Trend Ngopi Sebagai Identitas Budaya

Oleh : Lidia, S.Pd.I

Kedai kopi menjadi tanda yang mengukuhkan keberadaan baru bagi masyarakat. Melalui bertemunya beragam orang, suku, agama, lembaga, status sosial dan bahkan identitas yang multikultur. Dalam pandangan yang lebih luas, kedai kopi juga bagian dari subkultur yang mempertemukan berbagai budaya dan identitas baru.

Tetapi ngopi juga bukan sekadar soal keakraban. Didalamnya kerap terjadi pertukaran informasi, wacana, dan pengembangan wawasan, bahkan hiburan sekalipun. Ada sebuah atmosfer dalam suasana persaudaran dan persahabatan yang didapatkan dari rutinitas sebuah kedai kopi.

Banyak informasi yang bisa diperoleh, baik itu fakta maupun gosip bisa didapatkan di sana. Dengan komunitas yang berisikan sepuluh orang saja, sudah banyak informasi yang didapatkan dari mereka yang memiliki latar belakang yang berbeda.

Berangkat dari realitas itulah, kebiasaan ngopi bagi masyarakat Indonesia bukanlah menjadi sebuah realitas yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Akan tetapi, lebih dari itu ngopi menjadi sebuah gaya hidup (life style) masyarakat.

Kebiasaan masyarakat yang seiring waktu telah berubah menjadi kebutuhan masyarakat. Inilah yang nantinya bisa menjadi sebuah subkultur tersendiri di masyarakat Indonesia. Kedai kopi kini muncul menjadi sebuah identitas yang melekat bagi para penikmatnya.

Tidak hanya tingkat kenikmatan semata, gaya hidup dan gaya yang khas. Tetapi kini fungsinya semakin mendapatkan hati masyarakat. Selain terjangkau harganya, nilai yang nyata di kedai kopi juga menjadi hiburan yang tak tergantikan dari kehidupan masyarakat.

Selain itu, merupakan wadah yang mana warganegara dengan bebas dapat menyatakan sikap dan argumen mereka terhadap negara atau pemerintah. Bukan hanya sekedar organisasi yang legal, melainkan adalah komunikasi warga itu sendiri.

Bersifat bebas, terbuka, transparan dan tidak ada intervensi pemerintah atau otonom di dalamnya. Kedai kopi/ ruang public juga mudah diakses semua orang. Karena dapat terhimpun kekuatan solidaritas masyarakat warga untuk melawan mesin-mesin pasar/kapitalis dan mesin-mesin politik.

Bagi sebagian pecinta kopi, waktu senggang dan bisa dilakukan dimana saja. Namun bagi kalangan tertentu menikmati kopi bukan hanya bagaimana merasakan sensasi manis dan pahit, tetapi bagaimana muatan yang menyertai aktifitas itulah yang akan berdampak lebih luas.

Misalnya para eksekutif muda akan menikmati secangkir kopi dengan menjalankan aktifitas dengan relasi bisnisnya Menikmati kopi dengan racikan sendiri di rumah atau di tempat kerja akan terasa berbeda ketika mereka menikmati kopi di kedai kopi.

Entah karena racikannya atau suasananya, kita tidak tahu. Tetapi kemungkinan, faktor kejadian ini adalah bagaimana situasi dan kondisi dalam menikmati kopi

Relasi antar tiap orang dalam sebuah komunitas saat bercangkruk ria, menikmati waktu mereka dengan gaya mereka. Dan menjadikan budaya kedai kopi sebagai suatu ruang publik yang tidak ada batasan dalam berekspresi dan bebas membicarakan apapun.

Kini kedai kopi telah menjadi life style dikalangan anak muda. Sangat mudah menjumpai warung-warung kopi dipinggir jalan hingga warung kopi di mall-mall yang begitu ramai dipenuhi muda-mudi yang menghabiskan waktu.

Istilah ruang publik (public space) pernah dilontarkan Lynch dengan menyebutkan bahwa ruang publik adalah nodes dan landmark yang menjadi alat navigasi didalam kota . Gagasan tentang ruang publik kemudian berkembang secara khusus seiring dengan munculnya kekuatan civil society.

Ruang publik diartikan sebagai ruang bagi diskusi kritis yang terbuka bagi semua orang. Pada ruang publik ini, warga privat (private person) berkumpul untuk membentuk sebuah publik dimana nalar publik ini akan diarahkan untuk mengawasi kekuasaan pemerintah dan kekuasaan negara.

Ruang publik mengasumsikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, pers bebas. Hak secara bebas berpartisipasi dalam perdebatan politik dan pengambilan keputusan.

Juga termasuk dalam ruang publik adalah tempat minum dan kedai kopi, balai pertemuan, serta ruang publik lain dimana diskusi sosio-politik berlangsung.

Terlalu banyak hal yang bisa didiskusikan dan dibicarakan ketika kedai kopi. Dan inilah yang bisa membuat lupa waktu. ini merupakan suatu fenomena yang bisa menjadi wahana komunikasi, pusat sosialisasi, pusat informasi, dan juga sebagai hiburan.

kedai kopi dianggap sebagai wahana komunikasi dan sosialisasi bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, karena semua orang bisa membicarakan apapun dengan tema apapun. Semua berita dan kabar terbaru atau yang sedang ngetren bisa saja diketahui.

Juga bisa berfungsi sebagai merilekskan pikiran dari segala kepenatan. Bagi Habermas, ruang publik memiliki peran yang cukup berarti dalam proses berdemokrasi. Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat.

Yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. Ruang publik merupakan syarat penting dalam demokrasi. Tempat warga berkomunikasi mengenai kegelisahan-kegelisahan politis warga.

Dengan demikian terlihat bahwa kedai kopi bukan hanya tempat berjual beli semata, namun juga mempunyai fungsi lain bagi masyarakat yang bersangkutan . Alasan–alasan itu lah menjadi daya tarik kedai kopi yang begitu mempesona bagi penikmatnya.

Dari siang hingga malam kedai kopi membuat cerita yang tidak pernah habis untuk di perbincangkan.

*)Penulis Dosen UMSU Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang

Close Ads X
Close Ads X