Mewapadai Penyebaran Virus Zika

Oleh : Arief Mujayatno
Pada awal tahun 2016, The Eijkman Institute for Molecular Biology atau Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyampaikan hasil temuannya yang cukup menggegerkan. Lembaga itu telah mendapati satu kasus Zika di Sumatera dan memperkirakan bahwa virus itu tampaknya telah menyebar “untuk sementara waktu” di Indonesia.

Virus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk ini telah menimbulkan kekhawatiran di sebagian benua Amerika. Virus yang memiliki gejala mirip dengan demam berdarah ini diyakini menyebabkan microcephaly, yakni bayi lahir dengan ukuran kepala dan otak yang kecil atau abnormal.

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan bahwa seorang laki-laki berusia 27 tahun yang tinggal di Provinsi Jambi dan tidak pernah bepergian ke luar negeri, diketahui telah positif mengidap virus Zika, pada awal semester 2015. Institut itu menemukan kasus tersebut ketika mempelajari wabah demam berdarah di Jambi.

Tim peneliti menyisihkan contoh (spesimen) yang menyebabkan gejala-gejala demam berdarah seperti demam dan ruam, yang setelah diuji ternyata bukan merupakan virus demam berdarah. Penelitian lebih lanjut pun dilakukan.

Deputi Direktur Eijkman Institute Dr. Herawati Sudoyo, Ph.D. menyebutkan dari 103 spesimen yang diperiksa dan terbukti negatif demam berdarah, pihaknya mendapati satu yang positif Zika.
Temuan ini cukup mengejutkan mengingat virus ini biasanya menjadi endemik kawasan Afrika dan area Pasifik. Virus ini terbilang jarang muncul di kawasan Asia Tenggara.

Namun, kini hal itu terbantahkan dengan fakta bahwa virus Zika memang benar-benar telah menyebar di kawasan Asia Tenggara. Di Singapura, pihak otoritas di sana telah mengonfirmasi bahwa hingga awal September 2016, sebanyak 283 orang telah tertular virus Zika. Demikian pula, di Vietnam dan Malaysia, beberapa orang dinyatakan tertular virus tersebut.

Kenyataan tersebut tentu membuat mayarakat Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan agar tidak ada warga yang terinfeksi virus itu. Tentang Zika Virus Zika adalah virus yang penularannya melalui media nyamuk aedes aegypti. Masih satu famili dengan virus lain, seperti virus penyebab penyakit demam berdarah, penyakit kuning, dan penyakit chikungunya.

Beberapa riset mengembangkan kecurigaan adanya kemungkinan penyebaran virus ini di luar media nyamuk, seperti melalui transfusi darah dan hubungan seks. Meski dugaan ini belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat virus Zika pertama diidentifikasi pada tahun 1947 di negara Uganda. Temuan pertama kali dari kasus virus itu justru didapatkan dari kasus demam yang muncul pada kera asli endemik Uganda.

Selanjutnya, virus tersebut menjangkiti manusia dan pernah menyerang sejumlah populasi manusia di kawasan Afrika secara meluas pada tahun 1954. Kasus pertama dari penyakit yang disebabkan oleh virus Zika di luar Afrika terjadi di Yap Island, sebuah pulau di kawasan Pasifik Mikronesia pada tahun 2007. Semenjak itu, kasus Zika beberapa kali muncul dalam frekuensi yang tidak kuat di kawasan Pasifik, bahkan kini hingga Asia Tenggara.

WHO mengkhawatirkan virus Zika menyebar jauh dan cepat dan menimbulkan konsekuensi yang parah sehingga Badan Kesehatan Dunia itu mendorong berbagai upaya untuk membasmi nyamuk yang menyebarkan virus Zika selagi mencari pengobatan atau vaksin untuk menghentikan virus tersebut.

Dalam laman resmi Kementerian Kesehatan RI, disebutkan bahwa bahaya terbesar dari serangan virus Zika justru muncul pada ibu hamil karena ibu hamil yang positif memiliki virus tersebut kemungkinan bisa menularkan virus itu pada janin dalam kandungannya. Virus akan menyerang jaringan otot dan sistem saraf, termasuk sistem saraf pusat di otak dari janin.

