Fenomena Begal

Masyarakat mulai resah dengan gangguan keamanan ketertiban yang melanda. Gangguan kantibmas itu disebabkan ada begal. Istilah ”begal” penulis ketahui mulai menyeruak beberapa waktu terakhir. Kala itu begal diartikan seorang atau sekelompok orang yang melakukan ”pencegatan” kepada seseorang yang melakukan perjalanan malam (baik jalan kaki, sepeda, maupun sepeda motor) di antara satu lokasi yang berbeda.

Fenomena begal dahulu tidaklah terlalu menakutkan, karena biasa hanya bermaksud mengambil harta dari korban tanpa mencederainya. Kini fenomena begal yang saya ketahui dahulu itu sudah sangat jauh berbeda karena pada zaman yang sudah modern ini begal telah berubah menjadi sosok yang amat menakutkan.

Begal merupakan upaya disertai paksaan/kekerasan seseorang atau sekelompok orang untuk menguasai harta orang lain (korban). Kekerasan yang dilakukan para begal memang sudah keterlaluan karena tidak hanya dengan kekerasan psikis, tapi juga kekerasan fisik sehingga para pembegal tidak menginginkan harta semata.

Kini begal menjadi fenomena baru dalam masyarakat. Keberadaannya tidak datang dengan tiba-tiba dan banyak faktor yang menjadi pendorong lahirnya ”algojo- algojo” jalanan dan ”penyerobot” sepeda motor di jalan tersebut. Penyebabnya antara lain: Pertama, budaya konsumerisme dan gaya hidup materialisme masyarakat, tak lupa juga terkena candu narkoba.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa ketidaktaatan kepada hukum merupakan hal yang biasa, pelaku dianggap mengalami nasib sial kalau tertangkap dan merasa bangga manakala bisa keluar dari jeratan hukum aparat penegak hukum.

Ketiga, dampak berita/ tontonan film, game pada media massa dan media elektronik. Salah satu yang menonjol pada abad digital ini adalah mudahnya masyarakat mendapatkan dan menikmati sajian hiburan kekerasan yang dapat digunakan sebagai inspirasi untuk melakukan kejahatan dan kekerasan serta menaburkan sifat antiperikemanusiaan. Budaya kekerasan dalam media tersebut menjadi tren anak muda untuk mengekspresikan kemauannya.

Keempat, cara berpikir serba instan. Anak muda kadang lupa atau tidak mengerti bahwa hidup itu kadang banyak dihiasi dan diselingi dengan penderitaan, kekurangan, serta keterbatasan. Mereka tidak sabar sehingga memilih cara-cara cepat mendapatkan sesuatu tanpa mempertimbangkan apakah perbuatan itu melanggar aturan atau tidak, menyengsarakan orang lain atau tidak.

Penulis berpendapat bahwa pemberian sanksi hukum atas pelaku begal belum memberikan efek jera karena efek jera bukan bergantung pada berat-ringan hukuman, melainkan pelaku begal banyak dijatuhi hukuman pidana masih jauh dari kehendak pembuat undang-undang.

Fenomena begal yang menyebabkan hampir setiap lapisan waswas bila pulang malam tidak bisa dicegah dengan hanya menggunakan pendekatan tunggal misalnya hukum atau ekonomi atau budaya atau pendidikan semata-mata, namun secara utuh harus dicari faktor pemicunya.

Polisi juga diminta harus bisa bertindak tegas. Bila tembak mati jadi solusi, mengapa tidak???. (*)

Close Ads X
Close Ads X