UN = Ujian Moral

Ombudsman Sumut kemarin mengendus adanya praktik kecurangan dalam Ujian Nasional (UN) 2016 di Medan. Padahal kita ketahui bahwa sejak dua tahun terakhir, UN tidak lagi penentu kelulusan melainkan oleh pihak sekolah sendiri. Meski demikian, tetap saja ada pihak-pihak bermain serta tidak fair.

Dahulu memang UN merupakan saat-saat yang menentukan bagi seorang siswa-siswa sekaligus saat-saat yang ditakuti oleh sebagian siswa lainnya yaitu ujian nasional. Kecemasan berlebih yang berujung pada sebuah ketakutan dirasakan ketika menjelang Ujian Nasional (UN).

Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai sebuah hasil yang terbaik, penambahan jam diluar jam sekolah guna memperdalam materi dilakukan jauh-jauh hari, menjelang ujian sebagian sekolah ada yang meng-agendakan kegiatan do’a bersama (istigotsah) guna memperoleh kemudahan dalam menempuh ujian.

Tidak sampai disitu, ada beberapa hal yang dilakukan siswa selain yang disebut diatas. Mereka melakukan itu karena diyakini dapat menolong mereka dalam ujian tersebut, diantaranya mendo’akan pensil ujiannya sebelum dipakai, kemudian ada siswa-siswi yang sampai mencuci kaki gurunya yang dimaksudkan untuk mendapatkan ridho dan restu dari sang guru.

Apapun itu bentuknya, nilainya adalah sah-sah saja asal dalam batas kebenaran yang sewajarnya. Yang tidak benar dan tidak wajar adalah melakukan kecurangan pada waktu Ujian Nasional, beberapa media elektronik maupun cetak melansir berita yang menunjukkan indikasi kecurangan dalam pelaksanaan ujian, yang paling menyedihkan ada yang men-scan soal ujian kemudian mengerjakannya dan membagikan hasilnya kepada siswa agar dapat lulus dalam ujian nasional. Sebuah kewajaran patut yang tidak sewajarnya dilakukan.

Jika pelanggaran tersebut diketahui oleh pihak pengawas tentu akan menjadi momok tersendiri bagi mereka. Perlu diketahui, Ujian Nasional yang dahulu hanya sebatas mengerjakan soal, kini telah bergeser maknanya.

Ujian nasional disamping mengerjakan soal kini bertambah menjadi ujian moral bagi siswa khususnya, dan tidak menutup kemungkinan bagi penyelenggara ujian dan pihak yang terkait. Ujian moral ini lebih berat agaknya dibanding dengan ujian mengerjakan soal, terbukti masih banyak yang belum lulus dari ujian ini.

Para guru mungkin terlupakan dengan adanya ujian moral ini, pada dasarnya siswa yang dianggap ideal sukses dalam UN adalah mereka yang dapat mengerjakan soal dengan baik dan menjaga moral mereka untuk tidak berbuat curang dalam UN.

Seberapa jujur mereka dalam menjalankan UN, sebanyak itulah nilai moral yang ia dapat. Sayangnya ujian moral ini tidak mendapat nilai yang konkrit tidak seperti nilai benar dan dalah dalam menjawab soal. Kedepan, lembaga sekolah yang kita punyai tidak hanya mampu mencetak siswa yang mampu berprestasi dalam menyelasaikan soal-soal UN, tapi juga siswa yang mempunyai moral (akhlak) yang bagus. Tentu ini diawali dari para pendidiknya. (*)

Close Ads X
Close Ads X