Konflik Palestina Menelan Relawan

Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang paling lama berlangsung di wilayah Timur Tengah, yang menyebabkannya menjadi perhatian utama masyarakat internasional. Konflik antara keduanya yang telah berlangsung lebih dari setengah abad ini melibatkan banyak negara Arab dan Barat, serta menjadi agenda pertama dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketika PBB baru terbentuk, dan sampai saat ini belum terselesaikan meski telah banyak resolusi yang dikeluarkan. Dalam perspektif sejarah dunia Islam, konflik dua negara ini menarik perhatian, karena terbentuknya negara Israel berarti berkurangnya daerah Islam dalam peta kawasan dunia Islam. Keberhasilan bangsa Israel dalam mendirikan negara pada kawasan yang sudah “bertuan” tidak lepas dari kekuatan gerakan pemikiran dan ideologi yang mem-back up nya, yaitu Zionisme. Zionisme inilah yang diklaim menyulut api konflik berkepanjangan dan mengobarkan permusuhan turun-temurun di bumi Palestina dan sampai sekarang ini masih sering bergejolak.
Seorang relawan medis perempuan Palestina dilaporkan tewas ditembak di dada oleh pasukan Israel di Jalur Gaza. Razan Al-Najar ditembak ketika berusaha menolong seorang demonstran yang terluka di Khan Younes. Seorang saksi mata berkata, awalnya relawan berusia 21 tahun itu datang dengan seragam putih yang menandakan dia adalah petugas medis. Najar telah mengangkat tangannya sehingga bisa terlihat oleh pasukan Israel. Namun, mereka tetap menembaknya. Kematian Najar membuat Menteri Kesehatan Palestina, Jawad Awwad, menyebut tindakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) masuk dalam kategori kejahatan perang. Sesuai Konvensi Jenewa pada 1949, paramedis mendapat perlindungan ketika ketika berusaha menyelamatkan mereka yang terluka dalam konflik. Pasal 24 dalam konvensi secara khusus menyebutkan “paramedis yang melakukan pencarian, pengumpulan, atau perawatan luka-luka harus mendapat perlindungan khusus”.
Pada sisi lain, konflik tersebut bukan hanya konflik antar dua negara atau beberapa negara yang terlibat, tetapi menjadi lebih “sensitif” ketika dinilai sebagai perang antar peradaban atau ketegangan antar ideologi dunia, yaitu Zionisme-Yahudi vis a vis IslamPalestina dan khususnya Baitul Maqdis bukan tempat biasa. Sangat istimewa. Allah dan Rasulullah Sallallaahu ‘alayhi wa sallam langsung yang mengistimewakannya. Mayoritas para rasul dan nabi dilahirkan, dibesarkan, berkarya, dan meninggal di wilayah ini. Risalah-risalah wahyu juga diturunkan di sini. Peristiwa-peristiwa besar bersejarah sudah terjadi di sini, dan peristiwa-peristiwa besar di masa depan juga dinubuwahkan akan terjadi di sini. Diantaranya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengistimewakan dan menyebut tempat ini (surat Al-Isra’ ayat 1), terjemahannya: “Maha Suci Zat yang telah memperjalankan hambanya dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya untuk kami perlihatkan padanya sebagian tanda-tanda kebesaran kami, sesungguhnya Dialah(Allah) yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Di Al-Quran, Allah juga menjelaskan peristiwa yang dialami Nabi Musa ‘Alayhissalam dalam surat Al-Maidah ayat 21, terjemahannya: “Wahai kaumku masuklah kalian ke negeri suci yang telah ditentukan untuk kamu dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut pada musuh) maka kamu akan menjadi orang yang rugi.”Negeri suci yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Palestina dan Baitul Maqdis.
