Haruskah Menghormati Putusan MA

Permohonan uji materi Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 yang diajukan Muhammad Taufik, Djekmon Ambisi, Wa Ode Nurhayati, Jumanto, Masyhur Masie Abunawas, Abdulgani AUP, Usman Effendi, dan Ririn Rosiana beberapa waktu yang lalu dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dapat menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Pemilu 2019.

MA beralasan kedua Peraturan KPU tersebut bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Layakkah kita menghormati putusan itu. Mereka jelas telah diputus bersalah oleh hukum. Melakukan pelanggaran ketika menjadi wakil rakyat.

Memang mereka telah melewati hukuman dan diberikan pembinaan ketika menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Tetapi, siapa yang menjamin mereka tidak lagi melakukan pelanggaran ketika kembali diberikan kesempatan. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Para pemilih harus cerdas menilai putusan MA ini. Putusan boleh mengabulkan, tetapi penentunya tetap para pemilih yang empunya kedaulatan suara.

Korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi didefenisikan penyalahgunaan wewenang atau kuasa untuk mengeruk uang negara demi kepentingan pribadi dan golongannya. Sah-sah saja mantan narapida korupsi berkelit bahwa mereka melakukan korupsi dengan alasan dorongan dan kepentingan pihak lain.

Menurut penulis alasan tersebut hanya klise yang bertujuan untuk cuci tangan dari kasus yang menjeratnya. Bandar narkoba juga kejahatan yang sangat berbahaya. Merusak seluruh lapisan elemen bangsa yang terlanjur menggunakannya. Tingkat kriminalitas meningkat karena mereka yang terjerat harus memenuhi hasrat untuk menggunakan barang haram tersebut.

Kejahatan seksual terhadap anak tak kalah berbahaya. Berapa anak bangsa yang trauma psikis karena mengalami perlakuan yang tidak pantas dari manusia psikopat. Kesimpulannya, ada penodaan demokrasi yang terjadi ketika mantan narapida korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual diijinkan untuk dipilih. Kita bersyukur bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual tidak ikut diijinkan.
Melarang warga negara menjadi caleg sekalipun mantan narapidana memang tindakan inkonstitusional yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan UU Pemilu. Mengijinkan mereka untuk menjadi caleg sama saja dengan mencoreng wajah kemanusian.

Kerugian-kerugian yang diakibatkan perbuatan mereka tidak hanya merugikan negara. Masyarakat luas juga terkena dampak dari perbuatan tersebut.

Bayangkan sebuah proyek mangkrak karena anggarannya dikorupsi. Kualitas infrastruktur yang tidak sesuai standard karena sebagian anggarannya dijadikan uang pelicin agar penunjukan proyek dapat berjalan dengan mulus.

Berapa anak bangsa yang harus kehilangan masa depan karena terjerat penggunaan narkoba. Bagaimana tingginya tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh pengguna narkoba guna memenuhi hasratnya menggunakan barang haram. Berapa anak dibawah umur yang kehilangan nyawanya dan rusak mentalnya karena diperlakukan tidak manusiawi oleh manusia tidak waras.

Semua hal tersebut seharusnya lebih tinggi nilai dan maknanya bagi MA sebelum memutuskan. Idealnya bukan hanya berdasakan semata-mata UU yang ada. Faktor lain yang bisa jadi lebih berbahaya seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi MA sebelum memutuskan.

Karena MA sudah memberikan keputusan, saatnya rakyat yang punya kedaulatan untuk mengambil keputusan. Harus cerdas dalam menentukan pilihan. Jangan pilih musang berbulu domba. Jangan pilih kucing dalam karung.

Rekam Jejak
Rekam jejak menjadi poin penting. Karakter dan rekam jejak menentukan nasib daerah dan masyarakatnya. Wakil rakyat yang tak mau korupsi akan menjadi salah satu jaminan daerah yang memilihnya berkarakter. Apabila daerah berkarakter sudah dipastikan pembangunan daerah akan berkembang dan rakyatnya sejahtera. Pilihlah wakil rakyat yang memikirkan rakyat yang memilihnya. Jangan pilih wakil rakyat yang hanya memikirkan dirinya dan kroninya.

Kita harus berkaca dari kejadian korupsi massal yang terjadi di Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) kota Malang dan Sumatera Utara. Begitu besar kuasa dan pengaruh wakil rakyat, jika disalahgunakan akan berakibat fatal bagi kesinambungan daerah yang memilihnya.

Pemimpin yang memiliki catatan bersih, karakter kuat membangun daerah pilihnya, dan berintegritas, itulah figur pemimpin yang layak menjadi pilihan. Wakil rakyat berkarakter bersih dan tidak memiliki catatan buruk saja bisa bermasalah alias beresiko, apalagi yang sudah pernah bermasalah sebelumnya. Kembali ditegaskan peran penting masyarakat menentukan masa depan daerahnya kedepan. Rakyat harus cerdas. Memilih pemimpin yang bebas dari catatan korupsi merupakan harga mati. Mereka yang berpeluang korupsi maupun berpeluang melakukan kejahatan lain harus tegas jangan dipilih.

Pemilih Cerdas

Apapun putusan MA, masyarakatlah yang menjadi penentu utama. Masyarakatlah penentu figur tersebut duduk atau tidak. Harus cerdas dalam menentukan pilihan. Jangan mudah tergoda dengan janji manis para calon. Saatnya selektif dan tidak asal pilih. Jangan lihat partainya tetapi lihatlah figur yang diusung.

Jangan karena partai besar dan berpengaruh, kita memilih figur tersebut. Banyak partai besar dan berpengaruh yang kadernya terseret kasus korupsi dan harus lengser karena harus diproses secara hukum. Rekam jejak menjadi hal yang wajib diketahui dan ditelusuri sebelum menjatuhkan pilihan. Para calon pastinya akan melakukan segala cara untuk meyakinkan masyarakat untuk memilihnya. Jangan sampai terkecoh dan harus melihat kompetensi.

Salah satu yang penting dicermati dari para calon kelak selain integritas yakni etika dan moral. Calon wakil rakyat haruslah memiliki etika dan moral yang baik dan terpuji.

Figur yang pintar belum tentu memiliki etika dan moral yang terpuji. Minimal dapat bekerja dengan komitmen dan penuh rasa tanggung jawab. Tak dapat dipungkiri kekuasaan dan jabatan politik kerap menjadikan seseorang berubah. Realitas politik tersebut harus dipahami dalam memilih. Mulai saat ini masyarakat dapat memonitor figur yang kembali mencalonkan diri.

Saat ini kita dapat dengan mudah mengetahui pendidikan figur tertentu sampai aktivitas yang pernah dilakukannya. Masyarakat dapat memilih berdasarkan hal tersebut. Dengan tidak memilih figur yang tidak layak, masyarakat telah menyelamatkan masa depannya.

Penulis Dosen di Politeknik Unggul LP3M Medan

Close Ads X
Close Ads X