Hentikan Membakar Sampah Menjadi Rezeki

Pembakaran sampah di lahan pekarangan rumah setiap hari masih menjadi kebiasaan masyarakat, dan hal ini dianggap merupakan hal yang wajar-wajar saja. Apabila naik pesawat udara dari Jakarta menuju kedaerah lain, ketika pesawat mau naik atau mau mendarat, dapat dilihat banyak sekali halaman rumah penduduk membakar sampahnya. Dapatdibayangkan berapa banyak polusi udara yang ditimbulkan setiap harinya dari hasil pembakaran sampah ini. Dalam jangka waktu yang pendek, kelihatannya cara ini lebih praktis dan lebih mengirit ketimbang harus menjalankan proses daur ulang yang panjang. Dalam jangka waktu yang panjang, cara cara seperti ini sebenarnya lebih merugikan individu yang bersangkutan, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan. Polusi yang kelihatannya sedikit ini, lama kelamaan menjadi bukit. Polusi ini perlahan lahan akan membuat sebagian orang yang seharusnya hidup sehat menjadi sakit, antara lain sakit gangguan pernafasan (asma, paru paru dll.).

Orang tersebut yang seharusnya dapat bekerja 8 jam per hari tanpa sakit sepanjang tahun, hanya dapat bekerja kurang dari 8 jam per hari dan sakit beberapa hari per tahunnya. Orang tersebut dirugikan karena kehilangan upah hariannya ditambah harus keluar biaya untuk merawat kesehatannya. Disamping itu, masih ada lagi kerugian lainnya bagi individu yang sakit itu. Dia kehilangan kenikmatannya dimana dia seharusnya bisa menikmati hari liburnya (misalnya Sabtu dan Minggu) bersama anak dan isterinya, karena sakit, harus diam dirumah. Kehilangan kenikmatan sejenis ini, kalau kita mau, masih bisa digambarkan dalam bentuk uang. Secara keseluruhan negara juga dirugikan karena mempunyai rakyat yang sebagian tidak bisa kerja efisien karena sakit. Ditambah lagi negara harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengurus dan mengobati rakyat yang sakit gangguan pernafasan.
Community-Based Solid Waste Management dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menggunakan konsep “bank sampah” di Desa dilakukan dengan cara memilah sampah dari skala rumah tangga. Tujuan memilah sampah ini untuk mendapatkan sampah anorganik layak jual yang bisa ditabung di “bank sampah”. Sampah yang sudah dipilah dibawa sendiri oleh masyarakat ke “bank sampah” Badegan. Sampah organik dimasukkan ke komposter rumah tangga dansampah anorganik yang tidak layak jual diangkut oleh petugas. Masyarakat penabung sampah pada kelompok (paguyuban) disebut nasabah. Setiap nasabah sampah memiliki tempat penampungan yang sudah memiliki identitas nama dan nomor rekening pemilik sehingga memudahkan petugas memilah tabungan sampah setiap nasabah yang akan diambil oleh pengepul sampah. Setelah tempat terisi penuh, petugas “bank sampah” Badegan menghubungi pengepul. Selanjutnya pengepul akan menaksir harga tiap kantong untuk kemudian dicocokkan dengan bukti setoran nasabah. Selain nasabah, terdapat peran pemulung dalam pengelolaan sampah di 28 kelompok (paguyuban). Proses daur ulang yang dilakukan oleh pemulung meliputi pemisahan atau pengelompokan sampah.

Pemulung memungut sampah anorganik yang masih bernilai ekonomis dan dapat didaur ulang sebagai bahan baku industri atau langsung diolah oleh ibu-ibu anggota kelompok menjadi barang jadi yang dapat dijual.Pendekatan partisipasi masyarakat relevan dipergunakan pada wilayah permukiman di Desa. Pendekatan tersebut secara bertahap mampu mendorong masyarakat untuk bersedia terlibat, melakukan dan merasakan manfaat. Pendekatan partisipasi masyarakatjuga mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sejak dari sumbernya. Penggunaan pendekatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Desa mendorong pengatasan permasalahan berdasarkan kondisi masyarakat. Kelemahan, potensi, peluang dan tantangan yang ditawarkan mengacu kepada kondisi masyarakat. Masyarakat yang berdaya dalam pengelolaan sampah di Desa mampu mengorganisir dalam kegiatan bersama untuk memecahkan permasalahan sampah mereka, dan bentuk kesadaran dalam menanggapi permasalahan sampah atas dasar kepentingan bersama.

Close Ads X
Close Ads X