Medan Mencari Harta Karun

Oleh: Dedi Kurniawan

Beberapa masalah memang tak gampang mencari solusinya. Tetapi bukan berarti masalah yang sukar itu tidak mungkin bisa diselesaikan. Hanya saja perlu keefisienan solusi terahadap masalah-masalah yang muncul. Mencari solusi yang efisien tidak sulit, cukup menanyakan hati nurani secara pribadi. Kira-kira begitu. Medan te­­­ngah mengalami beberapa masalah yang pelik. Selain kemacetan yang sebentar lagi me­­­­­­­­­­­­­­­­­­­nyaingi Jakarta, hal lain seperti banjir serta masalah angkutan konvensional dan online menjadi konflik yang harus kita cari solusinya. Tetapi pembahasan kali ini hanya spesifik kepada masalah kemacetan.

Ya, Medan sepertinya akan menganu­gerahkan predikat “tua-tua di jalan” kepada masyarakatnya. Banyak hal yang menyebabkan jalanan Medan menjadi sangat macet dijam-jam sibuk; jam berangkat ke kantor/ sekolah, jam makan siang, dan jam pulang dari kantor atau pulang sekolah . Hal itu disebabkan oleh banyaknya kendaraan pribadi yang menggunakan jalanan dijam tersebut. Hal lain yang memengaruhi jalanan Medan menjadi macet adalah banyaknya pembangunan infrastruktur atau galian drainase yang setengah hati dari pemerintah kota Medan. Akibatnya lebar jalan yang tidak memadai ditambah proyek galian drainase menyebabkan jalanan menjadi sempit.

Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan pada pengguna jalan dan masyarakat, kenapa pemerintah selalu melakukan galian setelah beberapa tahun sebelumnya pemerintah melakukan pemasangan pipa penyaluran limbah. Semua jawaban itu pasti akan berlindung dari alasan “untuk kepentingan dan kenyamanan masyarakat”.

Sekarang mari kita hitung-hitungan, dampak apa yang diberikan dari proyek penggalian drainase sekarang. Pertama, ruas jalan menjadi menyempi. Otomatis pengguna jalan akan terganggu. Kedua, kesehatan masyarakat menjadi tujuan dari dampak penggalian drainase. Debu-debu yang berterbangan dan dihirup langsung oleh pengguna jalan atau masyarakat yang ada di sekitarnya. Tidak semua pengguna jalan menggunakan masker saat berkendaraan dan tidak semua masyarakat sekitar pula yang menggunakan masker saat beraktivitas. Hal ini seharusnya dipikirkan pemerintah ketika melaksanakan proyek yang “itu-itu terus”. Hal ini jangan dianggap sepele, lantaran dampaknya bukan sekarang terjadi tetapi sepuluh sampai lima belas tahun ke depan, mungkin secara masal masyarakat akan terkena penyakit asma akut. Ketiga, pedagang makanan. Orang-orang akan malas singgah ke tempat jualan itu lantaran banyaknya lumpur hasil dari penggalian drainase. Lain lagi ketika debu bertebaran. Walaupun seenak apapun makanan yang dijualkan, pelanggan tentu tak mau dengan ribet hanya untuk membeli di tempat tersebut. Pelanggan-pelanggan akan pergi ke tempat lain. lebih celaka lagi kalau pelanggan tersebut menemukan tempat yang lebih enak dari sebelumnya. Bayangkan pula jika pedagang tersebut kehilangan pelanggan dan merugi berkepanjangan. Salah-salah usahanya bisa gulung tikar jika ditinggal seluruh pelanggan.

Ada Rahasia

Pandangan ini akan terlihat seperti mengada-ada. Tetapi jika kita tilik secara rendah hati dan jujur, pastilah pandangan ini “ada betulnya juga.” Secara kasat mata di sana-sini khususnya kota Medan, kita menyaksikan betapa banyaknya proyek pembangunan. Baik itu gedung, pemasangan pipa pembuangan limbah, penggalian drainase dan sebagainya. Kita menyaksikan fenomena rutin ini seperti tak ada putusnya antara satu sama yang lain. hal ini membuat risih para masyarakat yang ada di sekitar area proyek.

Di area proyek bukan hanya pekerja manusia yang ramai, alat berat pun tak luput dari proyek ini. Tentu, di balik niatan proyek tersebut tersimpan sesuatu proyek yang lain. entah sengaja atau bukan, sepertinya para pekereja “sengaja” membuat ketahanan dari proyek tersebut hanya bertahan separuh dari ketahanan yang sesungguhnya. Misal, ketika proyek pembangunan jalan yang ditargetkan akan bertahan selama lima tahun, disulap mereka menjadi tiga tahun, lebih parah lagi seperti apa yang dialami di jalan Mukhtar Basri, Kecamatan Medan Timur. Ketika penulis tinggal di daerah tersebut selama lebih kurang lima tahun tak pernah merasakan jalanan yang mulus. Tentu penulis bertanya-tanya dalam hati kenapa pemerintah seperti abai terhadap ini. apalagi umumnya pengguna jalan di situ adalah mahasiswa yang menjadi tonggak penyambung harapan untuk meneruskan cita-cita bangsa.

Secara nasional pasti masih ada dan banyak mungkin daerah-daerah yang mengalami hal serupa. Seharusnya para masyarakat tak tinggal diam. Harus ada perlawanan secara intelektual, bukan berdemo dan menimbulkan masalah baru.

Jangan-jangan ada rahasia dibalik rahasia. Jangan-jangan pemerintah sedang mencari harta karun. Makanya setiap tahun ada saja proyek penggalian. Tak putus-putus. Barangkali demi menemukan harta karun. Dan jika memang betul, pemerintah sedang mencari harta karun, maka bersainglah secara sehat dengan masyarakat. Jangan menggunakan jabatan dan kekuasaan demi persaingan mencari harta karun.

Penulis adalah alumnus UMSU.

*)Pegiat literasi di FOKUS UMSU dan RUMMBA Tanjungbalai.

Close Ads X
Close Ads X