Rencana pemerintahan mengembangkan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata kelas dunia tak main-main. Tahun ini saja, Rp21 triliun disiapkan pemerintah untuk dana pengembangan objek wisata di Sumatera Utara tersebut. Proyek ini cocok karena danau Toba memiliki luas 1.145 kilometer persegi dan terdapat di tengahnya pulau Samosir, merupakan danau terluas di Asia Tenggara. Danau Toba juga memiliki panorama alam yang sungguh indah dan mempesona. Pesona Danau Toba ibarat lukisan indah hasil karya agung Sang Maha Kuasa.
Danau yang indah dengan seribu satu cerita raja-raja Batak, mewariskan kearifan lokal dan menghargai budaya leluhur. Saat yang sama wanita-wanita Batak menari tor-tor menyambut dengan kehangatan dengan ragam ulos Batak dengan khas warna merah hitam menambah sakralnya sebuah persembahan persahabatan dan cinta bagi setiap pengunjung yang singgah ke Danau Toba, dan meninggalkan kesan mendalam karena diajak ikut serta menari dan di ulosi (diberikan ulos).
Namun di tengah panoramanya yang indah, keunikan sejarahnya, keistimewaan struktur alam, hingga kekayaan budaya yang mendiaminya, nyatanya tidak begitu berdampak bagi kemajuan pariwisata dan kemakmuran masyarakatnya.
Anehnya, kondisi Danau Toba saat ini malah sangat memprihatinkan mulai dari pencemaran lingkungan, situs warisan sejarah yang tidak terawat, dan lain-lain. Bahkan sekarang, air Danau Toba menjadi kotor. Sementara itu perambahan hutan di daerah tangkapan air Danau Toba juga marak. Pembuangan limbah bermuara ke Danau Toba, juga pembuangan limbah industri wisata seperti tumpukan sampah plastik juga menjadi ancaman serius. Kini Danau Toba cenderung hanya dieksploitasi untuk tujuan komersial tanpa memperhatikan keseimbangan alam, kultur lokal, dan pelestarian lingkungan.
Di sisi lain, tiap tahunnya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mampu menganggarkan miliaran rupiah untuk melaksanakan hajatan bertajuk festival Danau Toba guna mempromosikan keindahan panorama Danau Toba,
sementara perhatian dan anggaran dalam pengembangan dan pelestarian Danau Toba sangat minim. Lihat saja infrastruktur pendukung demi majunya pariwisata Danau Toba seperti jalan, transportasi dan komunikasi banyak yang rusak dan tidak terawat sehingga menghambat roda perekonomian dan dunia pariwisata. Lalu bagaimana dengan Festival Danau Toba? Event ini masih saja minim kreativitas, miskin konsep dan ide.
Hajatan ini masih saja diisi dengan acara yang itu-itu saja dari tahun ke tahun dengan menampilkan artis-artis ibukota, lomba-lomba, dihadiri presiden atau menteri, cukuplah. Itulah puncak karya menurut mereka. Itu sebabnya hajatan ini hanya memiliki gaung sesaat, tak memiliki kemajuan yang berarti bagi pariwisata Danau Toba. Kata kasarnya, hanya sekadar untuk menghabiskan anggaran saja. Pertanyaan, pengembangan pariwisata Danau Toba, mana?
Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Untuk itulah, pemerintah pusat, pemprovsu hingga pemerintah kabupaten disekitaran Danau Toba harus berkoordinasi dalam melakukan kebijakan sinergis yang baik. Apabila hal ini sudah serius dikerjakan, tentu pekerjaan pemerintah belumlah usai.
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi program jangka panjang bagi majunya pariwisata Danau Toba. Dalam menyukseskan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini, salah satu hal yang paling utama dikembangkan adalah pendidikan.
Akhirnya, memang tidak mudah untuk mewujudkan dalam waktu singkat karena terdapat banyak kendala dan tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat dan semua stakeholdernya. Namun tantangan harus dihadapi dan masalah harus dipecahkan, membangun kepariwisataan di Danau Toba membutuhkan kerja keras dan konsep-konsep pembangunan dengan orientasi baru. (*)