Suap di Bisnis Pesawat

Meski KPK sudah ‘tebar pesona’ di mana-mana, namun kiranya masih segelintir orang yang terpikat akan hal ini. Betapa tidak, pesona Komisi Pemberantasan Korupsi atau dikenal sebagai komisi anti rasuah tersebut, masih saja dianggap angin lalu.

Buktinya, Kamis (19/1), lagi-lagi KPK menetapkan seorang tersangka suap kepada yang pernah menjabat kedudukan bergengsi di Garuda Indonesia. Bos anak BUMN yang menekuni bisnis penerbangan tersebut, belakangan terungkap menerima suap diduga berkisar Rp20 miliar. Suatu nilai cukup fantastis demi dipakainya merk Rols Royce sebagai mesin pesawat kebanggaan Indonesia ini.

Sebenarnya hal ini bukanlah suatu hal luar biasa. Mengingat banyaknya orang-orang penting di negeri ini, bahkan memiliki kedudukan hebat yang masuk perangkap KPK. Suap bermiliar-miliar membuat runtuhnya pondasi iman bagi mereka, sehingga tak lagi memperdulikan martabat serta harga diri.

Seperti halnya Emir. Sewaktu menjabat sebagai Bos Garuda Indonesia, gajinya pastilah selangit. Apalagi yang dikomandoi adalah perusahaan penerbangan yang membawa nama besar Indonesia. Tentu bukanlah pekerjaan gampangan dan sudah pasti penuh dengan tantangan.

Tapi lagi-lagi duit punya kuasa. Emir cuma manusia biasa, yang masih tergugah dengan uang senilai Rp20 miliar. Sehingga memuluskan pengadaan alat dan mesin pesawat dari perusahaan Rolls Royce.

Di negeri ini, boleh dibilang godaan untuk melakukan korupsi demikian besar. Siapa pun orangnya, apa pun latar belakang, gelar maupun jabatannya, memiliki peluang untuk tergelincir menjadi koruptor ataupun disuap.

Nyatanya, alih-alih surut, korupsi di Indonesia tampaknya malah beregenerasi. Indikatornya adalah munculnya semakin banyak tersangka korupsi dengan usia di bawah 50 tahun. Di sisi lain, pelaku korupsi pun kian beragam, dari mulai anggota legislatif, pejabat pemerintahan, petinggi parpol, akademisi, pengusaha hingga aparatur penegak hukum.

Dilihat dari kacamata teori penawaran dan permintaan, terdapat dua kemungkinan mengapa korporasi akhirnya bisa terlibat dalam praktik-praktik korupsi.

Pertama, pihak korporasi menjadi korban para pejabat korup yang mengambil keuntungan atas kekuasaan yang dimilikinya dengan cara meminta suap kepada korporasi dengan imbalan bakal dimuluskan proyek-proyek bisnisnya.

Kedua, korporasilah yang memiliki inisiatif aktif menawarkan suap kepada pejabat negara agar pejabat negara membuat keputusan-keputusan strategis yang nantinya menguntungkan kepentingan bisnis korporasi.

Seperti juga para penyelenggara negara, para pengusaha memikul tanggung jawab besar untuk ikut membangun dan memajukan negeri ini.

Sayangnya, sejauh ini, saban kali ada kasus tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan praktik korupsi, nyaris selalu ada pihak pengusaha yang terlibat di dalamnya.

Bagaimanapun, seperti sektor-sektor kehidupan lainnya, bisnis harus dijalankan dengan cara-cara bersih agar mampu membuahkan kebaikan bersama bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita, termasuk ikut berkontribusi secara signifikan bagi upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di negeri ini. Bukan malah sebaliknya.

(*)

Close Ads X
Close Ads X