Hilangkan Pungli di Sekolah

Oleh : Satriana Sitorus SPdI
Praktek Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN), terus saja terjadi di Indonesia. Bukan hanya menerpa para pejabat tingkat atas, namun KKN juga sangat sering terjadi dalam skala kecil di lembaga pendidikan seperti sekolah.

Saat ini masyarakat khususnya orang tua siswa diresahkan dengan maraknya pungutan liar atau (pungli) setiap tahun ajaran baru berlangsung. Biasanya siswa yang baru masuk ke suatu sekolah, terutama sekolah negri elit, adalah mangsa paling empuk menjadi sasaran pungli para oknum.

Kondisi ini tentu saja men­coreng wajah pendidikan kita, ditengah upaya memperbaiki karakter para penurus bangsa melalui pembenahan sistem pendidikan, pihak sekolah justru melakukan perbuatan tercela yang secara tidak langsung mendidik kepribadian siswanya yang menjadi korban pungli. Sayangnya, meski telah banyak pihak yang menyuarakan pungli ini, pemerintah dan pihak terkait tidak dapat berbuat banyak untuk memberantasnya.

Marak
Berdasarkan data dari Peneliti Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri mengatakan, bahwa dari hasil investigasi ICW setelah membuka 12 titik posko menerima sekitar 25 pengaduan, sebagian besar tentang adanya pungutan liar di sekolah-sekolah.

Febri menambahkan, wujud pungutan itu dapat ber­macam-macam, mulai dari pe­mungutan untuk baju sekolah yang mencapai ratusan ribu rupiah, uang bangunan, uang buku, uang pensiun guru, infaq bahkan asuransi MOS dan lain sebagainya. Pungli tersebut justru banyak terjadi setelah siswa diterima di sekolah. Bukan saat proses penerimaan siswa baru seperti yang banyak diperkirakan masyarakat.

“Biasanya setelah siswa di­terima masuk, lalu orang tua diajak rapat, nanti di­so­sialisasikan pungutan dan ber­dasarkan pengaduan mereka merasa dijebak,” ujarnya. (was­padamedan.com)
Dalam hal ini, komite sekolah harus segera menindaklanjuti sebagaimana tercantum dalam Pasal 196 (3) bahwa Komite sekolah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap ke­luhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan.

Pemerintah se­bagaimana dalam Surat Ke­­pmen Pendidikan Nomor 044/U/2002 mengenai Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah mengamanatkan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan satuan pendidikan (sekolah).

Lahan Bisnis
Mencari pemasukkan tambahan, merupakan modus yang paling sering dilakukan oleh para oknum disekolah untuk melakukan pungli. Berharap dari gaji, seorang oknum guru terkadang masih jauh dari kata mencukupi.

Apalagi jika masih berstatus honorer. Misalnya guru menjual buku pendukung pembelajaran kepada muridnya. Padahal pemerintah telah melarang penjualan buku-buku di sekolah, karena pemerintah telah berusaha menyediakan buku pendidikan secara gratis dan bahkan oleh pihak pemerintah sudah menganggarkan Rp 7 miliar untuk pembelian seragam untu siswa baru.

Jika dikaji dengan bijak mengenai penyaluran dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) selama ini terjadi banyak penyimpangan, seperti yang terjadi di Kabupaten Gresik, pungutan liar di SDN 1 Te­logopatut “Wali murid yang anaknya baru masuk ke sekolah tersebut langsung diminta untuk membayar iuran sekitar Rp 1,5 juta. Tapi oleh orangtua dibayar secara mengangsur, sekarang baru dibayar Rp 800 ribu, rincian uang tarikan itu untuk pembelian buku, seragam dan LKS.” ungkapnya. (surya.co.id)

Menurut penulis ini jelas kontradiktif, kenapa harus ada pungutan untuk pembelian se­ragam lagi, padahal pemerintah sudah memberikan dana BOS kepada pihak sekolah. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sebagaimana ketentuan pasal 9 Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2012, tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan dan Satuan Pendidikan Dasar melarang pungutan di sekolah.

Pertama tidak boleh dilakukan kepada peserta didik atau orang tua atau walinya yang tidak mampu secara ekonomis. Kedua, tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Ketiga, tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku ke­pentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.

Jadi dengan demikian, SDN atau SMPN tidak diperbolehkan untuk memungut biaya kepada siswa, dalam bentuk hal apa pun itu. Sebaik apapun konsep, teori maupun peraturan, jika tidak ditindaklanjuti dengan pelaksanaan/implementasi sama halnya dengan menumpuk dokumen berharga tapi tidak berguna. Mari semua kita be­rantas pungli dalam bentuk apapun di dunia pendidikan.***
*)Penulis adalah Alumni Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, bekerja sebagai guru Pesantren Al-Ihsan di Labura

Close Ads X
Close Ads X