Piagam WTN Bagai Surga yang Tak Dirindukan

Oleh : Salamun Nasution

Setelah mendapatkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN), Pemerintah Kota Medan malah mendapat sorotan dari sejumlah kalangan. Baik dari kalangan pejabat, akademisi sampai masyarakat sipil biasa. Pasalnya mereka heran mengapa Medan bisa menerima penghargaan tersebut. Jika dilihat dari kenyataannya, Medan jauh dari kategori penataan transportasi publik yang baik.

Penghargaan WTN me­ru­pakan bentuk apresiasi dari pemerintah kepada kota-kota yang dinilai mampu menata transportasi publik dengan baik. Dikatakan ada sejumlah aspek menjadi dasar pertimbangan dan penilaian.

Di antaranya penataan transportasi berkelanjutan ber­basis kepentingan publik serta ramah lingkungan (Harian Ana­lisa). Dari aspek tersebut maka penghargaan WTN dinilai pantas disandang oleh Kota Medan, sebagai kota yang penataan transportasi publiknya baik.

Penghargaan ini tak lebih seperti surga yang tak dirindukan oleh masyarakat. Karena setelah mendapatkan penghargaan ini, masyarakat langsung mem­berikan opininya masing-masing terkait penghargaan tersebut. ada yang mengatakan tidak pantas, tidak sesuai bahkan ada yang menyuruh agar me­ngembalikan penghargaan ter­sebut.

Penghargaan WTN yang te­lah menjadi surga yang tak di­rindukan akhirnya mengundang tanda tanya dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Se­kretaris Lembaga Advokasi dan perlindungan konsumen, Padian S Siregar. Ia menganggap WTN tidak sepantasnya diterima oleh Kota Medan karena kondisi di lapangan yang begitu mem­prihatinkan (analisadaily.com).

Kadishub Kota Medan me­mang mengatakan tidak seluruh jalan menjadi objek penilaian tim penilai dari Kementrian Perhubungan Kota Medan. Pada 2016, ada lima ruas jalan di wilayah administrasi Kota Me­dan diajukan untuk menja­di objek penilaian, yakni Ja­lan Diponegoro, Imam Bonjol, Sudirman, Suprapto dan Putri Hijau.

Wajar saja jika kelima jalan ini diajukan, karena me­mang jalan ini yang mendapat perhatian lebih dari Pemko Medan. Tapi bagaiamanapun Medan bukan hanya kelima jalan ini. Masih banyak jalan-jalan lain yang terlupakan untuk masuk penilaiaan atau memang dilupakan dalam penilaian.

Menyimpan Aib
Pertanyaan yang sama ter­ulang kembali, pantaskah Kota Medan mendapat penghargaan WTN. Faktanya, Medan sudah menerima itu dari Menteri Per­hubungan jadi tidak bisa di­kembalikan lagi. Kenyataannya penghargaan itu akhirnya jadi surga yang tak dirindukan.

Bagus memang ketika terdengar Medan mendapat penghargaan, tapi ternyata masyarakat bu­kan menginginkan piagam, me­lainkan kenyataan dari kategori piagam tersebut.

Jika Cuma lima jalan yang dinilai, bagaiamana dengan jalan-jalan yang lain. Apakah jalan ini tetap dianaktirikan? Mari kita mulai dari jalan yang sudah bertahun-tahun tak pernah dilakukan perbaikan. Pertama Jalan Soetomo-Kerakatau.

Bagi warga Medan yang pernah me­lewati jalan ini pastinya tahu keadaannya. Kegiatan gali meng­gali membuat jalan ini hancur berantakan. Bukan hanya di jalan Soetomo, jalan rusak yang diakibatkan kegiatan gali menggali juga dirasakan di sepanjang jalan Muchtar Basri.

Jalan Krakatau memang sem­pat mendapat perbaikan dengan pengecoran jalan sembari di­tinggikan. Tapi sayang kerjanya setengah-setengah. Pekerjaanya ditinggal begitu saja sehingga membuat jalan semakin rusak bahkan ketika pengguna jalan tidak hati-hati bisa terjadi ke­celakaan diakibatkan hasil pe­ngecoran jalannya belum selesai.

