan bisa membuka diri, tahu permasalahannya, dan mau belajar.

Setiap pasien ditangani dengan strategi berbeda, karena punya fase dan tipe kepribadian yang berbeda pula. Contohnya, tipe pembosan yang harus didikte, gampang tidak enak hati, atau yang bisa memakai logika. Ada yang pada saat diberikan program mudah hafal, namun di kemudian hari lupa. Grace menerangkan, pada dasarnya setiap orang bisa menurunkan berat badannya, asalkan motivasinya tinggi. Dia juga harus tahu apa yang dilakukan, harus mau meningkatkan kontrol diri, dan meng-update pengetahuannya. Bila tidak, dia akan menggantungkan ke produk. Ketika produk sedang tidak ada, mereka akan bingung karena menganggap obat adalah segalanya, padahal bukan.

Ada beberapa rambu yang harus diperhatikan dalam menurunkan berat badan. Pertama, tidak makan olahan gula, tepung, dan minyak. Misalnya olahan tepung berupa mi, kue, kerupuk, keripik, dan roti. Kalaupun boleh melanggar, hanya untuk ‘emergency’ saja atau hari spesial, seperti hari raya atau ulang tahun. Kalau sudah bisa mengatur kalori per hari, tidak ada acara khusus pun juga boleh melanggar. Kedua, tahu bahwa makan bila lapar, dan tidak makan bila tidak lapar. Artinya, makan berdasarkan kode dari perut, bukan mata. Jadi, jangan lapar mata atau terus makan padahal perut sudah bilang kenyang. Ibaratnya, setiap bertemu pompa bensin selalu isi bensin tanpa melihat meterannya.

Banyak juga pasien Grace yang masih anak-anak. Penyebabnya baik anak maupun orangtua sama-sama bermasalah soal makan. Kalau orangtuanya lapar mata, anaknya pun akan sama. Kalau satu-satunya cara orangtua menghibur diri dengan wisata kuliner, anak juga akan sama. Bila ibunya diet, anak pun akan ikutan diet, padahal anak tidak boleh diet. Yang harus dilakukan anak adalah belajar lapar kenyang, sehingga dia tahu kapan boleh makan dan kapan tidak. Salah satu buku karya Grace yang berjudul Solusi Tanpa Stres untuk Anak Gemuk, merupakan perspektifnya terhadap keluarga Indonesia. Menurut Grace, pola makan yang baik untuk anak adalah makan ketika lapar, dan tidak makan ketika tidak lapar. Karena anak masih dalam proses pertumbuhan.

Anak yang menderita obesitas juga harus dijaga agar beratnya tetap, tapi tingginya harus bertambah. Sehingga, ia akan langsing dengan sendirinya. Anak juga harus makan dengan gizi yang berimbang, atau makan berdasarkan tumpeng makanan Indonesia. Tumpeng makanan Indonesia adalah pola makan di mana karbohidrat porsinya harus lebih banyak dari buah dan sayur, buah dan sayur harus lebih banya dari protein, dan protein harus lebih banyak dari gula, tepung dan minyak. Makan yang mengandung gula, tepung, dan minyak tetap boleh, tapi kalau pada saat lapar saja.

Untuk metode penurunan berat badan pada remaja dan anak, Grace telah mendapatkan sertifikasi Certified Trainer of OBELDICKS dari Universitat Witten/Hardecke, Jerman. Menurut Grace, kesalahan orangtua pada anak dalam hal pertumbuhan berat badan adalah, banyak orangtua yang untuk menyatakan sayang, justru mengiming-imingi anaknya dengan makanan. Misalnya, kalau rajin belajar nanti dibelikan pizza, meskipun anak tidak lapar.

Saran yang menyatakan tidak boleh makan malam agar berat badan turun, sebenarnya gampang dilakukan. Tapi hal tersebut belum tentu mampu menurunkan berat badan. Karena yang terpenting, bukanlah jam makannya, melainkan apa yang dimakan sehari itu, berlebihan atau tidak ? Ibaratnya, kalau mesinnya besar, pasti butuh bensin lebih banyak. Tapi kalau hanya kerja menggunakan otak, tidak butuh ‘bensin’ alias kalori yang banyak.

Grace pernah mengadakan penelitian selama dua tahun dengan mengumpulkan data para pasiennya. Hasilnya memang belum terlihat signifikan. Namun sejauh ini dari proses interview saja banyak yang kontrol dirinya membaik sehingga hidupnya lebih sehat. Dari penelitiannya selama dua tahun itu, kontrol diri dan pengetahuan pasien yang ikut programnya memang lebih baik dan berat badannya bisa turun 3,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang hanya konsultasi dan suntik. (ifb)

Close Ads X
Close Ads X