Munir Mati Siapa (Yang) Peduli (1)

Oleh : Irmada Lubis

Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa mendadak populer sejak aksinya mengacungkan kartu kuning dalam kegiatan Dies Natalis ke-68, sebuah forum sakral dari UI (Universitas Indonesia) kepada orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo. Kartu kuning itu diberikan Zaadit sebagai bentuk peringatan atas berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri khususnya gizi buruk di Asmat, rencana penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI serta penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa yang dinilai mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.

Aksi Zaadit lantas mengundang pro kontra berbagai pihak termasuk tanggapan dari Presiden Jokowi sendiri. Berbagai media menyoroti hal tersebut secara berkala bahkan memberitakannya secara ekslusif.

Melupakan Munir
Ketegasan Pemimpin Negara

Tepat pada 7 september 2004, tragedi memilukan terjadi di atas langit Romania, seorang warga negara biasa yang meninggal dalam penerbangan menuju Belanda, dia adalah Munir.

Seorang warga negara Indonesia yang dikagumi oleh masyarakat luas karena sifatnya yang suka menolong orang yang termarjinalkan serta sifat humanis yang dimilikinya.

Munir namanya, seorang aktivis HAM (banyak orang menyematkan kepadanya) yang sangat vokal terhadap pemerintah Orde Baru. Namun sayang Kematian Munir masih menjadi teka-teki, tragedi kematian Munir terjadi ketika politik di Indonesia sedang panas-panasnya, dimana sedang berlangsung Pilpres putaran 2 antara SBY dan Megawati.

Usman Hamid, mantan Kontras mengatakan “hasil otopsi dari pemerintah Belanda, menyatakan bahwa ditemukan racun arsenik diseluruh tubuh Munir”. Selain itu “kasus Munir ini sarat akan politik dan ketidaksukaan individual terhadap beliau (Munir)”. Betapa kejamnya manusia meracuni manusia lainnya hanya untuk menuntaskan kepentingan individual.

A Test of Our History kalimat itu yang disampaikan oleh presiden SBY ketika berpidato dihadapan media, beliau meminta kasus ini harus tuntas dan orang-orang yang terlibat harus di adili seadil-adilnya. Keseriusan pemerintah untuk menuntaskan kasus ini terlihat dari pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, pada Desember 2004. Temuan TPF sangatlah mengejutkan bahwa pemerintah ikut andil dalam pembunuhan Munir, diantaranya Muchdi PR (Deputi V BIN), dan A.M. Hendropiyono (Kepala BIN periode 2001-2004) selain itu management Garuda pun terlibat dalam lingkaran hitam pembunuhan Munir yakni Mantan Direktur Utama, Indra Setiawan dan Polycarpus (Pilot Garuda).

Orang-orang tersebut memiliki peran masing-masing salah satunya Polycarpus yang menjadi agen lapangan, ia berperan sebagai eksekutor dimana ia memasuki racun arsenik ke minuman Munir ketika singgah di Coffe Bean, Singapura. Polycarpus pun telah dijatuhkan hukuman maksimal, namun para pembunuh Munir lainnya masih berkeliaran di luar sana dengan Impunitas yang dimilikinya.

Pertanyaan besar muncul “apa yang melatarbelakangi pembunuhan aktivis HAM Munir?”. Beberapa spekulasi muncul, mulai dari Munir dibunuh karena ingin membocorkan rahasia negara karena ia merupakan antek asing, sampai spekulasi Munir dibunuh karena ada masalah individu dengan petinggi militer Orde Baru. Tapi asumsi kuat ialah ketidasukaan militer terhadap Munir. Berawal dari kepindahan Munir ke Jakarta pada 1996, Munir mulai memfokuskan diri dalam dunia HAM setelah pindah dimana sebelumnya fokus Munir adalah perburuhan di Jawa Timur. Munir dikenal kritis terhadap Militer ketika kasus orang hilang dan penculikan aktivis terjadi, Munir menyatakan bahwa TNI terlibat langsung dalam kasus penculikan aktivis.

*bersambung

Close Ads X
Close Ads X