Lanjut ke Jalan Aksara sam­pai Sukaramai, di jalan ini se­tiap pengguna jalan pasti akan lebih suntuk lagi ketika me­lewatinya. Pasalnya jalan yang dulunya luas ini menyempit diakibatkan pedagang yang berjualan di jalanan. Macet, pastinya tidak terelakan lagi. Belum lagi jalannya becek dan penuh dengan sampah.

Jalan-jalan inilah seakan ditutupi oleh Pemko Medan. Penulis yakin jika dinilai dari keseluruhan, penghargaan WTN tidak akan pernah jatuh ke tangan Kota Medan. Apalagi penghargaan ini merupakan penghargaan keempat yang diterima Kota Medan sejak tahun 2013.

Padahal setiap tahunnya Medan tak pernah mengalami perubahan. Bahkan medan tak lagi sama seperti yang dulu. Infrastruktur jalan yang menunjang kenyamanan dan keamanan transportasi publik selalu menurun setiap tahunnya.

Jalan-jalan yang disebutkan di atas tadi jangan jadi aib yang di­coba untuk ditutp-tutupi. Sudah terlalu lama masyarakat menanti perubahan sampai akhirnya masyarakat diam karena sudah lelah, diakibatkan tindakan yang dilakukan pemerintah tidak ada sama sekali.

Pemerintah seharusnya jangan hanya mem­perhatikan jalan-jalan inti kota saja, karena Medan ini luas, jangan perhatian terfokus pada wilayah administrasi.

APBD Kota Medan 2016 se­banyak 5,38 triliun terbukti belum dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki sarana dan prasaran infrastruktur ja­lan. Harapannya APBD 2017 yang disahkan DPRD sebesar 5,2 triliun mampu mengatasi masalah tersebut.

Jalan-jalan ini jangan dijadikan anak tiri. Pemko Medan harus serius. Selesaikan janji-janji yang sudah tercetus saat kampanye dulu yang mengatakan Medan Rumah Kita. Saat ini Medan bukan rumah kita, karena rumah adalah tempat yang nyaman untuk ditinggali.

Surga yang Dirindukan
Rumah harusnya jadi surga yang dirindukan setiap orang karena kenyamanannya. Medan rumah kita harus jadi surga yang dirindukan. Bukan pengharagaan WTN itu yang diinginkan ma­syarakat, masyarakat ingin bukti nyata sehingga masyarakat bisa sependapat ketika Medan mendapatkan penghargaan ter­sebut.

Karena sampai saat ini masyarakat belum mendapatkan bukti nyata apa sebenarnya yang pantas dibanggakan dari penghargaan tersebut. Sekali lagi penghargaan tersebut ti­dak lebih dari surga yang tak di­rindukan.

Masyarakat rindu surganya, surga tempat ia tinggal. Butuh kenyamanan ketika berkendara. Bukan hanya berkendara di wilayah administrasi kota saja tetapi di seluruh penjuru Kota Medan. Mereka menagih ke­seriusan Pemko Medan dalam memperbaiki infrastruktur jalan.

Akhiri penggalian-penggalian yang membuat jalan semakin berantakan. Peroyek penggalian ini harus betul-betul diawasi sehingga tidak terlihat asal-asalan. Berbagai Jalan yang penulis sebutkan masih sebagian kecil dari banyaknya kondisi jalan rusak di Kota Medan.

Jadikanlah Kota Medan ada­lah kota yang betul-betul menjadi contoh yang baik bagi kota lain karena menerima penghargaan WTN. Malu rasanya ketika ada wisatawan dari kota lain melihat Medan seperti ini, tidak sesuai dengan penghargaan yang di­raih.

Sekarang pilihan ada di ta­ngan pemerintah. Maukah men­ja­di­kan Kota Medan menjadi kota yang diidam-idamkan sehingga pantas rasanya mendapatkan penghargaan. Atau hanya ingin menjadikan Medan sarangnya banyak piagam penghargaan tanpa ada bukti nyatanya. Ka­rena banyak pun piagam peng­hargaan yang diterima, itu bukanlah surga yang dirindukan masyarakat.

*) Penulis adalah Alumnus FISIP UMSU

Close Ads X
Close Ads X