Saudi dan Kebijakan Pengelolaan Ibadah Haji

Sejumlah murid taman kanak-kanak (TK) Al Azhar mengikuti simulasi tawaf pada pengenalan manasik haji di Masjid Al Akbar Surabaya, Rabu (7/9). Kegiatan yang diikuti murod TK, SD hingga SMP tersebut bertujuan untuk mengenalkan tata cara ibadah haji serta menanamkan pendidikan keagamaan. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc/16.

Oleh : Edy Supriatna Sjafei

Kebijakan Pemerintah Arab Saudi memberlakukan pemotongan 20 persen kuota haji (seluruh dunia) terasa besar dampaknya bagi masyarakat Muslim Indonesia, khususnya bagi calon jamaah haji yang telah menunggu berahun-tahun untuk bisa berangkat.

Sejak musim haji tahun 1434 H/2013 M, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kebijakan pe­ngurangan kuota jamaah haji ke berbagai negara Muslim, ter­masuk Indonesia sebanyak 20 persen sejak musim haji tahun sebelumnya karena adanya proyek pembangunan perluasan Masjdil Haram.

Dengan demikian, kuota jumlah jamaah haji Indonesia yang semula 211.000 dikurangi menjadi 168.800 jamaah, yakni 155.200 jamaah haji reguler dan 13.600 jemaah haji khusus.

Pemotongan kuota haji ini merupakan salah satu kebijakan yang tergolong besar pengaruhnya dalam penyelenggaraan iba­dah haji. Mencuatnya kasus pe­mal­suan dokumen haji, seperti pemberangkatan haji dari negeri jiran Filipina yang berujung pada kasus hukum.

Terungkapnya kasus 177 calon haji asal Indonesia menggunakan paspor Filipina (19/8/2016) di Manila adalah gambaran dari akar masalah seputar kuota haji di sejumlah negara Muslim.

Ditambah lagi 700 WNI juga menggunakan paspor negara jiran tersebut. Meski Filipina merasa “legowo” kuota hajinya dapat dimanfaatkan Indonesia, persoalannya tak berhenti di situ. Sebab, kasus itu sudah menyangkut pemalsuan identitas dan melibatkan mafia haji.

Pemerintah pun memahami bahwa perluasan Masjidil Haram adalah bagian penting dalam upaya memperbaiki sistem pe­layanan haji ke depan agar lebih baik lagi. Terkait hal ini Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin minta umat Muslim agar dapat memahami kondisi yang ada di Tanah Suci.

Menag minta maaf, khususnya kepada calon jamaah haji yang sudah lama menunggu namun belum dapat diberangkatkan pada tahun itu, karena keterbatasan kuota.

Kini kebijakan pemotongan kuota haji 20 persen bagi Indonesia dan sejumlah negara Muslim lainnya telah dicabut bersamaan dengan selesainya proyek per­luasan Masjidil Haram sehingga mampu menampung sekitar 10 juta jamaah.

Komplek Masjidil Haram di­perkirakan mempunyai luas ba­ngunan 500,000 meter persegi, yang juga berarti dua kali lipat ukuran luas Masjidil Haram se­belum perluasan.

Bersamaan kembali normalnya kuota haji Indonesia, Raja Arab Saudi Salam bin Abdulaziz al-Saud melakukan kunjungan kerja ke Indonesia pada 1-9 Maret 2017.

Tentu saja umat Muslim Ind­onesia gembira. Apalagi delega­si Saudi tersebut memperkuat kerjasama dalam berbagai bidang, termasuk investasi.

Gambaran singkat tentang perluasan Masjidil Haram pertama kali diperluas pada 1954. Saat itu hanya mampu menampung jamaah sebanyak 300,000 orang. Lantas dilakukan perluasan kedua pada masa raja Fahd bin Abdul Aziz dengan kapasitas 630,000 orang.

Pada 2009, proyek perluasan Masjidil Haram tahap pertama telah dimulai dengan menghancurkan 2,350 hotel di sekitar Masjidil Haram, berikut juga gedung-gedung kantor dan bangunan lainnya.

Menyusul pembersihan ba­ngunan di sekitar Masjidil Haram, proyek perluasan kali ini juga merencanakan perubuhan 1,900 bangunan lain di sekitar komplek Masjidil Haram.

Untuk mendukung suksesnya perluasan masjid tersebut, Pe­merintah Saudi menyiapkan da­na 500,000 riyal (atau sekitar Rp1,2 miliar) untuk satu meter persegi tanah yang akan terkena penggusuran tersebut.

Proyek perluasan kali ini pun bukan hanya sekadar meluaskan area Masjidil Haram, juga per­baikan sistem transportasi inter-city kota Mekkah. Sejak 2010 lalu, Saudi juga telah menyiapkan beberapa armada kereta listrik yang menghubungkan beberapa objek dalam ritual ibadah Haji.

Penggunaan kereta listrik ini sendiri ditujukan untuk mengurangi potensi kemacetan dan keributan selama penyelenggaraan ibadah haji. Dengan pengadaan kereta listrik ini pula, sekitar 53.000 bis yang selama ini beroperasi di Mekkah akan dipensiunkan, untuk kemudian diganti dengan kereta listrik yang dinilai lebih aman dan lebih nyaman bagi jamaah haji.

