Hukum Rimba Vonis Kasus Narkoba

Oleh : Ika Riana

Tertangkapnya salah satu rapper Indonesia Iwa K karena kedapatan membawa ganja di bandara membuktikan bahwa kasus narkoba tidak memandang siapapun orangnya. Baik politisi, penegak hukum juga dunia hiburan selalu melahirkan orang baru yang jatuh ke dalam dunia narkoba. Tapi pembahasan kali ini bukan mengenai betapa banyaknya lakon dunia hiburan yang jatuh ke dalam jurang narkoba, tetapi lebih dari hukum tentang narkoba yang masih seperti hukum rimba.

Hal ini menyusul karena penyayi yang terkenal dengan lagu “bebas” mengajukan rehabilitasi dalam penanganan kasusnya. Ya, bukan hanya Iwa K, beberapa artis di Indonesia yang tertangkap dikarenakan kasus narkoba juga meminta hal yang sama dan selalu terkabulkan. Bahkan mereka dituding adalah korban dari narkoba yang harusnya mendapat perhatian dan direhabilitasi secepatnya.

Tapi yang jadi pertanyaan apakah ini berlaku terhadap rakyat kecil yang bukan publik figur. Bahkan penetapan hukum yang berbeda-beda terhadap kasus narkoba membuat vonis terhadap pengguna narkoba pun dipertanyakan. Ada apa sebenarnya dan mengapa orang-orang yang mempunyai nama besar mendapatkan keringanan dan hanya mendapatkan rehabilitasi. Sedangkan mereka yang terkadang hanya kurir bisa terkena hukuman mati. Hukum rimbakah pada kasus narkoba saat ini?

Seperti halnya yang terjadi di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Pada kasus narkoba yang menimpa seorang remaja berinisial IVS (18). Ia dihukum tiga tahun penjara, berbeda dengan berinisial RA yang sebelumnya divonis dua tahun penjara. Padahal jika diperbandingkan, meski penangkapan IVS dengan RA berbeda, namun barang bukti yang dimiliki mereka hampirlah sama yaitu IVS terbukti memiliki 2 paket sabu dengan berat 0,72 gram sedangkan RA memiliki 9 paket sabu dengan berat 0,74 gram. Ada apa dengan ini?

Perbedaan-perbedaan hukuman ini tentunya mengundang tanda tanya mengapa bisa demikian. Apalagi seperti yang penulis katakan sebelumnya, sebagian besar pelaku kasus narkoba yang berhasil ditangkap oleh kepolisian tidak lebih hanya sebatas orang suruhan ataupun kurir.

Sedangkan bandar beserta distributor lainnya masih bisa menghirup udara bebas atau masih bisa seperti raja di dalam lapas. Sementara itu, yang diekseskusi dan terkena hukuman mati adalah mereka yang bertugas sebagai penyambung tangan. Adilkah jika demikian?

Kalaupun bandar narkoba yang tertangkap entah mengapa pelayanannya sangat berbeda. Seperti halnya seorang bandar besar kelas internasional Fredy Budiman. Meskipun telah diekseskusi, kasus Fredy masih bisa diambil contoh dari segi hukum rimbanya kasus narkoba.

Dimana Fredy bisa seperti raja di dalam lapas dan dengan mudahnya mengendalikan narkoba di dalam lapas. Setelah dieksekusi pun siapa penegak hukum yang menjadi bekingan Fredy Budiman juga masih dipertanyakan. Seperti yang diungkapkan oleh kontras yang sempat menghebohkan Indonesia, meskipun saat ini hal tersebut tak lagi berlanjut dan hanya menyisihkan tanda tanya dan rasa penasaran saja.

Betulkah Seperti Hukum Rimba?

