Tradisi Empat Tahun

Empat. Angka ini menjadi ‘keramat’ pada setiap persidangan korupsi. Atau agar tidak terkesan seram, bisa juga disebut tradisi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) biasanya selalu menuntut empat tahun penjara kepada pelaku-pelaku koruptor.

Dan biasanya majelis hakim akan menjatuhkan hukuman badan setengah dari tuntutan pengacara negara itu. Akibat keseringan, masyarakat menjadi hafal luar kepala. Sehingga penulis menganggapnya sebagai tradisi karena terjadi itu-itu saja.

Dan ini berlaku juga bagi Rahudman Harahap. Kemarin,  Walikota Medan non-aktif ini dituntut empat tahun sebagai ganjaran akibat ‘dosa-dosanya’ di tempatnya menjabat terdahulu. Ekspresi terkejut sempat tersirat di wajah mantan Sekda Tapsel itu.

Pejabat pesakitan itu juga tak meladeni banyak pertanyaan wartawan yang sejak pagi menunggunya. Semuanya diserahkan kepada sang pengacara. Ini beda dengan sikap Rahudman sebelumnya yang terkesan welcome.

Belum lagi sejumlah pejabat teras Pemko yang masih setia mendampinginya di ruang sidang. Tuntutan jaksa benar-benar telak memukul.  Kini pertanyaannya, apakah angka keramat itu berlaku bagi seseorang bernama Rahudman Harahap?

Atau sama sekali tidak alias bebas? Karena isu beredar, tuntutan jaksa ini jauh dari prediksi sebelumnya. Bahkan rumor di luar gedung pengadilan, Rahudman dipastikan lolos dari dakwaan. Keadaan ini sah-sah saja karena sejak menyandang status terdakwa dan ‘dipecat’ sementara dari Balai Kota, pria berkumis tebal ini sama sekali tidak pernah merasakan pengapnya penjara.

Mungkin di Medan, baru Rahudman satu-satunya pejabat yang tersangkut kasus korupsi bisa berkeliaran bebas. Kesana-kemari tanpa rasa bersalah. Bahkan baru-baru ini, Rahudman dikelilingi kaum ibu-ibu di rumah dinas Walikota yang konon mendoakannya agar bebas.

Dagelan ini tentu menggelikan. Kenapa? Karena beritanya justru diliput dan diekspos lewat bagian Hubungan masyarakat (Humas) Pemko Medan.  Rahudman benar-benar ‘didewakan’ sebagai kalangan PNS di Balai Kota.

Kini, ‘dewa’ itu berhadapan dengan angka empat tahun yang diajukan jaksa. Apakah sang ‘penguasa kota’ itu mampu lolos dari jeratan hukum, waktu yang bisa menjawabnya. Apalagi, minggu depan, giliran Rahudman melakukan pembelaan lewat pledoi.

Yang pasti, jalan bagi Rahudman tinggal dua. Satu menuju sel koruptor, sedang yang lain kembali mengantarnya ke kursi empuk Walikota.

baringinginting@gmail.com

Close Ads X
Close Ads X