Oleh : Hanni Sofia Soepardi
Rasa keadilan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kembali dipertanyakan ketika izin masuk diberikan kepada puluhan ribu tenaga kerja asing, namun pada waktu yang bersamaan badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) justru merebak di Tanah Air.
Fakta itu menjadi bukti betapa besar potensi Indonesia sebagai pasar tenaga kerja di satu sisi, namun di sisi lain potensi ketimpangan pun rawan terjadi. Data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan sampai 25 Agustus 2015 sudah ada 26.506 buruh di Indonesia yang terkena PHK.
Daerah dengan jumlah PHK paling besar adalah Provinsi Jawa Barat dengan 12.000 orang selanjutnya Banten dengan 5.424 orang, Jawa Timur 3.219 orang, Kalimantan Timur 3.128 orang, dan DKI Jakarta 1.430 orang.
PHK tersebar di berbagai industri terutama padat karya di antaranya garmen dan tekstil, industri logam, dan sepatu. Di sisi lain pintu bagi tenaga kerja asing justru mulai dibuka menjelang dibukanya pasar bebas di kawasan ASEAN.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri membenarkan ada ribuan tenaga kerja asing dari Tiongkok yang sudah masuk dan bekerja di Indonesia. Berdasarkan data Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan per Januari 2014 hingga Mei 2015 ada sedikitnya 41 ribu buruh asal Tiongkok yang pernah mendapatkan izin kerja.
Sampai akhir Juni 2015, Menteri Hanif memastikan ada 12 ribu buruh Tiongkok di Indonesia.
Kontroversi mengenai keberadaan tenaga kerja dari Tiongkok ini merebak, setelah sejumlah media memberitakan beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang dikerjakan sepenuhnya oleh buruh Tiongkok di beberapa lokasi di Indonesia.
Satu di antaranya adalah pembangunan PLTU Celukan Bawang di Buleleng, Bali, yang dikerjakan empat kontraktor China Huadian Power Plant, China Huadian Engineering Co. Ltd, PT CR 17, dan mitra lokal PT General Energy Bali.
Pekerja asal Tiongkok gampang ditemukan di kota itu sejak proyek dimulai tiga tahun lalu. PLTU berkapasitas 3×100 megawatt itu bernilai investasi sekitar Rp9 triliun.
Semua Izin Menggunakan Tenaga Asing yang dikeluarkan untuk kedua pabrik itu sifatnya sementara dengan masa kerja hanya enam bulan di tahap konstruksi, bukan produksi dan hanya boleh menempati jabatan tertentu yang “expertise”.
Menaker juga meminta keberadaan buruh Tiongkok tidak dibesar-besarkan. “Pekerja asing di Indonesia hanya sekitar 70 ribu. Bandingkan dengan jumlah penduduk 240 juta dan angkatan kerja kita 129 juta. Itu kan 0,1 persen saja tidak ada,” katanya. “Jadi jangan takut-takuti orang dengan isu tenaga kerja asing.” Ada Anomali Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan ada angka anomali ketika di satu sisi terjadi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri setelah meningkatnya investasi, tapi di sisi lain terjadi PHK pada perusahaan yang kesulitan.
Untuk itu pihaknya menginisiasi program pencegahan PHK melalui berbagai hal, di antaranya pembentukan Desk Khusus Investasi Sektor Tekstil dan Sepatu hingga mendorong investasi padat karya yang potensial mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Franky juga berupaya men dorong investasi padat karya untuk menciptakan lapangan kerja hingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ia mengatakan program itu dimaksudkan untuk dapat mengomunikasikan kepada publik dan investor bahwa ketika merebak isu PHK banyak pula perusahaan padat karya yang tetap merealisasikan investasi di Indonesia.
Menurut dia, banyak perusahaan padat karya yang merealisasi proyek investasi dengan jadwal penyelesaian konstruksi bertahap mulai dari akhir 2015 hingga akhir 2019. Franky mengatakan pada tahap pertama BKPM bekerja sama dengan 16 perusahaan investasi padat karya di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja hingga 121.285 orang dalam waktu lima tahun 2015-2019.