Hubungan infeksi virus Zika pada ibu hamil dengan kejadian cacat microcephaly (ukuran otak yang kecil) pada bayi yang dilahirkan belum terbukti secara ilmiah. Namun, bukti ke arah itu makin kuat.

Temuan di Brasil yang diketahui sebagai salah satu kota di Amerika Latin dengan kasus Zika yang tinggi pada tahun 2015, terjadi peningkatan signifikan kasus bayi yang lahir dengan cacat microcephaly atau microchephalus.

Mengenai gejala penularan virus ini, sejumlah pakar kesehatan melihat adanya banyak kesamaan gejala antara demam berdarah dengan demam Zika. Keduanya sama-sama diawali dengan demam yang naik turun serta rasa linu hebat pada persendian dan tulang. Kadang juga disertai mual, pusing, rasa tidak nyaman di perut, dan disertai rasa lemah dan lesu yang hebat.

Keluhan infeksi virus zika yang membedakan dengan penyakit demam berdarah, antara lain, demam cenderung tidak terlalu tinggi, kadang maksimal hanya pada suhu 38 derajat Celsius. Cenderung naik turun sebagaimana gejala demam berdarah, tetapi tidak terlalu tinggi.

Selain itu, muncul beberapa ruam pada kulit yang berbentuk makulapapular atau ruam melebar dengan benjolan tipis yang timbul. Kadang ruam meluas dan membentuk semacam ruam merah tua dan kecokelatan yang mendatar dan menonjol. Muncul rasa nyeri pada sendi dan otot, kadang disertai lebam dan bengkak pada sendi dan otot seperti terbentur dan keseleo ringan.

Dalam sejumlah kasus, kerap muncul keluhan infeksi mata menyerupai konjungtivitas dengan mata kemerahan. Kadang warna sangat kuat pada bagian dalam kelopak sebagai tanda munculnya ruam pada bagian dalam kelopak mata.

Meski demikian, sejauh ini jarang ada kasus kematian yang muncul karena infeksi virus Zika. Penyakit yang memang masih dalam riset sejauh ini tidak menandakan sebagai penyakit berbahaya, kecuali adanya masalah gangguan sendi, sakit kepala hebat, dan ruam yang membuat kulit terasa kurang nyaman dan gatal.

Penanganan paling efektif menurut Dr. Herawati Sudoyo, Ph.D. adalah dengan meningkatkan asupan vitamin C, E, B, dan A dalam tubuh untuk memicu sistem kekebalan tubuh membentuk perlawanan alami terhadap virus Zika.

Dunia medis sampai saat ini masih belum menemukan obat yang khusus untuk menyembuhkan virus tersebut. Upaya Pencegahan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek membenarkan bahwa ada masyarakat yang terjangkit virus Zika, setidaknya berdasarkan laporan pada pertengahan 2015, bahwa seorang yang terjangkit virus Zika berada di Jambi. Penderita Zika tersebut berasal dari suku Anak Dalam.

Menkes mengatakan bahwa dirinya belum mengetahui pasti berapa banyak warga yang sudah terjangkit virus Zika. Namun, dia memastikan jumlahnya tidak mencapai puluhan atau ratusan orang seperti yang terjadi di Singapura.

Meski demikian, Kementerian Kesehatan tidak akan lengah meski tidak banyak warga yang terjangkit Zika. Menkes mengatakan bahwa pemerintah akan tetap waspada karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan status waspada terhadap penyebaran virus tersebut.

“Memang belum terbukti apakah Zika benar menyebabkan microcephaly, tetapi sudah ada “warning”. Tidak ada upaya pencegahan terhadap virus Zika yang benar-benar definitif selain menjaga kebersihan agar tidak ada nyamuk,” ujarnya.

Namun, dia mengatakan bahwa sejumlah petugas kantor kesehatan pelabuhan dan bandar udara melakukan “screening” terhadap mereka yang menderita demam. Sementara itu, Kementerian Perhubungan melakukan upaya pencegahan penyebaran virus Zika di seluruh pelabuhan dan bandara internasional karena virus tersebut kini sedang merebak di Kawasan Asia Tanggara.
(ant)

Close Ads X
Close Ads X