Suap Dianggap Biasa

Kasus sidang dana bansos yang melibatkan oknum anggota DPRD Sumut terus bergulir. Bahkan beberapa orang yang jelas-jelas menerima suap ternyata tak terseret bahkan tak dihukum, meski sudah jelas menerima lalu belakangan mengembalikan uang tersebut.

Seharusnya penegak hukum bisa lebih adil dalam menyidik kasus ini. Bagaimana dengan anggota dewan lainnya, yang jelas menerima lalu harus dibui untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tentu hal tersebut dirasa tidak fair, dan patut dipertanyakan.

Seperti halnya istri Gubernur Sumut Evi Diana, yang mengakui menerima uang dari koleganya, tanpa mempertanyakan asal muasal duit segepok. Namun baru kebakaran jenggot pasca kasus suap Gatot terbongkar ke publik. Rekan-rekan sesama anggota dewan, satu persatu turut buang badan berdalih tak tau. Kalaupun terpaksa harus mengembalikan, bisa saja dicicil.

Korupsi dan suap bukanlah sesuatu yang baru di negeri ini. Berbagai macam dilakukan untuk memerangi perbuatan haram tersebut. Mulai dari penguatan KPK, sampai dengan yang terbaru pembentukan tim saber pungli oleh Jokowi. Tapi tetap saja banyak pejabat terbuai dengan godaan uang suap.

Gaji besar ternyata bukan menjadi penghalang untuk tak lagi melakukan perbuatan korup. Bahkan mereka-mereka yang menggerogoti uang negara, memiliki gaji lumayan fantastis ditambah dengan berbagai macam tunjangan. Itulah kenyataannya yang tak bisa dipungkiri.

Sumut sendiri terkenal sebagai salah satu provinsi dengan indeks korupsi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini memang sangat memalukan. Lihat saja dari tahun ke tahun, mulai dari kepala daerah dari Jabatan Bupati, Walikota, hingga Gubernur ada saja yang harus berurusan dengan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Malah ada yang bilang, tak nyaman bila tak ada pungli. Seharusnya bisa ada uang masuk, kini meja yang dahulunya basah menjadi meja ‘batu’. Pengusaha-pengusaha nakal pun kerap menjadikan pungli untuk memuluskan usaha mereka. Kongkalikong tak terelak, ibarat simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan diantara mereka tapi merugikan bagi rakyat dan negara.

Tindakan tegas petugas yang meringkus pelaku tampaknya harus dibarengi dengan hukuman setimpal pula. Janganlah banyak ditangkap, tapi akhirnya vonis cuma setahun dua tahun. Kalau perlu dimiskin juga, setara dengan uang yang sudah dicurinya dari negara ditambah denda berlipat-lipat ganda.

Apalagi kalau ada ancaman hukuman untuk koruptor serta penerima suap dengan jumlah tertentu, divonis mati. Mudah-mudahan bisa mengurangi keinginan untuk menyikat uang rakyat.

Perlu kiranya kebijakan strategis dan betul-betul menohok untuk memberantas korupsi di negeri ini. Tapi ihal tersebut tentu memiliki banyak hambatan. Adalah tugas kita paling tidak di keluarga kecil sendiri, mengajarkan kepada anak, untuk tetap berprilaku jujur. (*)

Close Ads X
Close Ads X