Sebanyak 16 perusahaan yang sedang dalam tahap konstruksi terdiri dari 11 Penanaman Modal Asing (PMA) dan 5 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan nilai total rencana investasi sebesar Rp18,9 triliun dan total realisasi investasi sebesar Rp11,4 triliun hingga September 2015.
Dari angka itu, total perkiraan nilai ekspor sebesar 1,3 miliar dolar AS. Sementara penyerapan tenaga kerja ke-16 perusahaan PMA dan PMDN tersebut diperkirakan 74.885 orang pada 2015-2016 dan 47.400 orang pada 2017-2019.
Dari 16 perusahaan padat karya tersebut terdiri atas industri kulit, barang dari kulit dan sepatu sebanyak 7 perusahan dengan total rencana investasi Rp2,2 triliun dan realisasi investasi Rp2,7 triliun. Industri ini akan menyerap sekitar 58.300 orang tenaga kerja dalam kurun waktu 2015-2019.
Industri tekstil sebanyak 8 delapan perusahaan dengan rencana investasi Rp12,1 triliun dan realisasi investasi Rp 8,5 triliun dengan rencana penyerapan tenaga kerja 57.705 orang sepanjang 2015-2019.
Perusahaan tersebut adalah PT Sri Rejeki Isman, PT Jaya Perkasa Textile, PT Rayon Utama Makmur, PT Nesia Pan Pacific Clothing, PT Eco Smart Garment Indonesia, PT Delta Merlin Dunia Textile, PT Delta Merlin Sandang Textile, PT Apparel One Indonesia, dan PT Jaya Perkasa Textile. Untuk industri makanan dan minuman sebanyak satu perusahaan yaitu PT Kaldu Sari Nabati Indonesia.
Menebar Optimisme Merespon isu banyaknya PHK, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan bawahannya agar mencari perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya. “Cari mana yang PHK, saya suruh cari Kepala BKPM, tapi tidak ketemu,” ucap Presiden Jokowi. Kepala Negara mengatakan bagi perusahaan yang akan mem-PHK karyawannya ia meminta agar sebelumnya menyampaikan kesulitannya kepada Menteri Perindustrian dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Kalau ada yang PHK, sampaikan kepada Menperin sampaikan kepada Kepala BKPM kalau ada hal yang bisa kita bantu, kita bantu,” ujarnya.
Hal itu menurut dia sangat penting, karena menyangkut rakyat yang bekerja di perusahaan itu sehingga pemerintah berkewajiban untuk membantu menyelesaikan masalah itu. Presiden sendiri menegaskan perlunya menumbuhkan optimisme di tengah perlambatan ekonomi global yang terjadi sekarang ini. “Dengan optimisme itulah kita bisa selesaikan masalah ekonomi di negara kita,” imbuhnya.
Ia sendiri yakin pada semester dua tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik sementara negara lain justru anjlok. Jokowi memperkirakan kenaikan diperkirakan 0,3 persen karena salah satunya serapan APBN dan APBD semakin tinggi.
“Belanja APBN sudah 64 persen, akhir tahun perkiraan kita bisa sampai 92-94 persen sehingga kita harapkan itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi kita. Negara lain boleh turun tapi kita harus optimis Indonesia naik pertumbuhannya. Optimisme itu yang harus ditumbuhkan, tidak ada yang lain,” tukasnya.
Pemerintah juga terus mendorong perbaikan iklim investasi dengan mempercepat proses pendirian Badan Hukum Investasi melalui PTSP Pusat di BKPM yang meliputi izin penanaman modal (investasi), akta pendirian perusahaan dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum Indonesia, serta NPWP. “Proses ini maksimal 3 jam, mulai 26 Oktober 2015,” kata Presiden. Hal itu dilakukan semata untuk mengantisipasi “badai” PHK di penghujung tahun. (ant)