Tiga Pesan untuk Guru

Oleh :   Junaidi
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Pepatah inilah yang sering  terdengar dan sudah tidak asing lagi di telinga rakyat Indonesia. Hari guru yang diperingati setiap tanggal 25 Nopember, hendaklah dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kreativitas guru-guru.
Dalam sejarah kehidupan manusia, biasanya semakin bertambah umur, maka secara umum akan bertambahlah kedewasaannya, begitu juga hendaklah guru yang ada di Indonesia. Semakin bertambahnya usia guru semakin bertambah profesional-lah guru. Namun kenyataan yang terjadi malah guru-guru yang memperingati hari lahirnya pada hari senin kemarin ternyata hanya dijadikan sebagai ajang “bermalas-malasan” oleh guru di beberapa sekolah. Setelah melakukan upacara sebagai acara ritual, para siswa di pulangkan dan guru-guru melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang pulang ke rumah, ada yang shooping dan lain-lain. Itulah kondisi yang terjadi pada hari senin kemarin.
Tiga Pesan untuk Guru
Guru merupakan manusia kedua setelah orang tua yang memiliki peranan penting dalam membentuk dan “menciptakan” kepribadian seseorang/siswa. Ulang tahun yang ke 68 mengandung makna bahwa guru sudah cukup lama ada di dunia ini. Kalau di qiyaskan dengan usia manusia, maka usia 68 tahun merupakan usia yang sangat matang dan penuh dengan pengalaman, sehingga wajar jika guru dituntut untuk berubah dalam rangka memperbaiki kualitasnya.
Paling tidak, ada 3 perubahan yang harus dilakukan oleh guru, yaitu: Pesan pertama: Guru harus berubah dari Mengajarkan menuju pada Membelajarkan. Diantara perubahan yang harus dilakukan guru adalah berubah dari mengajarkan menuju pada membelajarkan.
Mengapa guru harus berubah dari mengajar kepada membelajarkan? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya dilihat terlebih dahulu perbedaan antara mengajar dengan membelajarkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mengajar diartikan dengan “memberi pelajaran”. Secara lebih luas, mengajar adalah kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan oleh guru kepada siswa dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi,  dan metode.
Sedangkan membelajarkan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memotivasi dan memfasilitasi siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar. Peranan guru di sini lebih sebagai motivator dan fasilitator untuk menciptakan suasana kondusif agar terjadi aktivitas belajar pada siswa. Hubungan guru dan siswa pada kegiatan ini bersifat horizontal, dan karenanya, guru dapat berperan sebagai mitra belajar bagi para siswa.
Dari pemaparan di atas nampak perbedaan antara mengajarkan dan membelajarkan. Dalam kegiatan ini yang lebih aktif dalam proses belajar adalah guru, sedangkan siswa hanya sebatas “pendengar budiman” alias pasif. Fokus dan target guru hanya pada tersampainya seluruh materi sesuai dengan silabus/kurikulum, bukan pada faham atau tidaknya siswa pada materi pelajaran yang disampaikan. Hal ini berakibat pada metode penyampaian materi pelajaran menjadi monoton. (hanya ceramah dan ceramah, seandainya ada tanya jawab hanya sekedar saja)
Sedangkan dalam membelajarkan, guru berfungsi sebagai motivator, sehingga yang lebih aktif dalam kegiatan belajar adalah siswa. Guru dituntut untuk berkreativitas semaksimal mungkin dengan menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran agar siswa termotivasi dalam belajar.  Dengan demikian siswa akan lebih ingat dan faham dengan materi pelajaran yang telah mereka terima, hal ini karena mereka ikut berfikir dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar tersebut.
Pesan kedua: Guru harus Berubah dari ortodok menuju profesional. Tuntutan agar guru melakukan bentuk perubahan yang ke-dua ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 PASAL 28 ayat 3 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa “ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial”.
Keluarnya PP No 19 tersebut mengindikasikan bahwa guru di Indonesia belum profesional. Oleh sebab itu, agar guru menjadi profesional, maka syaratnya adalah empat kompetensi, yaitu: pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial.
Kompetensi pedagogik ditandai dengan kemampuan mengelola pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian tercermin dari kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa dan berakhlak mulia serta bangga menjadi guru.
Kompetensi professional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Pesan ketiga: Guru harus Berubah dari Pamrih menuju pada Ikhlas. Guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Gelar ini layak diberikan pada mereka yang menjalankan tugas bukan hanya ingin mendapatkan/mencari imbalan.
Diakhir tulisan ini, penulis kutipkan satu ungkapan bijak yang berbunyi: “Guru biasa hanya berbicara, guru bagus mampu menerangkan, guru hebat mampu mendemonstrasikan, dan guru Agung adalah guru yang mampu berinspirasi”. Semua bentuk perubahan yang penulis sampaikan di atas merupakan upaya yang bisa dilakukan untuk menjadi guru agung, yaitu guru yang mampu mencari inspirasi dalam rangka “membentuk” kepribadian seorang siswa.
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU

Close Ads X
Close Ads X