Musuh Bersama

Dengan merasakan dampak korupsi yang merugikan rakyat, tak berlebihan untuk mengatakan korupsi adalah musuh bersama. Korupsi bukan cuma musuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, korupsi adalah musuh bersama antarkomponen bangsa. Musuh bersama?

Sebagai bangsa yang bersatu, beradab dan berkeadilan sosial sesuai butir-butir nilai Pancasila, kita diajarkan untuk menggalang solidaritas,semangat persatuan, menjunjung tinggi keadilan dan perdamaian. Dulu zaman penjajahan, kita kompak untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan.

Kita bersatu untuk melawan penjajah yang kita jadikan musuh bersama. Sejarah pun telah mencatat kita adalah bangsa besar yang memiliki potensi kuat untuk mengalang solidaritas merebut kemerdekaan Tanah Air dari cengkeraman penjajah. Kemerdekaan yang kita raih merupakan cita-cita bersama seluruh rakyat Indonesia.

Kalau dulu musuh bersama kita adalah penjajah, kini musuh bersama kita adalah koruptor, para ‘penjajah’ yang bertahta di balik kekuasaan negeri sendiri. Koruptor sebagai ‘penjajah’ hak-hak rakyat di negeri sendiri, tak kalah kejam dengan penjajah era kolonial. ‘Penjajah’ di zaman berbeda ini, sama-sama melahirkan kesengsaraan rakyat.

Kalau dulu kita bisa bersatu mengusir penjajah, lalu kenapa sekarang kita tidak bersatu melawan koruptor? Menjadikan koruptor sebagai ”musuh bersama” segenap komponen masyarakat seharusnya memang semakin bisa mempererat persatuan dan kesatuan kita. Kita bisa memperlakukan korupsi sebagai musuh bersama dengan cara melahirkan gerakan-gerakan antikorupsi yang kritis dan cerdas.

Sebagai musuh bersama, tanggungjawab pemberantasan korupsi tidak hanya dikonsentrasikan pada aparat penegak hukum semata. Konsentrasi pemberantasan korupsi sedianya memang tidak sekadar upaya penegakan hukum oleh perangkat aparatnya. Konsentrasi pemberantasan korupsi harus melibatkan komponen bangsa dalam upaya pencegahan dan pengawasan atas proses penegakan hukum kasus korupsi.

Wacana tanggungjawab kolektif pemberantasan korupsi melalui upaya pencegahan dan pengawasan bersama sudah ada. Persoalannya, bagaimana peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi memiliki desain program yang jelas dan didukung anggaran serta payung hukum yang jelas pula.

Upaya pemberantasan korupsi dari aspek pencegahan dapat dilakukan melalui dunia pendidikan, bahkan sejak usia dini. Wacana memasukkan materi antikorupsi dalam kurikulum suatu hal yang positif. Namun edukasi antikorupsi di tengah masyarakat tidak kalah penting. Dulu zaman Orde Baru ada program sosialisasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diselenggarakan badan negara.

Terlepas atas kritik terhadap proyek itu, program Penataran P4 pada zaman itu, sedikit banyak telah memengaruhi peningkatan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintahan Jokowi mengusung jargon “Revolusi Mental” yang memberi sinyal perlu adanya perubahan sikap mental bangsa ke arah yang lebih baik.

Hakikat pembangunan suatu negara adalah tercapainya kesejahteraan lahir dan batin. Sudah barang tentu aspek mental dan spiritual menjadi perhatian penting. Menanamkan nilai-nilai antikorupsi adalah bagian penting dari “Revolusi Mental” yang merupakan bagian dari aspek pembangunan spritual bangsa.

Masyarakat sudah memiliki modal kebersamaan untuk menjadikan biang keladi penderitaan rakyat (penjajahan, kemiskinan dan korupsi) sebagai musuh bersama. Semangat mereka untuk memupuk sikap antikorupsi juga sudah terbangun lewat gerakan-gerakan berbasis media sosial maupun lembaga swadaya masyarakat. Persoalannya, sudahkah semangat yang sudah terbina dengan baik itu terdukung oleh program pembinaan antikorupsi dari pemerintah sendiri?

Dukungan yang dimaksud bukan sekadar dukungan moral melalui pidato dan slogan ala pejabat yang mengharapkan masyarakat merevolusi mental untuk tidak korup dan tidak bermental hadiah dalam setiap pelayanan birokrasi. Dukungan pemerintah terhadap upaya pencegahan korupsi yang melibatkan rakyat semesta haruslah dengan memberi perhatian dan program yang jelas.

Tidak ada salahnya pemerintah mengacu pada proyek Penataran P4 yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) pada masa Orde Baru. Dalam kondisi negeri yang ‘darurat korupsi’ tak salah juga ada doktrin antikorupsi yang bisa menggugah kesadaran bersama untuk melawannya. (*)

Close Ads X
Close Ads X