Efektifkah Densus Tipikor Polri?

Pastinya semua elemen sepakat: pemberantasan korupsi tak bisa ditawar-tawar. Harus ada percepatan dan peningkatan tindakan secara pasti. Untuk misi besar: mempercepat pembangunan secara fisik, yang akan berimbas positif bagi kese­jahteraan rakyat.

Setelah berjalan sekitar 15 tahun, bagaimana perjalanan kinerja KPK? Uang negara sekitar Rp249 triliun (nota kinerja dari 2004 hingga 2014) berhasil dikembalikan. Bagi pengamat hukum, catatan keuangan yang dikembalikan bukan menjadi tolok ukur keberhasilan.

Namun, justru dari sisi mental yang kian menyadari untuk tidak menyalahgunakan wewenang. Kesadaran itu di mata sebagian pengamat hukum sudah terlihat.

Potensinya pun akan meningkat lagi. Hal ini sejalan dengan agresivitas kinerja mereka. Meski demikian, tak bisa dimungkiri, success story KPK masih jauh dari harapan.

Bukan hanya totalitas nilai yang harus diselamatkan untuk kepentingan negara atau rakyat, melainkan memang jumlah pihak yang harus dihadapi akibat penyalahgunaan kewenangannya memang secara kuantitatif semakin meningkat.

Kehadiran Densus Tipikor haruslah dipahami sebagai kepentingan negara dan atau rakyat, bukan dilihat dari sisi lain dan bernada negatif. Harus digarisbawahi, terobosan itu justru untuk memperkuat lembaga KPK yang menyandang amanat besar dan berat.

Jika kita tengok proporsi budaya dan sistem sosial kita, ada istilah yang demikian memasyarakat ‘dipikul atau dipanggul bersama’ atas beban berat itu.

Sikap ini harus diterjemahkan sebagai kebersamaan sikap dan keprihatinan kolektif-empatif. Hal ini pun dapat diterjemahkan lebih jauh: sebuah keinginan bersama dalam menatap perubahan yang jauh lebih baik dalam kondisi bangsa ini dalam hal pemberantasan korupsi.

Karena itu, menjadi tidak proporsional ketika rencana kehadiran Densus Tipikor dilihat dari sisi persaingan yang tidak sehat, apalagi upaya melemahkan KPK. Yang perlu dilihat ialah sinergi untuk optimalisasi pemberantasan korupsi.

Dari cara pandang konstruktif ini, ada sebuah manfaat yang tak bisa dimungkiri, yaitu menumbuhkan penguatan spirit baru untuk mewujudkan totalitas kinerja antikorupsi.

Sangat boleh di lapangan akan muncul persaingan dalam penanganan korupsi. Namun, hal itu harus dilihat dari sisi positif. Bukan berebut ‘jatah’, melainkan komitmen besar untuk bersama-sama memberantas makhluk korupsi itu.

Jika sikap dan cara pandangnya seperti itu, keberadaan tiga lembaga (KPK, kepolisian, dan kejaksaan) berperan dalam pemberantasan korupsi ini bisa menjadi faktor penting dalam menciptakan perimbangan kinerja.

Publik akan punya opsi alternatif dalam penegakan hukum antikorupsi itu. Hal ini secara integral akan menghindarkan tudingan lembaga seperti KPK sebagai lembaga superbodi. Sebuah output hukum yang patut kita junjung tinggi ialah seluruh proses hukum terhindar dari potensi kesewenang-wenangan.

Karena itu, lembaga penegakan hukum antikorupsi harus kembali ke khitah. Antikorupsi bukan hanya slogan, melainkan memang untuk kepentingan negara dan rakyat yang lebih sejahtera dan maju. Dalam konteks inilah, Densus Tipikor sekali lagi bisa dinilai sebagai terobosan strategis, mengiringi KPK yang bercita-cita sama. (*)

Close Ads X
Close Ads X