Al-Quran menyebutnya muqaddasah (yang disucikan), dan kesucian itu mencakup makna keagungan, keberkahan dan ketinggian derajat. Ketika Nabi Musa dan kaumnya diperintahkan memasuki wilayah ini, beliau berkata kepada mereka, “Sesungguhnya ia adalah tanah yang telah dijanjikan Allah kepadamu melalui mulut bapak kalian Israil (Ya’qub), sungguh itu adalah warisan bagi orang yang beriman diantaramu…” Kemudian Nabi Musa memerintahkan mereka berjihad untuk masuk. Merekapun beralasan dengan berkata, “Sungguh di dalam negeri yang kamu perintahkan kami masuk kedalamnya dan memerangi penghuninya terdapat kaum yang kejam bertubuh besar dan sangat kuat, sungguh kami tak akan mampu melawan maupun menyerang mereka.” “Kami tidak akan bisa masuk selama mereka berada didalamnya. Jika mereka keluar barulah kami akan masuk. Jika tidak, tentu kami tak akan berdaya di hadapan mereka.” Rekaman peristiwa dan dialog antara Nabi Musa dan Bani Israil waktu itu di dalam Al-Quran, menunjukkan pentingnya wilayah ini dan orang-orang yang berhubungan dengannya.
Sumber konflik masalah Palestina-Israel dapat dilihat dari dua hal. Pertama, segi agama. Agama-agama besar dunia yaitu Islam, Kristen dan Yahudi, menganggap wilayah Palestina sebagai tempat suci mereka. Di Palestina terdapat Tembok Ratapan yang amat dihormati menurut Yudaisme. Sementara bagi umat Kristen tempat tersuci di kawasan itu adalah Gereja Kuburan Suci yang didirikan sebagai tanda bagi tempat penyaliban, pemakaman, dan kebangkitan Yesus. Sedangkan umat Islam menganggap kota Yerusalem sebagai tempat suci ketiga setelah Mekkah dan Madinah, karena di sini terdapat Masjidil Aqsha tempat Nabi Muhammad Saw ( Shalallahu ’alaihi wassalam) melakukan Mi’raj. Kedua, segi sejarah. Sejarah juga menjadi faktor penyulut konflik Palestina-Israel, karena tempat-tempat di Israel terdapat situs-situs bersejarah yang berkaitan dengan agama dan tempat tinggal orang-orang Yahudi, Islam dan Kristen. Sampai sekarang ini, baik orang Yahudi, Islam dan Kristen banyak berkunjung ke daerah ini untuk beromantisme dengan tempat tinggal nenek moyang dan juga nabi-nabi mereka.
Palestina adalah sebuah nama untuk wilayah barat Syiria, yaitu wilayah yang terletak di bagian barat Asia dan bagian pantai timur Laut Tengah. Sebagaimana diketahui oleh para arkeolog bahwa kota yang pertama kali dibangun dalam sejarah manusia adalah kota “Ariha” (Jericho) yang terletak di timur laut Palestina, yang dibangun kira-kira 8000 tahun SM. Palestina pada awalnya memang merupakan tanah air bagi bangsa Israel yaitu dari tahun 1000 SM-135 M. Pada tahun 1000 SM, Nabi Daud a.s. (‘alaihissalam) bersama dengan Thalut (lihat Alqur’an S. 2: 246-251) dapat mengalahkan bangsa Ammonit (Amaliqah) dan Philistine (rakyat yang suka berperang di Palestina) dari negeri Palestina, sehingga Nabi Daud a.s. bersama dengan keturunannya menjadi raja di sana. Dalam rentang waktu yang lama (1000 SM-135 M) negeri Palestina pernah berada di bawah Kerajaan Achaemanid Persia (539 SM-330 SM).
Kira-kira dua abad sebelumnya, negeri itu berada di bawah Kerajaan Assyiria dan Babilonia. Kemudian selama ± 300 tahun Palestina berada di bawah dinasti Ptomely dari Mesir dan Dinasti Selecuid dari India4 bagian barat, sampai kemudian muncul Roma yang menaklukkan Dinasti Selecuid pada tahun 63 SM. Pada tahun 611 M, raja Chosroes dari Kerajaan Sasan (Persia) datang menyerang hingga berhasil merebut negeri Palestina dari Romawi. Romawi berhasil merebut kembali negeri itu tahun 628 M pada masa pemerintahan Raja Heraclius. Umar bin Khattab ra (Radiyallahu ‘anhu) kemudian menyerang negeri Palestina pada tahun 636 M dan berhasil menguasainya Pemerintahan Islam kemudian beralih dari Umar bin Khattab ra kepada Dinasti Umayyah (661-749M) hingga akhirnya Dinasti Abbasiyyah (749-940M).
Penulis adalah Dosen UMSU
Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang

Close Ads X
Close Ads X