Harapan Kepada Pilar Keempat Demokrasi

Perilaku para pengelola media yang mengambil keuntungan karena kepemilikan medianya dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesungguhnya telah menciderai kedudukan media beserta hakikat fungsinya. media tidak dapat lagi dinilai sebagai pilar ke-empat demokrasi. Media bahkan dapat dipandang sebagai “alat perdagangan” bagi pemilik dan kelompoknya.

Jika media telah menjadi alat komersial dan kepentingan kelompok, maka paradigma masyarakat harus diubah agar tidak dapat terpengaruh dan tidak mudah diperdaya oleh media. Media harus dinilai hanya sebagai “toko waralaba” sehingga masyarakat harus pandai memilih dan memilah media yang dikonsumsinya.

Media literasi menjadi suatu keniscayaan bagi masyarakat. Sebaliknya, jika media penyiaran masih ingin meletakkan fondasi kepercayaan masyarakat sebagai pilar ke-empat demokrasi maka media harus berbenah. Proses rekonstruksi media harus dimulai dengan menghambat reintegrasi antara media sebagai industri dan media sebagai alat politik.

Tujuannya jelas agar media kembalai kepada fungsinya yang hakiki. Demikian pula lembaga penyiaran, dapat menjadi sarana untuk memperkukuh integrasi nasional, mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk watak dan karakter bangsa, menjamin kesejahteraan umum dan memajukan industrinya.

Sesuai dengan tujuan penyiaran yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pemilihan Umum merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat yang merupakan kehendak mutlak bangsa Indonesia setelah menetapkan dirinya sebagai negarademokrasi.

Nilai demokrasi pada pemilu antara lainsetiap tahapan penyelengaraanpemilu sesuai mengandung kepastian hukum. Agar tercipta derajat kompetisi yang sehat,partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memilikimekanisme pertanggungjawaban yang jelas, maka penyelenggaraan pemilihan umumharus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Implementasidari upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas adalah membentuk danmelaksanakan fungsi pengawasan pemilu.

Penataan agenda (Agenda Setting) mengacukepada kemampuan media massa untuk mengarahkan perhatian khalayak terhadap isu-isutertentu yang diagendakan media massa. Media massa memiliki kekuatan untukmempengaruhi agenda media kepada agenda publik.

Kecenderungan jurnalisme menjadialat propaganda terutama di musim kompetisi pemilihan umum hal ini karenaterkonsentrasinya pemilikan media pada sekelompok elit kekuatan ekonomi, sejumlahkonglomerat yang secara keamanan bisnis (business safety) masih sangat tergantungpada kekuatan politik yang sedang atau akan berkuasa. Dalam Pemilu, media jurnalismemesti menyajikan fakta-fakta dan informasi independen tentang peristiwa dan isu-isuyang akan jadi referensi bagi masyarakat dalam membuat keputusan.

Tujuan palingpenting bagi media massa adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga.Untuk itu independensi media sangatlah penting. Independen dari otoritas politik,otoritas sosial atau bisnis, dan tidak ada bias personal. Modelwatchdog journalism atau anjing penjaga yangsecara sederhana menempatkan media danjumalis sebagai the monitor of power bukanagent of power.

Dalam konteks penerapanjurnalisme politik pada institusi mediakomersial, kredibilitas media dipengaruhikemampuannya mengimbangi pesan-pesanperiklanan politik yang diterimanya denganmuatan jurnalisme politik yang kritis terhadapkesalahan yang dilakukan pemasang iklan itu.
Hal itu dapat dilakukan, antara lain denganpoling rutin media untuk menyiarkan visi, misi,dan program partai/capres dan cawapresdengan waktu/ruang yang memadai sehinggadapat membantu pemilih menyeleksi informasipolitik yang dibutuhkan. Media massa baikcetak maupun elektronik idealnya tidak hanya”panen” iklan politik, tetapi marak denganberita-berita politik yang tajam.

Peran watchdogdalam media secara sederhana adalah perankritis membuat manajemen dan proses eksekusikebijakan dari kekuasaan berlangsungtransparan, membuat publik mengetahui persis. Saat ini media masaa menjadipropaganda. Menurut Noam Chomsky,kecenderungan media menjadi propagandaterutama di musim kompetisi pemilihanpresiden merupakan akibat dari beragam aspek.
Pertama, terkonsentrasinya pemilikanmedia pada sekelompok elit kekuatan ekonomi,sejumlah

konglomerat yang secara keamananbisnis (business savety) masih sangattergantung pada kekuatan politik yang sedangatau akan berkuasa (Chomsky, 1991). Penguasaan atas media utama seperti televisikomersial oleh pengusaha bertipe demikianakan menempatkan media itu sebagai alat tawarpolitik mereka dengan calon penguasa yangdinilai optimis memenangkan pertarunganpolitik.

Imbalannya, media itu akan dijadikanruang promosi dan pembentukan opini publikmemenangkan kandidat yang bersedia memberikompensasi keamanan mengelola korporasimedia mereka di masa mendatang.

Baik diIndonesia maupun di sejumlah negara lain,pemilikan media (media ownership)terkonsentrasi pada sekelompok pengusahayang tidak independen terhadap pengaruhpolitik bahkan kelahirannya secara historisdiberi gizi oleh rezim otoriter yang berkuasa,bukan oleh kehendak publik.

Penulis adalah Alumni UMSU

Close Ads X
Close Ads X