Mengurangi Jumlah Pengangguran Terdidik

Ribuan wisudawan mengikuti upacara wisuda program sarjana dan pascasarjana tahun akademik 2015/2016 di Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (3/12). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah lulusan perguruan tinggi yang berkerja saat ini adalah 12,24 persen atau setara 14,57 juta dari 118,41 juta pekerja di seluruh Indonesia. Sementara pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai 11,19 persen, atau setara 787 ribu dari total 7,03 orang yang tidak memiliki pekerjaan. ANTARA FOTO/Maulana Surya/pd/16.

Jumlah angka penganggu­ran terus saja bertambah dari tahun ketahun, dan yang lebih disayangkan lagi pengangguran tersebut dari kalangan terdidik. Hal ini disebabkan salah satunya de­ngan tidak seimbangnya anta­ra jumlah pertumbuhan pendu­duk di Indonesia dengan lapa­ngan pekerjaan yang tersedia. Upa­ya yang dilakukan oleh pemerin­tah dalam mencegah mening­kat­nya jumlah pengangguran yang notabenenya penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan belum dilakukan secara serius dalam menangani permasalahan tersebut. Pada tahun 2012 dari data Badan Pusat Statistik (BPS), untuk tingkat pendidikan Diplo­ma angkanya mencapai 7,5% dan untuk tingkat pendidi­kan sarjana angkanya mencapai 6,95%, sementara untuk tama­tan pendidikan menegah masih me­nempati posisi tertinggi, yaitu sebesar 10,34 %.

Dari data statistik tersebut jelas bahwa lembaga pendidikan seperti sekolah dan kampus yang selama ini menjadi andalan masyarakat untuk merubah nasib kehidupan mereka belum mampu seutuhnya mengurangi jumlah pengangguran yang ada di negeri ini. Lembaga pendidikan memiliki peran yang besar untuk selalu melakukan evaluasi dan inovasi dalam me­ningkatkan mutu lulusannya. Dan wajar jika hanya orang-orang yang memiliki kemampuan lebih yang dapat memenangkan persaingan di era sekarang ini, karena memang dunia persaingan ker­ja pun semakin kompetitif. Dan hanya orang-orang yang me­miliki kemampuan lebih yang dapat memenangkan persaingan di era seperti sekarang ini. Hal ini tentunya menggugah pikiran kita bersama dalam memecahkan problem pengangguran terdidik.

Karena itu, lembaga pen­didikan khususnya sekolah dan kampus harus berupaya dalam menciptakan generasi dan lu­lusan yang terdidik, kreatif, progresif, dan mandiri. Apabila sebagian lembaga pendidikan di Indonesia selama ini hanya berorientasi dan hanya nampak rajin menciptakan manusia-ma­nusia yang berhasil dan hanya mengandalkan angka-angka serta beberapa lembar ijazah semata. Maka, kedepan sudah seharusnya, pendidikan berbasis soft skill perlu ditingkatkan. Seperti lulusanya dibekali dengan kemampuan berwirausaha. Su­dah saatnya lulusan lembaga pendidikan da­pat menciptakan lapangan pe­kerjaanya sendiri, bukan lagi hanya bekerja di perusahaan milik orang lain. Jiwa berwirausaha kepada para lulusan sangat per­lu ditanamkan, sebab diakui maupun tidak, bangsa ini ma­sih membutuhkan wirausahwan muda. Hal ini sebagaimana yang dikutib dalam tulisan Ahmad Faozan, bahwa wirausaha di Indonesia saat ini masih kurang dari 3% atau sebanyak 750 ribu orang saja, karena itu masih membutuhkan sedikitnya 4 juta wirausaha baru lagi, Dengan demikian tentunya negeri ini masih kekurangan para wirausahawaan.

Sudah semestinya apabila semakin banyak masyarakat yang mengecam pendidikan maka bangsa ini semangkin maju dan persoalan pengangguran tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagii bangsa ini. Betapa dunia pendidikan kita telah sedikit terlambat dalam mencetak generasi-generasi tangguh pe­nerus perjuangan bangsa. Upaya melakukan in­tregrasi antara pendidikan ber­basis soft skill dan hard skill menjadi relevan saat ini, terutama mengoptimalkan pe­nerapan pendidikan wirausaha di lingkungan pendidikan, baik itu pada tingkat SMP, SMA mau­­­pun pada tingkat per­gu­ru­an tinggi sekalipun. Lang­­kah tersebut merupakan se­bu­ah solusi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ba­nyaknya jumlah pengangguran yang ada di negeri ini. Karena pada dasarnya fungsi pendidikan nasional telah jelas, disebutkan dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, pasal 3 disebutkan bahwa: “Pendidikan Nasio­nal berfungsi mengembangkan ke­­­mampuan dan membentuk wa­­tak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka men­cerdaskan kehidupan bang­sa, bertujuan untuk ber­kem­bangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ber­takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, ber­ilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dalam undang-undang ter­sebut telah jelas di se­but­kan bahwa lembaga pen­di­dikan ber­kewajiban untuk me­na­nam­kan hardskill dan softskill pada peserta didiknya. Hal ini penting dalam rangka menumbuhkan semangat dan motivasi untuk membentuk wirausahaman-wirausahawan muda. Tentunya kita sangat prihatin dengan nasib bangsa ini, dimana bangsa ini memiliki potensi alam yang sangat baik, namun dikelola kebanyakan oleh orang asing. Dan masyarakat Indonesia iba­rat dijadikan pem­bantu di ru­mah sendiri. Hal ini karena rendahnya minat ma­syarakat untuk berwirausaha. Karena itu, Untuk menghilangkan pengangguran yang ada di In­donesia, sebenarnya bukan hanya semata tugas lembaga pendidikan dan pemerintah namun ini adalah tugas kita bersama. Sudah saatnya ma­syarakat Indonesia merubah mindset untuk berwirausaha, dengan berwirausaha sendiri maka akan semangkin luas la­pangan pekerjaan di negeri ini.

*)Penulis Dosen FAI UMSU.

Close Ads X
Close Ads X