Hotel-hotel yang semula berada di sekitar komplek Masjidil Haram, kini akan dibangun kembali di kawasan Jabal Umar yang nan­ti mampu menampung sekitar 200,000 jamaah haji.

Hotel-hotel yang semula be­rada di sekitar komplek Masjidi Haram, kini akan dibangun kem­bali di kawasan Jabal Umar. Sekitar 200,000 jamaah haji dari berbagai negara diharapkan dapat ditampung.

Sistem IT Saudi juga mem­benahi manajemen teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Langkah ini patut diapresiasi, sebab dari sisi kepentingan In­donesia layanan jamaah haji ke depan makin mudah. Perbaikan manajamen dengan dukungan IT tersebut merupakan salah satu dari keseluruhan sistem pelayanan jamaah haji yang ikut mendorong penyelenggaraan haji ke depannya makin baik.

Padahal ketika itu Kementerian Haji Saudi tengah sibuk dengan proyek perluasan Masjidil Haram. Khususnya perhatian di kawasan thawaf yang rawan dari insiden kecelakaan karena padatnya ja­maah haji.

“Sistem teknologi informasi dan komunikasi atau information and communications technology (ICT), sangat bagus,” puji Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham.

Hal itu terlihat bagaimana petugas dari Kementerian Haji setempat mengatur magtab atau pemondokan dengan jumlah ja­maah haji yang datang. Petugas haji setempat dapat menginput data jamaah yang datang dan melihat kapasitas pondokan yang tersedia. Demikian pula ketika jamaah haji dari Indonesia akan kembali ke Tanah Air. Kapan jamaah harus bergerak ke Bandara King Abdul Aziz Jeddah dan jam berapa pesawat mendarat dan dapat mengangkut jamaah, dapat diinformasikan melalui ICT dari Kementerian Arab Saudi. Hal itu sangat membantu.

Keistimewaan ICT dari ke­menterian Saudi itu kedepan akan diintegrasikan dengan sis­­tem yang dimiliki Ditjen Pe­nye­lenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag. Berapa jamaah yang berangkat pada saat itu berikut nama-namanya, akan dimasukkan ke sistem mereka. Belakangan sistem pelayanan terpadu dengan dukungan ICT tersebut kemudian dikenal, se­karang, sebagai e-hajj.

Dengan cara itu, seluruh identi­tas jamaah haji terintegrasi sehing­ga rentang kendali pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah haji akan semakin mudah. Un­tuk menuju ke arah itu, sistem Komputerisasi Haji Terpadu atau yang dikenal Siskohat diupayakan bisa dioptimalkan lagi, bukan hanya kepada jajaran perbankan tetapi juga data yang diperlukan bagi penyelenggaraan haji di Tanah Suci bisa menyatu.

Mengatur kuota haji Setelah kuota haji kembali normal, dengan posisi 211 ribu orang (plus 10 ribu), lalu apa yang dilakukan Kementerian Agama? Jelas, sesuai dengan arahan Menteri Agama kepada Dirjen PHU Abdul Djamil, adalah melakukan penataan ke dalam. Salah satu caranya adalah melakukan seleksi dan tidak akan memberikan kuota haji kepada pihak-pihak yang tidak seharusnya dan dapat melukai rasa keadilan umat Muslim serta mengambil hak-hak calon jamaah haji.

Terpenting adalah me­re­a­lisasikan penambahan kuota haji 2017 pascapengumuman kuota haji kembali normal dan mendapat tambahan dari Kerajaan Arab Saudi. Pada Rabu, 11 Januari 2017 Presiden Joko Widodo (Jo­kowi) di Istana Merdeka Jakarta menyampaikan bahwa kuota haji RI 2017 kembali normal dan naik 52.000 orang dari 168.800 pada 2016 menjadi 221.000 orang.

“Selain pengembalian kuota sebesar 211.000, Pemerintah Arab Saudi juga menyetujui permintaan tambahan kuota untuk Indonesia sebesar 10.000,” kata Presiden Jokowi dalam jumpa pers bersama Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Presiden menjelaskan total kenaikan kuota haji untuk In­donesia 2017 mencapai sekira 52.000 dibanding 2016 sebanyak 168.800 menjadi 221.000 orang.

Jokowi menyebutkan kenaikan kuota haji itu merupakan tindak lanjut dari kunjungan dirinya ke Arab Saudi pada September 2015 dan pertemuannya dengan Deputi Kerajaan Arab Saudi di Hangzhou, Tiongkok, pada September 2016.

Terkait pelayanan haji di daerah, seluruh Kakanwil Ke­menterian Agama telah diminta untuk me­mastikan kesiapan layanan ke­berangkatan jamaah haji dari embarkasi, serta me­lakukan koordinasi dan sinergi yang baik dengan instansi terkait di daerah serta turut memantau langsung kondisi di lapangan.

Dirjen PHU diminta untuk bersama-sama dengan pihak Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, memastikan kesiapan seluruh fasilitas dan petugas pada semua titik layanan jamaah haji di Arab Saudi sebelum kedatangan jemaah haji pada musim haji tahun ini. Pastikan seluruh sarana, prasarana, dan para petugas telah siap menjelang kedatangan jamaah haji di Arab Saudi. (ant)

Close Ads X
Close Ads X