Penghadangan Kampanye Jangan Pula Menjadi Trend

Oleh : Ramen Antonov Purba
Pilkada DKI terus menuai kontraversi. Pasangan petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dilanggar haknya dalam berkampanye. Beberapa kali kampanye pasangan petahana ini menghadapi penghadangan.

Situasi yang seharusnya tidak boleh terjadi. Hak konstitusional pasangan calon harus ditegakkan. Pihak terkait seperti KPU, Bawaslu, Panwaslu, dan Kepolisian harus tegas, agar situasi demikian tidak menular ke daerah lain. Demokrasi jangan sampai dicemari dengan intrik-intrik kotor yang dimainkan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Bagaimana masyarakat dapat mengetahui profile dan program calon jika untuk menyampaikannya pun mereka tidak diperbolehkan. Bagaimana pemimpin yang berkualitas akan terpilih jika masih ada saja oknum jahat yang berusaha menghalang-halangi pasangan calon tertentu dengan cara yang tidak bermartabat.

Penghadangan kampanye terhadap pasangan calon kepala daerah merupakan strategi politik kuno dan memalukan. Penghadangan kampanye juga tidak dibenarkan oleh Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187 ayat (4) menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye ialah pelaku pidana. Jika demikian, pihak Kepolisian dan Bawaslu harus bertindak cepat dan menindak pelakunya berdasarkan UU ini. Tindakan tegas perlu dan harus segera dilakukan untuk menimbulkan efek jera.

Pilkada DKI Jakarta akan menjadi parameter bagi Pilkada di daerah lain, bahkan merupakan gambaran Pilpres di tahun 2019. Oleh karenanya, sikap-sikap, intrik-intrik, dan strategi-strategi kotor harus di bumi hanguskan. Ada baiknya pertarungan di Pilkada fokus kepada gagasan dan program masing-masing calon.

Pilkada merupakan pesta demokrasi, dimana rakyat Indonesia di masing-masing daerah memberikan hak suaranya kepada pasangan yang diyakininya. Karenanya jangan sampai dinodai oleh ulah kotor segelintir pihak. Pihak Kepolisian dan Bawaslu harus menegaskan bahwa ada konsekuensi hukum bagi para pengganggu jalannya pesta demokrasi. Konsekuensi hukum tersebut harus benar-benar diimplementasikan. Dengan demikian, pihak-pihak yang berencana untuk menodai demokrasi akan berpikir berkali-kali sebelum menjalankan aksi tak terhormatnya.

Indonesia hendaknya jangan dikotori lagi dengan hal-hal yang tak bermartabat. Sejatinya kita semua bersatu dan bergandengan tangan guna memberikan yang terbaik untuk keutuhan NKRI. Permasalahan bangsa ini sudah cukup besar, seyogianya kita membantu agar sesegera mungkin kita dapat bangkit dari keterpurukan, bukan malah sebaliknya semakin memperkeruh situasi dengan gaya-gaya kotor dan merugikan.

Harusnya di era seperti ini kalaupun ada upaya menghambat lawan ada baiknya dengan cara yang lebih cerdas, santun, dan lebih terhormat. Jangan menggunakan cara-cara yang kuno apalagi primitif. Ada baiknya menggunakan cara-cara yang profesional dan proporsional.

Kepada masyarakat juga dihimbau untuk tidak terpancing dengan ajakan-ajakan untuk melakukan penghadangan. Karena akan ada pihak yang ingin memanfaatkan setiap momentum kegaduhan untuk mendompleng sekaligus mengambil keuntungan. Ujung-ujungnya masyarakat akan menyesal karena pemimpin yang terpilih bukan pemimpin yang inspiratif dan memiliki program yang baik untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Karenanya, mari kita memaksimalkan energi yang ada untuk membangun bingkai kebangsaan yang lebih substantif, yaitu persatuan, kedamaian, keadilan, dan kemajuan bangsa.

Pilkada yang Adil dan Seimbang
Pilkada yang baik yakni pilkada yang berjalan dalam situasi yang adil dan seimbang. Selain itu, pilkada yang baik juga harus demokratis dan benar-benar mengakomodir aspirasi semua pihak. Kita harus mengakui jika tahap demokrasi kita masih lumayan jauh dari tahap ideal.

Kandidat yang bertarung dalam Pilkada masih menggunakan jasa konsultan politik dalam mengukur peluangnya. Konsultan ini yang seringkali membuat situasi menjadi kacau. Konsultan melakukan beragam cara untuk menaikkan elektabilitas pasangan calon yang menggunakan jasanya. Tak jarang konsultan juga memperkeruh situasi guna menyudutkan calon yang lain. Idealnya situasi yang seperti ini tidak boleh berkembang, karena sangat tidak baik bagi pendidikan berddemokrasi di negara ini.

Pasal 71 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sesungguhnya sudah sangat tegas mengatur tentang pilkada. Penyelenggaraan pilkada bisa dikatakan sukses apabila memenuhi tiga syarat.

Yakni, penyelenggara pemilu yang netral, pemilih yang cerdas, dan birokrasi yang netral. Pasal ini juga menyiratkan betapa pentingnya kesadaran semua pihak untuk saling menghormati dan menghargai. Sehingga konflik-konflik yang meresahkan dan memprovokasi tidak akan terjadi.

Semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan Pilkada yang adil dan seimbang. Dengan demikian, produk hasil pilkada yakni kepala daerah terpilih adalah benar-benar figur yang mampu untuk memberikan perubahan bagi daerah yang dipimpinnya. Masyarakat sejahtera dan pembangunan daerah berjalan lancar merupakan harapan kita bersama.

Pengawasan Ketat
Jika dikaji, pilkada serentak 2017 memang berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Pilkada 2017 cenderung lebih sensitif dan sangat rawan konflik. Terbukti dengan aksi-aksi yang terjadi di beberapa daerah khususnya Ibu Kota Negara. Oleh karenanya sangat diperlukan pengawasan ketat guna menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

Jangan sampai pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari keributan yang terjadi bebas berbuat semaunya. Kecurangan-kecurangan jangan sampai lolos dari pengawasan. Kita meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) untuk terus menjagai profesionalitas sebagai penyelenggara pemilu. Lembaga-lembaga itu diharapkan tetap jujur dan adil agar pelaksanaan Pilkada Serentak berlangsung dengan jujur dan adil.

Kepada aparat keamanan, agar lebih pro aktif dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Kerja sama yang baik antar lembaga dan langkah antisipatif sangat diharapkan sehingga gangguan keamanan dapat dicegah lebih awal.

Masyarakat juga harus mengambil peranan penting untuk tetap menahan diri dan membentengi dirinya dari isu-isu yang sengaja disebar untuk menaikkan tensi politik. Pemilihan lima tahun sekali ini jangan sampai ternoda oleh aksi segelintir pihak.

Mari semua berpartisipasi positif untuk menghadirkan pilkada serentak yang damai dan berkualitas. NKRI dan Kebhinnekaan merupakan harga mati yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Seluruh elemen negeri wajib menghormati kemajemukan dan keberagaman dalam satu bingkai kebangsaan.
*) Penulis Staf UPT Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat di Politeknik Unggul LP3M Medan

Close Ads X
Close Ads X