Pilar Pendidikan Karakter

Sejumlah anak mementaskan tarianya pada acara pentas seni “Jenggirat Tangi” di taman Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (11/3) malam. Pertunjukan seni tari anak-anak hasil didikan seniman tari di Banyuwangi itu, guna mewujudkan program pemerintah dalam membentuk pendidikan budaya sebagai karakter bangsa Indonesia. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/foc/17.

Oleh : Lidia, S.Pd.I
Dalam pembentukan ke­pribadian peserta didik sebagai agent of change, pendidikan karakter sangat memiliki peran besar. Sebab dalam sejarah peradaban di seluruh dunia pada kenyataanya telah mampu membuktikan bahwa beberapa negara yang memiliki karakter kuat dapat menunjukkan ke­pada dunia kemajuan dan ke­sejahteraan bangsanya, na­mun sebaliknya negara yang memiliki karakter yang le­mah mereka nyaris tidak punya kon­tribusi bermakna pada ke­ma­juan dunia.

Hal ini sesuai de­ngan yang diungkapkan oleh Marcus Tulius Cicero, seorang cendekiawan Republik Roma, bahwa kesejahteraan sebuah bangsa bermula dari karakter kuat warganya. Demikian juga Arnold Toynbee, seorang se­jarawan ternama, pernah me­ngatakan bahwa dari dua puluh satu peradaban dunia yang dapat dicatat, sembilan belas diantaranya hancur bukan ka­rena penaklukan dari luar, melainkan karena lemahnya karakter, sehingga tidak me­miliki kontribusi apapun pada kemajuan dunia.

Fenomena yang tidak da­pat dipungkiri juga ter­jadi di Indonesia, bahwa ma­sya­ra­kat modern saat ini me­mi­liki kecenderungan akan ke­tidakberdayaan untuk mem­bedakan mana yang menjadi kepentingan pribadi, dan mana yang menjadi kepentingan umum, sehingga menyeret se­bagian masyarakat memiliki sifat egois, arogan dan memiliki pribadi perusak.

Sehingga yang ditampilkan sebagai dampak nyata adalah merembaknya korupsi, kolusi dan nepotisme, kebebasan seksual, penindasan dalam perilaku anarkisme masa, dan beragam perilaku negatif lainnya. Maka dari fenomena yang terjadi di Indonesia jika diakumulasikan maka yang men­jadi akar permasalahanya adalah adanya krisis karakter.

Untuk mengatasi krisis ka­­rakter di negeri ini yang se­mangkin kronis, maka peran pendidikan sangat dituntut untuk bekerja lebih maksimal lagi. Meskipun telah diakui bahwa ada menunjukkan kegagalan sebuah system pendidikan dalam membangun karakter suatu bangsa, namun bukanlah sebuah keterlambatan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, dalam membangun karakter dalam kehidupan generasi suatu bang­sa.

Menurut William Kilpatric, salah satu penyebab seseorang tidak mampu berperilaku baik meskipun pada dasarnya dia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu adalah karena ia tidak terlatih atau tidak terbiasa untuk melakukan kebaikan itu.

Maka dari pemikiran tersebut, keberhasilan pelaksanaan pen­didikan karakter tergantung kepada bagaimana pendidik dalam mendidik mampu me­nerapan ketiga pilar pendidikan karakter tersebut, yaitu: Per­tama, Moral Knowling.

Dalam pendidikan karakter tahapan ini merupakan tahapan pertama, dimana tahapan ini bertujuan untuk memberikan penguasaan pengetahuan kepada siswa akan nilai-nilai.

Moral knowling adalah pembentukan karakter dalam domain kognitif, yang dalam hal ini Implementasinya adalah sejauh mana individu dapat mengambil hikmah maupun pelajaran di balik setiap peristiwa sebagai bentuk pengalaman yang berharga bagi dirinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Kedua, Moral feeling. Taha­pan ini dapat juga dikatatakan se­bagai penguatan aspek emosi (afektif) bagi peserta didik agar mereka tumbuh menjadi indivi­du yang berkarakter. Karena itu Hernowon, mengemukakan bah­­wa bersikap merupakan ke­­be­­ra­nian untuk memilih secara sa­dar. Kemudian selanjutnya ada ke­mungkinan untuk ditindklan­ju­ti dengan mempertahankan pili­han tersebut lewat argumentasi yang diyakininya. Sikap tidak dapat diajarkan secara teoritis.

Namun Transfer sikap dapat dilakukan secara efektif me­lalui pemberian teladan dari seorang guru pada murid atau orang tua pada anak. Maka sangat tidak mengheran­kan bila dilingkungan sekitar kita banyak mengalami kemerosotan moral yang tentunya berindikasi sikap di dalamnya dikarenakan minimnya teladan yang baik yang seharusnya menjadi sum­ber dalam pembentukan sikap yang positif bagi perkembangan ka­rakter anak.

Ketiga, Moral doing. Manusia lahir sebagai makhluk sosial. Sebab itu, sebagai makhluk sosial keberhasilan manusia dapat diukur dari sejauh mana keberdaannya dapat meberi manfaat bagi manusia lainnya. Untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain tidak lah mudah, butuh adanya usaha, termasuk juga potensi dan ketrampilan.

Hal ini yang harus menjadi perhatian setiap kalangan, terutama orangtua dan guru. Dengan memperhati­kan hal tersebut orangtua mau­pun guru dapat merencanakan agar proses pembelajaran yang hendak dilakukan agar di­­arah­kan pada pembentukan kom­petensi siswa yang tidak saja hanya berkontribusi pada ke­hidupannya, namun juga mem­ber manfaat bagi ke­hi­dupan orang lain.

Dengan demikian, ketiga pilar di atas merupakan kompo­nen dasar yang merupakan satu kesatuan yang kontinyu dalam perkembangan moral anak. dan dengan mempelajari per­kembangan moral pada anak akan sangat bermanfaat se­bagai dasar pengetahuan untuk melaksanakan pendidikan ka­rakter.

Sebab pada dasarnya karakter seseorang akan tampak pada kebiasaannya sehari- hari. Karena itu, untuk menumbuh­­kan karakter yang baik pada anak, maka perlu peran dari se­mua pihak, terutama orangtua dan guru.

*)Penulis Alumni FAI UMSU.

Close Ads X
Close Ads X