Kembali ke penangkapan Iwa K yang kedapatan membawa ganja, dan juga sederet kasus narkoba yang menimpa selebriti tanah air. Entah mengapa setiap ada penangkapan selebriti dikarenakan kasus narkoba hukumannya hanya seatas rehabilitasi. Jarang ada selebriti yang mendekap di penjara beberpa tahun dengan kasus narkoba. Beda dengan masyarakat biasa, mereka bisa terkena pasal pemilik, pemakai, bahkan bisa jadi pengedar dan dihukum mulai dari penjara beberapa tahun sampai hukuman mati. Ada apa sebenarnya, ataukah memang hukum benar tajam ke bawah tumpul ke atas.

Rasanya sayang jika semangat anti narkoba dikalahkan dengan kenyataan hukum rimba kepada kasus narkoba saat ini. Karena yang pertama kali harus disoroti tentunya hukum yang tak boleh memihak. Sehingga impian untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang bebas narkoba bukan hanya isapan jempol belaka. Maka ketegasan hukum dan penegak hukum dalam membrantas narkoba juga sangat diperlukan. Jangan pandang siapa yang telah ditangkap tapi objektiflah dalam memberikan hukuman.

Jangan sampai dikarenakan publik figur atau orang terkaya di Indonesia, atau keturunan ke tujuh dari orang berpengaruh di Indonesia mendapat payung hukum. Jika demikian gembar-gembor perang melawan narkoba hanya sebatas tong kosong nyaring bunyinya. Karena jika dihadapkan dengan orang-orang seperti mereka hukumnya seakan menjadi pedang yang tak diasah.

Jika masih saja ada pengendalian narkoba di dalam lapas berarti membuktikan bahwa penegak hukum belum bisa satu suara dengan gerakan anti narkoba. Mereka masih terlena dengan miliaran rupiah sehingga melindungi napi yang merupakan bandar narkoba. Maka dari itu perbaiki dulu segi hukum dan evaluasi penegak hukum. Langsung copot siapa saja yang bermain belakang dalam pengendalian narkoba di dalam lapas. Ini adalah bukti tegas jika ingin Indonesia bebas dari narkoba.

Menyelamatkan Bangsa
Pemberantasan narkoba merupakan suatu bentuk upaya untuk menyelamatkan bangsa Indonesia, mengingat peredaran narkoba di negara ini sudah sangat memprihatinkan. Peredaran narkoba bahkan sudah masuk ke jajanan anak-anak yang merupakan regenerasi dari bangsa ini.

Maka dari itu pemberantasan narkoba sampai ke akar seharusnya bukan jadi isapan jempol belaka. Karena selain meresahkan, narkoba juga telah menghancurkaan ribuan mimpi anak-anak negeri.

Tak seharusnya lagi pemerintah menutup mata akan hal ini. Menutup mata dalam artian melindungi para mafia-mafia besar narkoba dan memberikan payung hukum kepada para pengguna narkoba yang mempunyai nama besar.

Seharusnya hukum yang merata dan tak terkesan hukum rimba harus diterapkan dalam pemberantasan narkoba. Karena jika masih saja ada main mata terhadap vonis hukum pada kasus narkoba, selama itu juga tak akan ada efek jera baik pengedar dan juga pengguna.

Buktikanlah jika pemerintah tegas dalam memberantas narkoba. Siapun mereka apapun jabatannya harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Vonis yang dijatuhkan harus merata, jika masyrakat kecil yang menjadi pengguna harus dipenjara terkait kepemilikan begitu juga dengan publik figur yang terjerat narkoba.

Jangan hanya sebatas direhabilitasi dengan alasan merupakan korban dari narkoba. Jika seperti itu maka keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia hanya ada di sila ke ke lima dalam Pancasila.

Kita semua tentunya peduli terhadap maraknya kasus peredaran narkoba. Kita juga harus berpartisipasi untuk memberantas narkoba. Jangan tumpulnya hukum membuat semangat Indonesia bebas narkoba menjadi loyo dan hanya sebatas teriakan-teriakan tak bertuan.***

*) Penulis adalah Alumnus FE UMSU

Close Ads X
Close Ads X