Polisi dan Narkoba

Miris rasanya bila mendengar aparat penegak hukum terlibat narkoba. Seperti halnya kelakukan oknum Kapolsek asal Nias dan juga petugas Polres Tanjung Balai, yang terjaring Ditres Narkoba Poldasu sedang bersama bandar sabu 38 kilogram. Dari hasil pemeriksaan sementara, keduanya mengaku berteman dengan pebisnis haram tersebut.

Ada dua hal yang terbesit di benak penulis yaitu lecutan optimisme dan integritas aparat dalam perang melawan narkoba. Bagi aparat penegak hukum khususnya, baik TNI maupun Polri, perlu pembuktian integritas dan kapasitas mereka dalam memerangi narkoba dengan cara menyeleraskan kegiatan “bersih-bersih” baik intern maupun ekstern.

Menjadi urgent manakala oknum aparat (masih) saja terjerat dalam kasus narkoba. Sekaligus menguatkan fakta bahwa Indonesia darurat narkoba. Semakin miris jika melihat si pemakai narkoba adalah oknum aparat, yang digadang-gadang sebagai garda terdepan dalam membasmi peredaran narkoba di Tanah Air sekaligus menjadi pelopor generasi muda untuk menjauhi narkoba.

Nada optimisme untuk mengerem laju sindikat peredaran narkoba, tampaknya harus diimbangi kerja keras pemerintah, terutama Badan Narkotika Nasional (BNN), melihat jaringan narkoba sudah menyentuh sendi-sendi masyarakat dan seluruh lapisan umur.

Merambahnya narkoba di lingkungan aparat penegak hukum, baik sebagai pengguna apalagi menjadi pengedar, mengindikasikan peredaran narkoba sudah masuk pada fase yang membahayakan karena menyentuh perangkat pertahanan negara. Salah satu indikator integritas aparat masih terjaga jika tidak tergiur sebagai pemakai maupun pebisnis barang haram narkoba. Pembenahan intern dalam tubuh Polri terkait masalah narkoba dapat berupa sanksi tegas.

Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia dilarang untuk bekerja sama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara.

Menjadi pebisnis bahkan pem-beking (baca: pelindung) peredaran narkoba, yang berpotensi merusak generasi penerus, merupakan hal yang merugikan negara. Sanksi tegas berupa pemecatan atau pemberhentian secara tidak hormat perlu menjadi bahan kajian

Penyalahgunaan narkoba terbukti telah merusak masa depan bangsa di negara mana pun, daya rusaknya luar biasa, merusak karakter manusia, merusak fisik, dan kesehatan masyarakat, serta dalam jangka panjang potensi besar mengganggu daya saing dan kemajuan bangsa.

Dampak negatif luar biasa yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba kemudian dijadikan dasar pemerintah untuk menjadikan narkoba sebagai kejahatan luar biasa yang tak bisa diampuni.

Diperkirakan, 4 juta atau 2,18 % penduduk Indonesia usia 10-58 tahun menjadi penyalah guna narkotika (bnn.go.id). Sekali lagi, ini memberi warning bahwa pemberantasan peredaran, mulai dari bandar pengedar, kurir, hingga pemakai harus semakin “galak”. Menambah jelas bahwa narkoba tidak hanya merenggut “nyawa” anak bangsa secara jasmani dan rohani, tetapi juga secara finansial merugikan negara. (*)

Close Ads X
Close Ads X